Selasa, Maret 19, 2024

Dana BOS dan Meradangnya Sekolah Negeri Favorit

Tantan Hadian
Tantan Hadian
Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan, Chemistry Teacher, Tinggal di Sukabumi Jawa Barat

BOS adalah sebutan bagi orang yang puya duit, dengan duit yang dia punya si BOS ini sering kali memberikan uangnya dengan cuma-cuma. Ya, namanya juga orang banyak duit, untuk mengeluarkan satu gepok duit yang ia punya, itu gak masalah.

Tunggu dulu! BOS yang dimaksud bukan BOS yang disebutkan di atas ya. Walaupun sedikit ada kemiripan yaitu berhubungan dengan duit. BOS yang dimaksud adalah singkatan dari Bantuan Operasional Sekolah. Sebuah program bantuan pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan bagi sekolah negeri ataupun swasta.

Program BOS ini sudah diprogramkan mulai tahun 2005 walaupun belum semasip sekarang penganggaran dan pelaksanaannya. Namun sebagian masyarakat ada yang salah persepsi berkaitan dengan penyaluran dana BOS ini. Terkadang ada yang menganggap karena hitungannya persiswa sehingga beranggapan BOS ini harus diberikan langsung pada siswa.

Berdasarkan Permendikbudistek no 2 tahun 2022 tentang petunjuk teknis pengelolaan dana bantuan operasional sekolah disebutkan bahwa adanya BOS itu untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan pemerataan akses layanan pendidikan pada satuan pendidikan.

Dari permendikbudristek di atas cukup jelas bahwa ada dua fungsi utama penyaluran dana bos ini, yaitu pertama untuk meningkatkan mutu pembelajaran, dan yang kedua adalah untuk pemerataan akses layanan pendidikan. Secara peraturan seharusnya begitu, namun apakah di lapangan dua hal ini tercapai dengan baik? Tentunya kita perlu kaji lebih mendalam, atau perlu kita tanyakan langsung pada para pelaku pendidikan yang bertanggungjawab di satuan pendidikan.

Pertama: Meningkatkan mutu pendidikan(pembelajaran)

Mutu pendidikan mencakup 8 standar pendidikan, yaitu standar kelulusan, standar proses, standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar penilaian, standar sarana prasarana, dan standar pembiayaan.

Bagi sekolah di perkotaan khususnya SMA dan SMK pada umumnya 8 SNP tersebut sudah di atas rata-rata, apalagi sekolah yang sudah berlabel RSBI. Dengan adanya BOS dan dihilangkannya dana partisipasi masyarakat justru cenderung mengalami penurunan.

Sekolah-sekolah negeri yang awalnya diberikan keleluasaan untuk menarik dana dari masyarakat baik itu DSP maupun SPP, tiba-tiba harus menelan pil pahit, dan harus menyesuaikan semua pengeluaran sekolah dengan dana seadanya dari dana BOS.

Sebagai contoh SMA Negeri X menerima dana BOS sekitar 3 Milyar. Sementara jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dengan mengelola dana partisipasi masyarakat  baik DSP maupun SPP menerima sekitar 4 M, itu artinya ada selisih negative sebesar  1 M. Apalagi sekolah negeri pavorite sudah pasti lebih dari itu selisih negatifnya.

Dari sisi standar yang lainnya, dikarenakan jumlah dana yang masuk menurun dapat diprediksikan standar yang lainpun akan terjadi penurunan. Banyak program-program yang dipangkas karena pendanaan tidak cukup atau tidak bisa masuk dalam asnap BOS.

Sebagai contoh gebyar kegiatan siswa yang asalnya ada pertahun ada 12 kegiatan besar, berarti harus dipangkas dengan keterbatasan anggaran menjadi 8 kegiatan. Kegiatan lomba-lomba ektrakurikuler keluar kota harus dibatasi atau bahkan untuk biaya yang tidak bisa di bayar melalui dana bos harus rela dihilangkan.

Begitupun kegiatan-kegiatan peningkatan kompetensi guru ke luar kota yang biasa dibiayai sepenuhnya oleh sekolah, harus dilakukan sharing dengan guru yang melaksanakan kegiatan peningkatan kompetensi tersebut, tentunya hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi juga niat pengembangan kompetensi guru yang dilakukan ke luar kota.

