Rabu, April 24, 2024

Dampak Korupsi terhadap Pelayanan Publik

Atha Nursasi
Atha Nursasi
Penulis sejauh ini masih aktif dalam gerakan sosial Anti Korupsi di Malang.

Korupsi memiliki dampak yang linear dengan kualitas pelayanan publik dasar. Sebagai suatu kejahatan luar biasa, dampak yang diakibatkan pun sangat luar biasa-menyasar hampir diseluruh aspek, dari sosial ekonomi, politik, hukum hingga pada moral pejabat publik. Efek domino korupsi ini pada akhirnya berimplikasi terhadap sejumlah ketimpangan alokasi dan distribusi pelayanan publik dasar. Problem seperti ini nyaris terjadi disejumlah daerah di tanah air, tak terlewatkan di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hubungan Korupsi terhadap buruknya layanan publik dasar telah menjadi kajian sejumlah lembaga kajian Antikorupsi. Dikutip dari Pusat Edukasi Anti Korupsi dijelaskan bahwa, Praktik korupsi menciptakan ekonomi biaya tinggi yang membebankan pelaku ekonomi. Kondisi ekonomi biaya tinggi ini mempengaruhi harga jasa dan pelayanan publik. Hal tersebut dikarenakan harga yang ditetapkan harus menutupi kerugian akibat besarnya modal yang dilakukan karena penyelewengan yang mengarah ke tindak korupsi.

Beberapa dampak yang seringkali ditemukan diantaranya, mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, pengentasan kemiskinan berjalan lambat, terbatasnya akses pelayanan terhadap masyarakat miskin, meningkatnya angka kriminalitas, solidaritas sosial semakin langka, dan demoralisasi. Lantas bagaimana dengan Kabupaten Alor, apakah juga mengalami kondisi serupa, atau sebaliknya justru lebih baik?

Bayang-bayang Korupsi

Salah satu indikator dari pemerintahan daerah korup adalah pengelolaan keuangan daerah yang tidak transparan dan minim akuntabilitas. Lembaha negara yang memiliki kewenangan mengaudit laporan penggunaan keuangan daerah adalah Badan Pemeriksaan keuangan (BPK).

Hasil audit BPK menjadi dokumen penting yang menyajikan sejumlah dugaan penyelewengan oleh pemerintah daerah, terlebih dalam kasus korupsi, hasil pemeriksaan BPK dapat menjadi bukit di persidangan atas suatu perkara korupsi. Selain itu, BPK juga diberi kewenangan untuk menindaklanjuti sejumlah temuan tersebut ke ranah hukum manakala ketentuan mengenai kewajiban tindaklanjut rekomendasi tidak dilaksanakan.

Nampaknya, akuntabilitas penggunaan anggaran oleh Pemerintah Kabupaten Alor dalam beberapa tahun terakhir sangat problematis dan syarat koruptif. indikasi tersebut terlihat dari hasil rekapitulasi hasil pemeriksaan dan tindaklanjut rekomendasi oleh BPK RI Tahun 2020. Di mana, dalam dokumen tersebut dijelaskan, selama periode 2015-2019, terdapat sebanyak 206 Rekomendasi atas temuan dengan nilai potensi kerugian sebesar 13.911 Milyar. Dari jumlah tersebut, yang ditindaklanjuti sesuai rekomendasi sebanyak 131 temuan atau 63,6% dar total rekomendasi dengan nilai 10,617 Milyar.

Meski demikian, masih terdapat 59 atau 28,6% dari jumlah rekomendasi belum sesuai rekomendasi dengan nilai potensi kerugian sebesar 3,294 Milyar. Sementara jumlah rekomendasi yang belum ditindaklanjuti oleh pemerintah Kabupaten Alor sebanyak 16 atau 7,8% dari keseluruhan rekomendasi. Hingga akhir tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Alor telah menyetorkan potensi kerugian ke kas negara/daerah sebesar 14,067 Milyar.

