Kamis, April 25, 2024

Deal, Saya Pilih Ganjar, Apa Pun Partainya

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka

Sudah seminggu ini bahasan konflik Ganjar-Puan masih terdengar riuh di jagad media. Bukan karena sepi tidak ada berita lain yang booming, tapi seteru dua orang ini masih punya daya jual lumayan.

Nasib Ganjar Pranowo – kader PDIP yang punya jabatan sebagai Gubernur Jawa Tengah – dinilai oleh partainya sebagai individu yang kebablasan. “Kemajon, dan tidak tunduk pada garis partai”, begitu kira-kira ekspresi kesal salah satu petinggi PDIP Jateng. Kemajon, yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan terlalu awal, mendahului, atau sesuatu yang belum saatnya tiba, dinilai sebagai wujud pembangkangan Ganjar terhadap petuah petinggi partai.

Bagi sebagian pelaku obrolan di pojokan Gang Loenpia sekitar pecinan Semarang, saya duduk bareng dengan warga dan pedagang snack khas Semarang ini. Sengaja saya ingin sekali mendengar komentar mereka tentag Mas Ganjar yang lagi diganjar dan digenjot sana-sini oleh rekannya. Diawali oleh ucapan Kong Ling yang sudah lumayan tua, ia bilang begini, “Lha Ganjar ini kurang sabar apa? Orangnya kalem, nggak mikir apa-apa kecuali kebaikan buat rakyatnya. Kok ya masih ada yang tega nuduh dia kayak gini…”.

Sudah bisa ditebak, pasti ucapan Kong Ling ini bakal memicu cuitan di warung kecil yang punya banyak pelanggan luar kota. Pastilah, tidak semua yang duduk di situ pro Ganjar. Yang pro berusaha menguatkan keluhan Kong Ling dengan alasan, Ganjar sudah mikir covid di sini dengan banyak cara yang dia perjuangkan. “Dan sekarang, yang namanya medsos itu kan bukan milik partai atau kelompok yang punya kepentingan. Ganjar main medsos sudah dari dulu. Nah kalau sekarang ….”.

Belum selesai kalimat ini ketemu ujungnya, sudah disambar Pak Karto tukang becak yang biasanya memandu pembeli loenpia luar kota dari arah stasiun Tawang. “Maksudnya gini lho. Kalau mau nyapres, itu mbok ya pakai cara yang bener. Pakai mekanisme yang pas”. Wah, Pak Karto pakai kata-kata mekanisme segala, sepertinya dia paham banget.

“Mekanisme apa lagi to To, Partooo… Mbok ya ngomong yang kira-kira kita bisa ngerti aja. Sama-sama nggak punya pengaruh, lha kok nekat pakai mekanisme segala”, Mas Bram mengusili.

Memang benar bahwa obrolan mereka tak akan memberikan impact apapun bagi keberlanjutan maupun keberhentian Ganjar menuju RI 1. Namun, semua boleh menyimak dan memberikan komentar. Di situs medsos tertentu, bahkan ada yang berani terang-terangan akan menangkap Ganjar jika ia didzalimi partainya. “Biar kami rawat Ganjar, dan kami orbitkan jadi presiden di 2024 jika ia didzalimi”.

Tapi, bukan PDIP kalau tak cerdas mengolah isu. Gaya kepemimpinan khas Megawati yang banyak diamnya dan tiba-tiba muncul di publik dengan pernyataan menyindir sekaligus menginstruksikan kadernya, sudah sering dilihat.

Tapi, bukan Ganjar juga kalau tidak cerdas mengelola mitra milenialnya. Seolah tak menemukan nada emosi Ganjar dalam berbagai kesempatan, inilah nilai plus Ganjar yang bisa diterima milenial sebagai mayoritas penusuk surat suara 2024.

Agaknya PDIP perlu membuka mata lebih jauh sebab kelompok milenial, kini tak lagi akan memandang partai pengusung capresnya. “Yang mau ditusuk di surat suara adalah tokohnya, bukan partainya. Terserah dia ada partai oposisinya pemerintah saat ini, atau mana pun, asalkan Ganjar lari ke mana pasti dikejar”, begitu yakin Kong Ling dengan ucapannya ini.

Muatan lisan Kong Ling adalah ekspresi komunikasi politik yang berkembang di masyarakat, sebagai wujud kepatuhannya terhadap tokoh tertentu. Dan ini tak bisa disalahkan, meskipun PDIP yakin masih punya waktu 2 tahun untuk mengubah segalanya, termasuk memaafkan Ganjar yang terlanjur digebuk sana-sini secara mental.

Strategi memaafkan dan mengorbit ulang, pun diyakini tak mampu mendongkrak elektabilitas partai yang dinilai sebagai pendzalim, menurut analisis peta politik dari partai mitra PDIP.

Jadi, gaya kepemimpinan petinggi partai yang sok kalem, kalimatnya menusuk, dan selama ini dinilai kharismatik, sudah tak lagi jadi menu utama milenial. Cara pandang milenial, salah satu yang utama adalah terlindunginya urusan medsos mereka oleh tokoh mana pun, yang tidak menjadikan medsos sebagai pasal pembangkangan.

Bagi mereka saat ini, medsos adalah segalanya. Urusan perbaikan akhlak, ibadah, hubungan antarsesama, dan bisnis, medsoslah jagonya.

Jika pemanfaatan medsos dianggap sebagai sebuah petaka, sudah bisa dipastikan para milenial akan menganggap bahwa partai yang mengatakan ini susah diajak maju. Kuno dan bukan tempat mereka mencari naungan. Keputusan para milenial akan tersebar cepat – juga melalui medsos – untuk memberikan berbagai penilaian. Bukan hanya berhenti pada penilaian, tapi juga keputusan.

Jadi, gampangnya begini. Saya yang memang sengaja duduk bareng di warung loenpia, meskipun disesaki oleh para tetua, namun mereka juga pemilih capres yang tiap hari juga ketemu tetangga dan teman lainnya, untuk memberikan bisikan pengaruh bahwa mereka sangat menyayangkan jika medsos dijadikan pasal pembangkangan Ganjar, tanpa mau melihat lagi bahwa kader-kader mereka lainnya yang sukses merengkuh jabatan di daerah juga didongkrak oleh medsos. Atau ada kekhawatiran lain, kita lihat saja tangkisannya.

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.