Bisa dibayangkan bagaimana sekolah negeri yang asalnya sekolah favorit dengan berbagai macam program unggulannya harus meradang dengan keterbatasan dana yang ada. Dengan didengung-dengungkannya sekolah gratis, walaupun sekolah membuka kotak amal untuk pengembangan sekolahnya, masyarakat sudah banyak yang mencibirnya, alhasil program yang sudah disepakati harus direduksi atau dibatalkan.

Namun demikian, untuk sekolah negeri di daerah, dengan adanya dana BOS ini justru bisa meningkatkan standar mutu dari sekolah tersebut. Yang biasanya sekolah hanya bisa menarik SPP bulanan hanya Rp 50.000 untuk operasional sekolah dan itupun susahnya minta ampun.

Maka dari itu, sekolah-sekolah negeri yang biasa menjalankan program sekolah seadanya akan sangat terbantu, kedelapan standar nasional pendidikan diprediksikan akan mampu naik secara signifikan sebagaimana diungkapkan oleh beberapa hasil penelitian.

Maka dalam hal ini, peningkatan mutu pendidikan tidak bisa digeneralisir, untuk sekolah-sekolah diperkotaan, untuk meningkatkan mutu sekolah harus ekstra keras dengan menyesuaikan dengan kondisi anggaran yang terbatas dan sudah ada asnapnya.

Sementara itu untuk sekolah-sekolah kecil dan sekolah non perkotaan, dengan adanya BOS ini akan lebih mudah meningkatkan mutu sekolahnya.

Kedua: Pemerataan akses layanan pendidikan

Pemerataan akses layanan pendidikan sebetulnya secara implisit sudah terjawab dalam poin di atas. Secara umum dengan adanya dana BOS ini terjadi pemerataan akses layanan pendidikan, namun yang asalnya standar tinggi menjadi turun, dan yang asalnya rendah menjadi naik.

Berbeda dengan sekolah swasta favorit, karena regulasinya berbeda baik pendanaan BOS maupun pendanaan dari masyarakat, maka ini akan menjadikan sebuah kesenjangan antara sekolah swasta favorit dengan sekolah negeri. Sekolah Swasta masih diperbolehkan untuk memungut berapapun sesuai RKASnya walaupun sudah mendapatkan dana BOS.

Management based school dalam pengelolaan anggaran di sekolah negeri berbeda jauh dengan di swasta, menentukan program prioritas dan program unggulan sekolah akan lebih mudah didapatkan oleh sekolah swasta favorit.

Penyesuaian anggaran dana BOS sebetulnya akan lebih mudah dan akan lebih tepat sasaran kalau pencairan pendanaan BOS ini di awal tahun ajaran baru, atau pencairannya setiap bulan.  Peruntukannya yang lebih fleksibel tergantung kebutuhan sekolah akan dapat membantu dalam menyesuaikan anggaran dengan kegiatan yang diprogramkan sekolah, sehingga penggunaan dana BOS ini tidak hanya seolah-olah untuk makan-minum saja. Diperlukan mekanisme pelaporan khusus yang dipermudah dibanding dengan dana untuk program di dinas lain.

Guru memiliki tugas dan fungsi pokok sesuai permendikbud no 15 tahun 2018, tidak ada tugas guru dalam membuat laporan penggunaan dana BOS. Banyak kasus guru meninggalkan kelas demi perintah kepala sekolah untuk membuatkan laporan BOS yang sebentar lagi deadline.

Kalau ini tidak disikapi pemerintah jangan terlalu berharap peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran akan meningkat, bahkan kompetensi beberapa guru akan berubah yang asalnya profesionalme dalam pembelajaran menjadi profesionalisme dalam pembuatan pelaporan dana BOS.

Dan yang paling penting adalah bagaimana politik anggaran tentang dana BOS ini berpihak pada kepentingan sekolah dan siswa, bukan untuk kepentingan pemerintah pemberi anggaran. Sudut pandang ini yang seharusnya ada titik temu. Jangan sampai demi meningkatkan mutu sekolah, kepala sekolah dipersalahkan secara hukum dan dicap sebagai koruptor.

Tantan Hadian
Tantan Hadian
Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan, Chemistry Teacher, Tinggal di Sukabumi Jawa Barat
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.