Sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan inovasi kemasan berkelanjutan bernama CocoWrap, sebuah alternatif plastik bubble wrap berbahan dasar sabut kelapa. Produk ini hadir sebagai solusi terhadap persoalan limbah plastik yang kian meningkat di sektor logistik dan pengemasan.
Tim ini terdiri dari I Komang Gopal Davinsi (Teknik Industri) sebagai Chief Executive Officer, berkolaborasi dengan Muhammad Rifqi (Teknik Industri) selaku Chief Technology Officer, Kavina Nitiakevala Akbari (Farmasi) sebagai Chief Production Officer, Umi Muthoharoh (Akuntansi) sebagai Chief Financial Officer, dan Lidya Ramadhani (Teknologi Industri Pertanian) sebagai Chief Marketing Officer.
CocoWrap dibuat dari selulosa sabut kelapa yang dipadukan dengan polyvinyl alcohol (PVA) dan beeswax. Kombinasi ini menghasilkan kemasan yang tidak hanya tahan lembap, tetapi juga terurai secara hayati serta dapat dikomposkan. Produk ini dikembangkan melalui skema Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan dengan dukungan pendanaan dari SIMBELMAWA.
Tahapan program dimulai dari pengumuman pendanaan, dilanjutkan dengan pelaksanaan PKM, penyusunan laporan kemajuan, pelaksanaan PKP2, hingga penerbitan laporan akhir. Puncaknya adalah PIMNAS, dengan total waktu pelaksanaan sekitar lima bulan.
Permasalahan sampah plastik menjadi latar belakang lahirnya inovasi ini. Menurut laporan SIPSN, pada tahun 2024, Indonesia menghasilkan lebih dari 33,61 juta ton sampah, di mana plastik menjadi salah satu penyumbang terbesar karena berbasis polimer minyak bumi yang sulit terdegradasi. Lonjakan transaksi belanja online sebesar 62% bahkan mendorong peningkatan penggunaan kemasan plastik hingga 96%, termasuk bubble wrap yang berkontribusi signifikan terhadap timbulan sampah (Arbintarso et al., 2022).
Sabut kelapa dipilih sebagai bahan utama CocoWrap karena kandungan selulosanya yang mencapai 26,64–43,44% (Hidayati, 2021). Material ini tergolong biodegradable, biokompatibel, tidak beracun, dapat diperbarui, dan ramah lingkungan (Rahmasari et al., 2022). Menurut data BPS Yogyakarta (2023), produksi kelapa di DIY mencapai 53,22 ton per tahun, namun sebagian besar sabut kelapa dari produksi tersebut belum termanfaatkan dan berakhir sebagai limbah.
Inovasi CocoWrap juga sejalan dengan arah kebijakan RPJMN 2025–2029 yang menekankan ekonomi hijau, serta dokumen KLHS RPJMD DIY 2022–2027 yang menargetkan pengurangan dan pengelolaan sampah berkelanjutan. Dengan memanfaatkan limbah sabut kelapa yang sebelumnya terbuang, CocoWrap tidak hanya menawarkan solusi pengganti bubble wrap plastik, tetapi juga mendukung agenda pembangunan berkelanjutan nasional maupun daerah.
Untuk pemasaran, tim menargetkan wilayah Kota Yogyakarta, Bantul, dan Sleman yang menjadi pusat marketplace, industri kreatif, serta kerajinan. Seiring peningkatan kualitas produk dan penguatan finansial, komersialisasi CocoWrap juga akan diperluas ke tingkat nasional. Seluruh proses produksi dilaksanakan di laboratorium Teknologi Industri Pertanian UGM dengan standar mutu yang ketat agar mampu menjawab tantangan sekaligus mencapai tujuan yang ditetapkan tim.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang CocoWrap, ikuti media sosial resmi tim:
- Instagram: @cocowrap_pkmkugm
- TikTok: @cocowrap_pkmkugm
- Email: cocowrap999@gmail.com