Sabtu, April 20, 2024

Covid-19 dan Krisis Politik Malaysia

Aldho Faruqi Tutukansa
Aldho Faruqi Tutukansa
Seorang Penulis Muda, Mahasiswa, dan Aktivis Pemuda di Yogyakarta

Krisis Politik di Malaysia sampai saat ini masih belum terselesaikan, bahkan dapat dikatakan dalam keadaan yang berkepanjangan. Hal ini dilatarbelakangi dari mundurnya Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri Malaysia pada bulan Februari 2020 yang disebabkan dari adanya permainan politik yang begitu licik dari koalisinya sendiri. Sehingga, beliau kemudian digantikan oleh anak buahnya sendiri yang ternyata merupakan seorang pengkhianat politik dari Aliansi Politik Pakatan Harapan, yaitu Muhyiddin Yassin.

Semenjak beliau menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, banyak sekali isu-isu yang mulai terjadi dari Peristiwa Kerajaan Pintu Belakang di mana peristiwa ini merupakan sebuah langkah yang dilakukan oleh para tokoh politik dalam melemahkan koalisi politiknya sendiri. Langkah yang dilakukan oleh Muhyiddin Yassin dan sekutunya mampu mendapatkan peran mereka dalam menggantikan kekuasaan Mahathir Mohamad yang mengundurkan diri. Mereka mendirikan sebuah Aliansi Politik baru yaitu Koalisi Perikatan Nasional.

Serta, tidak lupa juga bahwa hingga saat ini Pandemi Covid-19 yang belum kunjung ditangani dengan baik. Sempat Malaysia mengalami penurunan kasus penyebaran Virus Covid-19, namun kembali lagi naikhingga pada akhirnya beliau menetapkan Kebijakan Darurat di Malaysia. Kebijakan ini tentu menuai pro dan kontra dari seluruh kalangan masyarakat dan pejabat diMalaysia yang dinilai menghambat perekonomian dan aksesbilitas Malaysia. Sehingga, Muhyiddin Yassin merasa terjebak di situasi yang genting saat ini.Hal ini juga bisa menjadi bagian latar belakang dari mundurnya beliau sebagaiPerdana Menteri Malaysia.

Muhyiddin Yassin dan Kesalahan pada Kebijakannya

Pandemi Covid-19 ini membuat seluruh pemimpin negara harus memeras otak dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu menjadi titik tumpu bagi seluruh masyarakat yang harus ditaatinya. Namun, terdapat sebuah kebijakan yang dinilai kontroversi oleh Muhyiddin Yassin yaitu melakukan pencabutan Kebijakan Darurat Covid-19.

Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia harus dilaporkan dan diterima oleh Yang Dipertuan Agong Malaysia, Raja Abdullah dari Pahang. Serta, kebijakan ini harusnya tetap dilanjutkan karena masih maraknya Virus Covid-19. Kebijakan Darurat ini sudah didukung dan diterima oleh Raja Malaysia sebelumnya, namun ketika kebijakan yang berjalan tersebut kemudian dicabut secara diam-diam tanpa meminta atau menerima restu dari raja yang membuat pihak kerajaan merasa kecewa dengan langkah tersebut.

Hal inilah yang mengakibatkan sebagian besar masyarakat di Malaysia meminta PM Muhyiddin Yassin untuk meletakkan jawatan atau mundur sebagai Perdana Menteri Malaysia. Tidak lupa juga, adanya ancaman berupa Mosi Tidak Percaya pun terus bergulir untuk Sidang Parlemen Malaysia yang direncanakan pada bulan September 2021. Seiring berjalannya waktu, pencabutan kebijakan ini juga yang mengakibatkan jumlah korban positif Covid-19 semakin meningkat. Hal ini dapat dikatakan bahwa Pemerintah di bawah Rezim Muhyiddin Yassin telah mengambil langkah yang salah hingga berakibat fatal.

Kesalahan fatal tersebut yang membuat PM Muhyiddin Yassin menyatakan pengunduran dirinya. Hingga saat itu, Malaysia mengalami kekosongan kekuasaan selama beberapa hari dan pada akhirnya, Wakil Perdana Menteri beliau, Ismail Sabri Yaakob ditunjuk oleh Raja Malaysia untuk menggantikan Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri Malaysia yang selanjutnya. Hal ini didasari dari jumlah kursi Dewan Rakyat Malaysia yang telah memenuhi ambang batas minimal kursi dari Aliansi politik untuk mendapatkan jatah sebagai Perdana Menteri Malaysia. Maka dari itulah krisis politik di Malaysia kembali lagi melanda ditahun 2021 yang terjadi pada Era Muhyiddin Yassin.

