Peringatan maulid yang kita rayakan hari-hari ini, semestinya tidak hanya merayakan kelahiran Muhammad sebagai Nabi. Tetapi, juga merayakan kelahiran Muhammad sebagai manusia. Hal ini penting untuk didudukkan.
Sebab, Muhammad seringkali hanya dilihat posisinya sebagai Nabi utusan Allah, tidak atau jarang dilihat kapasitasnya sebagai manusia biasa. Dampaknya, cerita-cerita tentang kehidupan Nabi Muhammad, menjadi cerita-cerita yang identik dengan hal gaib, sakral, magis, dan melangit. Sehingga kehidupan Nabi Muhammad kadang-kadang terasa jauh, tidak membumi, dan tidak terjangkau oleh umatnya.
Nabi Muhammad dan Umatnya
Telah digariskan, bahwa yang membedakan Nabi Muhammad saw. dengan umatnya adalah, karena adanya wahyu yang difirmankan kepadanya.
Hal ini sebagaimana firman Allah, yang termaktub dalam QS. Fussilat ayat 6:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۟ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰىٓ اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu. Diwahyukan kepadaku, bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa”
Berkaitan dengan ayat ini, Bintu Syathi menerangkan, bahwa ‘basyar’ yang dimaksud dalam ayat tersebut, adalah manusia yang sudah diakui keberadaannya, artinya manusia dewasa. Namun kedewasaannya secara jasmani, tanpa kedewasaan rohani (Syathi 1992).
Dalam ayat tersebut, Allah swt. memperkenalkan Muhammad dalam kapasitasnya sebagai manusia biasa. Tujuannya, agar perbuatan-perbuatan baiknya, serta keteladanan hidupnya, bisa diikuti oleh umatnya, yang juga merupakan manusia biasa.
Berpijak dari keterangan di atas, dapat diketahui bagaimana kedudukan Nabi Muhammad saw. di atas bumi ini. Bahwa Ia adalah manusia biasa, yang diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan.
Lebih jauh, Mufassir Al Misbah Prof. Quraish Shihab mengungkapkan, sosok Nabi Muhammad saw. merupakan sosok yang kompleks sebagai manusia. Nabi Muhammad memiliki ciri-ciri layaknya manusia pada umumnya, yakni memiliki orangtua, tempat tinggal, tanah dan waktu kelahiran.
Diketahui, Muhammad adalah anak dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Ia lahir di Mekkah pada 12 Rabiul Awal, yang di kemudian hari kelahirannya tersebut, diperingati oleh umat Islam sebagai hari perayaan Maulid (Nabi) Muhammad.
Muhammad sebagai Manusia, Memperjuangkan Kemanusiaan
Munir Che Anam, dalam bukunya “Muhammad dan Karl Marx Tentang Masyarakat Tanpa Kelas” menunjukkan, bahwa Muhammad hadir di tengah masyarakat Arab Quraisy, bukan semata-mata untuk mengajarkan kepatuhan kepada Tuhan atas wahyu yang dibawanya. Melainkan, Muhammad juga memobilisasi dan memimpin masyarakat, untuk melawan ketimpangan sosial, memperjuangkan keadilan, mewujudkan kesetaraan, dan menciptakan persaudaraan.
Muhammad, sebagai manusia biasa menentang praktik-praktik jahiliyah seperti perbudakan, penguburan anak perempuan hidup-hidup, dan seterusnya, yang itu dilakukannya sebelum menerima wahyu dari Allah swt.
Muhammad, sebagai manusia tampil dengan rasa empati yang tinggi terhadap sesama manusia. Tanpa melihat latar belakang suku, ras, bahkan agamanya. Sebagaimana Ia perlakukan kepada seorang buta dari kalangan Yahudi.
Muhammad, sebagai seorang pemimpin, melahirkan konsep bernegara yang luar biasa, dan memaksa dunia untuk mengakui kecerdasannya, yaitu Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Di dalamnya, berisi tentang perlindungan agama, kebebasan suku dan kelompok etnis, kepemimpinan Muhammad, penyelesaian konflik, serta persatuan membela (Negara) Madinah.
