Kamis, April 25, 2024

Depresi: Apa dan Bagaimana?

Fadhilah Ramadhani
Fadhilah Ramadhani
Nama saya Fadhilah Ramadhani atau Ira. Tulisan saya memiliki tema psikologi, pengembangan diri, dan kesehatan mental. Misi saya adalah memberikan dukungan, inspirasi, dan kesadaran melalui tulisan.

Seringkali kita memungkiri apabila diri atau orang disekitar mengalami kondisi depresi. Sering pula kita jumpai orangtua, guru, teman, dan diri sendiri menyepelekan kondisi depresi dan berakibat fatal pada akhirnya (seperti kegagalan dalam rumah tangga, pekerjaan, situasi akademis, bahkan bunuh diri).

Depresi  merupakan sebuah penyakit medis serius yang berpengaruh secara negatif pada perasaan, cara berpikir, dan perilaku. Depresi menyebabkan perasaan sedih dan hilangnya minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati atau disenangi. Kondisi ini juga dapat mengarah pada berbagai masalah emosional dan fisik, serta dapat mengurangi performa kerja dan aktivitas di rumah.

Gejala depresi dapat bervariasi dari ringan hingga berat, termasuk:

  • Merasa sedih atau mood buruk.
  • Hilangnya ketertarikan atau kesenangan pada aktivitas yang biasanya dinikmati.
  • Perubahan selera makan – berkurang atau bertambahnya berat badan (bukan karena diet)
  • Permasalahan dalam hal tidur atau tidur terlalu lama.
  • Hilangnya energi atau meningkatnya rasa lelah (mudah lelah).
  • Meningkatnya aktivitas fisik yang tidak bertujuan ( seperti mondar-mandir, mengusap-usap tangan) atau lebih lambat dalam bergerak dan berbicara (berdasarkan observasi orang lain).
  • Merasa tidak berguna atau bersalah.
  • Kesulitan dalam berpikir, konsentrasi, atau mengambil keputusan.
  • Pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

Seseorang dapat dinyatakan depresi apabila mengalami ciri-ciri tersebut setidaknya selama dua minggu.

Satu dari enam orang (16.6%) mengalami depresi pada titik tertentu dalam hidupnya, diperkirakan 15 orang dewasa (6.7%) mengalami depresi setiap tahunnya. Depresi dapat muncul kapan saja, namun rata-rata  muncul saat remaja akhir hingga pertengahan usia 20-an. Wanita cenderung memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami depresi daripada pria. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga wanita mengalami depresi dalam hidupnya.

Depresi berbeda dengan kesedihan atau rasa duka. Berakhirnya sebuah hubungan atau kematian yang terkasih merupakan hal sulit untuk dialami seseorang, sehingga sangat wajar apabila merasa sedih atau berduka sebagai respon dari situasi tersebut. Seseorang yang mengalami kehilangan seringkali mendeskripsikan dirinya sebagai orang yang mengalami “depresi”.

Tetapi, kesedihan tidak sama dengan depresi. Proses berduka adalah hal yang natural walaupun tampak memiliki kesamaan dengan depresi . Keduanya mengandung unsur kesedihan yang mendalam dan perilaku menarik diri dari aktivitas sehari-hari (yang biasa dilakukan). Perbedaan mendasar diantara keduanya adalah:

  • Pada rasa duka, perasaan terluka datang secara berangsur-angsur dan bercampur dengan memori positif tentang orang yang telah meninggal. Sedangkan depresi, mood dan/atau minat (kesenangan) berkurang setidaknya selama dua minggu.
  • Pada rasa duka, self-esteem seseorang tetap terjaga. Sedangkan depresi, seringkali muncul perasaan tidak berguna dan kebencian pada diri sendiri.
  • Pada beberapa orang, kematian yang terkasih dapat menimbulkan depresi. Kehilangan pekerjaan, menjadi korban kekerasan fisik, atau kecelakaan besar juga dapat menimbulkan depresi untuk beberapa orang. Ketika rasa duka dan depresi hadir secara bersamaan, rasa duka akan menjadi lebih berat dan bertahan lebih lama daripada rasa duka yang hadir tanpa adanya depresi.

Membedakan rasa duka atau kesedihan dan depresi sangat penting untuk memudahkan seseorang dalam mencari bantuan, support, atau treatment yang dibutuhkan.