Tantangan Berat bagi Perdana Menteri Malaysia Baru

Semenjak kebijakan darurat lockdown dicabut oleh Muhyiddin Yassin hingga mengakibatkan kekuasaannya jatuh karena mengundurkan diri, hal ini tentu akan menjadi PR baru dan berat bagi Perdana Menteri Malaysia yang baru saja dilantik pada tanggal 21 Agustus 2021 lalu. Sebelumnya, Ismail Sabri Yaakob pernah berada dalam Kabinet Muhyiddin dan memegang jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri Malaysia. Tidak lupa juga, beliau merupakan bagian dari petinggi UMNO-Barisan Nasional. Namun, dengan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh kabinet sebelumnya tentu sosok seperti beliau pasti memahami dengan situasi yang mencekam di masa Pandemi Covid-19 ini.

Berdasarkan dari data yang tersedia bahwa jumlah kasus positif Covid-19 di Malaysia saat ini sekitar 1,844,835 pasien dari data yang terupdate pada hari ini, Minggu 5 September 2021. Angka ini tentu dikatakan bahwa Malaysia sedang mengalami peningkatan penyebaran Virus Covid-19 yang berakibat penambahan kasus positif yang kian meledak dan disertai dengan melakukan pengecekan (testing) yang cukup tinggi dan memenuhi standar WHO. Padahal, masyarakat yang telah diberikan vaksin Covid-19 berada dalam persentase sekitar 48,3% yang telah diberikan dosis kedua. Hal ini bisa dikatakan bahwa Malaysia hampir mencapai separuh masyarakat yang telah mendapatkan kekebalan tubuh dari vaksin yang dapat melindungi dari menyebarnya serangan virus yang kian mengganas di Negeri Jiran tersebut.

Kemudian, adapun hal yang tidak boleh dilupakan oleh Pemerintah Malaysia di bawah kepemimpinan baru. Hal tersebut berupa penyaluran Bantuan Khusus Covid-19 (BKC) ke seluruh masyarakat yang membutuhkan di Malaysia. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak sekali masyarakat Malaysia yang tidak bisa melanjutkan kegiatannya akibat dari pemberlakuan pembatasan mobiliasi oleh Pemerintah Malaysia akibat maraknya kasus positif Covid-19.

Akan tetapi, dengan memberikan BKC tersebut maka hal ini tentu menjadi semacam penggantian dana dari Pemerintah Malaysia kepada masyarakat atas terdampak dari situasi seperti ini. Hal ini bertujuan agar stimulus perekonomian di Malaysia tetap berjalan secara stabil dan masyarakat mampu bertahan hidup dimasa pandemi yang belum kunjung selesai sampai sekarang.

Pelajaran Penting untuk Malaysia di Situasi Saat ini

Pemerintah Malaysia seharusnya memiliki kesadaran diri mereka dalam menghadapi situasi yang sulit seperti ini. Akan tetapi, krisis politik yang terjadi ini sangat mengganggu dengan peran yang dijalankan oleh pemerintah dalam melawan pandemi Covid-19 ini. Dan juga, krisis politik juga membuat berbagai wewenang, program, dan kebijakan yang akan dikeluarkan dan dibahas oleh pemerintah menjadi kacau dan tidak kunjung selesai.

Sebenarnya, Malaysia bisa saja mencapai herd immunity, akan tetapi harus memerlukan semacam kebijakan darurat lockdown yang ketat, penyaluran Bantuan Khusus Covid-19 (BKC) yang semakin dipercepat, hingga melakukan penutupan secara ketat terhadap jalur internasional.

Oleh karena itu, Pemerintah Malaysia harus memberlakukan kebijakan secara konsisten dan memihak kepada masyarakat Malaysia. Masalah mengenai krisis politik yang terjadi tentu seharusnya menjadi masalah yang berada di bawah dari masalah penanganan pandemi Covid-19 ini atau dibahas setelah mengendalikan pandemi ini.

Aldho Faruqi Tutukansa
Aldho Faruqi Tutukansa
Seorang Penulis Muda, Mahasiswa, dan Aktivis Pemuda di Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.