Semua tindakan ini, menunjukkan bagaimana Muhammad sebagai manusia, berjuang melawan ketidakadilan, dan berusaha untuk membawa perubahan positif dalam masyarakatnya.
Dari Memanusiakan Muhammad Ke Memanusiakan Manusia
Tentu saja kita tidak menafikan ke-Nabi-an Muhammad sebagai utusan Allah. Sebab bagaimanapun juga, seperti ditegaskan oleh Gus Dur, bahwa Nabi Muhammad dalam melakukan aksi-aksi kemanusiannya, itu tidak terlepas dari tuntutan wahyu dari Allah, bukan berdasarkan akal semata.
Tujuan penulis menampilkan Muhammad dalam posisinya sebagai manusia biasa, semata-mata didorong oleh rasa penghormatan setinggi-tingginya. Seorang manusia biasa, melakukan sesuatu yang luar biasa.
Dalam tulisan ini, penulis menunjukkan sedikitnya 5 alasan penting, mengapa kita perlu melihat Muhammad sebagai manusia biasa:
Pertama, menjadikannya sebagai pemimpin inspiratif: melihat Muhammad sebagai manusia biasa, membantu umat Muslim untuk lebih merasa terhubung dengan pemimpin mereka. Hal ini membuatnya menjadi sosok yang lebih mudah dicontoh dan diikuti, karena ia mengalami berbagai tantangan dan perjuangan yang serupa dengan manusia lainnya.
Kedua, mendorong kemuliaan akhlak: Muhammad dianggap sebagai contoh sempurna dalam hal akhlak dan etika. Melihatnya sebagai manusia biasa, menunjukkan bahwa kemuliaan akhlak yang ia tunjukkan dapat dicapai oleh manusia lainnya dengan usaha dan ketekunan.
Ketiga, memahami sejarah: melihat Muhammad sebagai manusia biasa, membantu dalam pemahaman historis terhadap perkembangan Islam dan proses perjuangannya dalam menyebarluaskan ajaran agamanya.
Keempat, menghargai keterbatasan manusia: mengenali Muhammad sebagai manusia biasa, mengajarkan umat Muslim untuk menghargai keterbatasan manusia. Ini menunjukkan bahwa meskipun beliau adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah, tetapi beliau adalah manusia biasa sebagaimana manusia pada umumnya.
Kelima, memanusiakan manusia: dengan menggali aspek kemanusiaan Muhammad, seperti perjuangannya melawan ketidakadilan, membela kaum tertindas, memberi bantuan kepada orang yang lemah, akan meningkatkan rasa empati terhadap sesama manusia. Selain itu, dengan memanusiakan Muhammad, kita dapat melihat dan memahami, bahwa kebaikan, ketulusan, dan perubahan positif adalah hal-hal yang dapat dicapai oleh manusia biasa, termasuk manusia seperti diri kita.
Oleh karena itu, momentum peringatan Maulid yang kita rayakan hari-hari ini, mari kita mengingat pentingnya melihat Muhammad sebagai manusia biasa. Ini bukan bermaksud untuk merendahkan derajatnya sebagai Nabi, tetapi untuk memahami bahwa kebesaran dan keistimewaan Muhammad terletak pada kemampuannya sebagai manusia biasa yang melakukan hal-hal luar biasa. Kita bisa menarik inspirasi dari perjuangannya, mengikuti akhlaknya, dan mempraktikkan nilai-nilai kesederhanaan dan toleransi yang diajarkannya.
Dengan cara ini, kita tidak hanya merayakan kelahiran seorang Nabi. Tetapi, juga merayakan kehidupan seorang manusia biasa, yang membawa cahaya dan harapan bagi umat manusia. Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad.
*) Syamsuddin, S.Sos; Demisioner Ketua PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Mahasiswa Magister Komunikasi Penyiaran Islam UIN Alauddin Makassar, Pemerhati Masalah Keislaman, Sosial, dan Kebudayaan.