Faktor terjadinya depresi adalah biochemistry, genetik, kepribadian, dan lingkungan. Depresi dapat terjadi secara turun-temurun, misal salah satu anak kembar mengalami depresi maka anak satunya lagi memiliki kemungkinan 70% untuk mengalami depresi juga dalam hidupnya.

Dalam hal kepribadian, seseorang yang memiliki self-esteem atau harga diri yang rendah, pesimis, dan mudah kewalahan dengan stres kemungkinan besar mengalami depresi. Sedangkan pada faktor lingkungan, seseorang yang secara terus-menerus mengalami kekerasan, tindakan pengabaian, disakiti, atau kemiskinan akan rentan dengan depresi.

Depresi dapat dialami oleh siapa saja, bahkan orang yang tampak ceria di setiap saat. Sehingga, kita perlu mengerti dan peka dengan diri sendiri maupun orang-orang disekitar kita. Lalu, apa langkah yang dapat kita ambil apabila diri sendiri atau orang terdekat mengalami depresi?

Pengobatan

Proses kimia otak atau brain chemistry dapat berkontribusi pada kondisi depresi seseorang dan dapat menjadi faktor yang menyembuhkannya. Berdasarkan alasan tersebut, obat anti-depressant bisa diresepkan untuk membantu brain chemistry seseorang. Pengobatan ini tidak bersifat sedatives dan tidak menimbulkan sebuah kebiasaan.

Pada umumnya, pengobatan anti-depressant tidak menimbulkan efek apapun pada seseorang yang tidak mengalami depresi. Anti-depressant dapat menimbulkan peningkatan selama satu atau dua minggu dari masa penggunaannya, namun manfaatnya tidak  selalu dapat dirasakan dalam dua atau tiga bulan.

Apabila seseorang merasa tidak mengalami peningkatan setelah beberapa minggu, psikiter-nya dapat menambahkan dosis dari obat atau menambahkan atau mengganti anti-depressant yang digunakan. Konsultasi dengan dokter sangat penting untuk menunjukkan apakah pengobatannya berhasil atau adanya efek samping yang dirasakan ketika mengonsumsi obat.

Psikiater biasanya merekomendasikan pasien untuk meneruskan pengobatan selama enam bulan atau lebih setelah gejala membaik. Perawatan secara jangka panjang bisa disarankan untuk mengurangi resiko munculnya episode depresi di masa depan bagi orang-orang yang memiliki resiko tinggi mengalami depresi.

Psikoterapi

Psikoterapi atau terapi dengan mengobrol dapat dilaksanakan untuk menghadapi depresi ringan; sedangkan untuk depresi sedang hingga berat psikoterapi seringkali didampingi dengan obat anti-depressant. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terbukti efektif dalam mengintervensi depresi.

CBT merupakan terapi yang berfokus pada masa kini dan penyelesaian masalah. CBT membantu seseorang untuk menyadari pemikiran yang keliru dan merubah cara berpikir dan perilaku seseorang.

Psikoterapi dapat melibatkan individu yang bersangkutan saja, namun juga bisa melibatkan orang lain (terapi keluarga atau pasangan dapat membantu seseorang untuk membuka permasalahan dalam hubungan dan menyelesaikannya).

Proses pengobatan dapat berlangsung selama beberapa minggu atau lebih, tergantung tingkat depresi yang dialami seseorang. Pada banyak kasus, peningkatan yang signifikan dapat dirasakan dalam 10 sampai 15 sesi terapi.

Depresi merupakan penyakit yang nyata dan sudah ada cara untuk memberikan pertolongannya. Depresi dapat dilalui dengan diagnosis dan intervensi yang sesuai. Apabila Anda mengalami gejala depresi, langkah pertama yang perlu diambil adalah menghubungi psikiater atau psikolog dan mengonsultasikan permasalahan, serta meminta evaluasi mendalam.

Referensi:

Parekh, Ranna. (2017). What is depression?. American Psychiatric Association. https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression

Fadhilah Ramadhani
Fadhilah Ramadhani
Nama saya Fadhilah Ramadhani atau Ira. Tulisan saya memiliki tema psikologi, pengembangan diri, dan kesehatan mental. Misi saya adalah memberikan dukungan, inspirasi, dan kesadaran melalui tulisan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.