Pada periode selanjutnya, tahun 2020 s.d semester pertama tahun 2021, terdapat 27 rekomendasi yang disampaikan oleh BPK RI kepada Pemerintah Kabupaten Alor dengan nilai potensi kerugian sebesar 1.264 Milyar. dari jumlah tersebut, hanya 6 atau 22,2% dari keseluruhan rekomendasi yang ditindaklanjuti sesuai rekomendasi. Sementara 2 lainnya atau 7,4% dari keseluruhan rekomendasi belum ditindaklanjuti sesuai rekomendasi BPK. dilain sisi, masih terdapat 19 atau 70,4% dari total rekomendasi dengan nilai potensi kerugian sebesar 1.264 Milyar yang belum ditindaklanjuti oleh pemerintah Kabupaten Alor.

Hal ini sangat bertentangan dengan kewajiban pejabat pemerintah daerah menindaklanjuti rekomendasi BPK, Pasal 20 Ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, bahkan ketentuan Pasal 26 UU yang sama, mengatur ketentuan pidana bagi pejabat yang membangkang terhadap rekomendasi BPK. Bahkan, dalam kotnesi temuan di atas, sebetulnya BPK dapat melakukan upaya represif terhadapa pemerintah Provinsi NTT maupun Pemerintah Kabupaten Alor denagn melaporkan sejumlah temuan tersebut kepada Aparat pengak Hukum (APH), baik kepolisian, kejaksaan dan KPK sebagaimana perintah Pasal 9 Ayat (1) Peraturan BPK No 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

Dampak terhadap Layanan publik

Ketidak patuhan pemerintah atas rekomendasi BPK di atas beserta sejumlah potensi kerugian yang diakibatkan telah berangsur-anggur berdampak terhadap kualitas pelayanan publik dasar di Kabupaten Alor. Hasl Survey Ombudsman RI pada 2020 menyebut tingkat kepatuhan pemerintah Kabupaten Alor terhadap strandar pelayanan publik sangat rendah. Ombusdman RI Bahkan memberi kategori Merah kepada Kabupaten Alor dengan nilai kepatuhan hanya 46,79 atau daerah dengan tingkat kepatuhan layanan rendah bersama beberpa kabupaten lainnya.

Pada konteks yang lebih spesifik, kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2019 yang menyeret kepala Dinas Pendidikan, Seornag Kepala sekolah, dan Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan proyek renovasi sekolah, beserta pihak swastas-kontraktor lainnya telah menyebabkan kondisi infrastruktur pendidikan Kabupaten Alor kian memprihatinkan.

Data Neraca Pendidikan Daerah, Kemendikbud tahun 2019 dan 2020, menyebut kondisi infrastruktur ruang kelas per satuan pendidikan di Kabupaten Alor secara berturut-turut  dalam kondisi memprihatinkan. jumlah kerusakan ruang kelas menunjukan tren terus mingkat. Pada tahun 2019, jumlah ruang kelas kategori rusak ringan sebanyak 683, meningkat menjadi 727 ruang kelas, 305 rusak sedang pada 2019, menjadi 551 pada 2020, dan dari sejumlah 403 rusak berat meningkat jadi 415 di tahun 2020. tren yang sama juga berlaku pada tingkat SMP, SMA dan SMK.

Transparansi, Sebuah Tawaran!

Transparansi merupakan syarat minimum bagi setiap pemerintah daerah mewujudkan cita-cita pemerintah good governance. dari transparansilah partisipasi bermakna dapat terjadi. masyarakat dapat lebih mudah mengakses iformasi dan selanjutnya ikut berpartisipasi mendorong pemabangunan yang berarti.

Bahwa semakin terbuka suatu pemerintahan, masyarakat semakin mudah mengakses informasi dan semakin besar pula partisipasi masyarakat, semakin besar partisimasi masyarakat, semakin kuat kontrol publik, semakin besar kontrol publik atas kebijakan dan program pemerintah, semakin sempit ruang gerak para pejabat melakukan penyelewengan, dst.

Artinya, jika pemerintah kabupaten Alor hendak memperbaiki sejumlah problem tata kelola dan mencegah korupsi sektor layanan publik, sudah sepatutnya melaksanakan mandat undang-undang Keterbukaan Informasi Publi sebagai syarat minimal, baik dalam wujud media eletronik maupun secara lansung berupa sosialisasi bermakna kepada seluruh masyarakat di daerah. hanya dengan begitu, harapan menuju alor yang transparan, partisipatif, akuntabel dan Antikoruptif perlahan dapat dicapai.

Atha Nursasi
Atha Nursasi
Penulis sejauh ini masih aktif dalam gerakan sosial Anti Korupsi di Malang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.