Salah satu warisan cendikiawan Indonesia yang sangat membanggakan adalah karya sastra. Sastra umumnya dikatakan sebagai sebuah karangan yang tidak mengandung fakta tetapi fiksi. Sastra dibedakan dari beragam jenis tulisan lain, seperti berita, laporan perjalanan, sejarah, biografi, dan tesis, sebab jenis-jenis tulisan itu menyampaikan informasi berupa fakta. Dengan demikian menurut penjelasan tersebut, jelas bahwa sastra merupakan segala jenis karangan yang berisi dunia khayalan manusia, yang tidak bisa selalu dihubungkan dengan kenyataan. Sampai saat ini sudah jutaan karya sastra yang telah diterbitkan dan dibagi dalam periodisasi waktu.
Di dalam setiap periodisasi waktu, terdapat tokoh-tokoh fenomenal yang namanya masih terus harum hingga saat ini. Seperti salah satunya seorang sastrawan yang akan kita bahas pada bacaan ini yaitu Chairil Anwar. Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas mengenai beliau yang juga merupakan salah satu sastrawan Indonesia pada periode Angkatan 45, karena saya ingin mengetahui dan mengenal sosok Chairil Anwar terutama dalam bidang karya sastranya dan juga para pembaca sekalian agar bisa ikut mengenal sosok beliau.
Tujuan penulisan bacaan ini agar kita semua bisa mengenal dan mengetahui sosok sastrawan Indonesia yang sangat terkenal hingga sekarang ini, dari kisah perjalanannya sebagai seorang sastrawan terkenal dan dari beberapa karya terbaik sastranya. Dan manfaat yang akan penulis dan para pembaca dapatkan adalah berupa tambahan wawasan mengenai karya-karya sastra melalui salah satu tokoh sastrawannya, dan juga kita bisa mengetahui dan mengenal tentang sosok sastrawan Indonesia yaitu Bapak Chairil Anwar.
Chairil Anwar merupakan penyair terkenal di Indonesia. Masyarakat Indonesia terutama para mahasiswa yang mengambil jurusan sastra, pasti sudah tak asing lagi tentang sosok beliau. Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Beliau merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Ayahnya adalah seorang Bupati Indragiri, Riau yang tewas dalam Pembantaian Rengat. Chairil memiliki sebuah hubungan persaudaraan dengan Sutan Syahrir yang merupakan Perdana Menteri pertama Indonesia. Chairil Anwar mulai menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dan saat usianya mencapai 18 tahun, beliau sudah tidak lagi bersekolah.
Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, beliau bertekad menjadi seorang seniman. Beliau lahir dan dibesarkan di Medan sebelum pindah ke Batavia (sekarang berganti nama menjadi Jakarta) bersama Ibunya pada tahun 1940, di mana beliau mulai menekuni dunia sastra.
Beliau dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” dari karyanya yang berjudul “Aku”. Beliau diperkirakan telah menulis sebanyak 96 karya, dan termasuk 70 puisi. Chairil Anwar bersama Asrul Sani dan Rivan Apin, dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan 45 sekaligus puisi modern Indonesia. Beliau mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942.
Puisinya mengikat berbagai tema, mulai dari pemberontakan, individualisme, kematian, eksistensialisme, dan juga multi-interpretasi. Meskipun tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, ia dapat menguasai berbagai macam bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Beliau juga mengisi waktunya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Para penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Karya-karyanya sangat berpengaruh pada masanya dan membantu berkembangnya puisi kontemporer di Indonesia. Salah satu karya puisinya yang paling terkenal yaitu puisi yang berjudul Aku dan Krawang-Bekasi. Puisi karya Chairil Anwar yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak, kita bisa melihatnya di dalam buku kompilasi yang berjumlah tiga buku. Kompilasi ini diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, yakni Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950).
Pada tanggal 28 April 1949, Chairil menghembuskan nafas terakhirnya akibat mengidap berbagai penyakit. Oleh sebab itu, hari kematiannya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar, untuk mengenang karya-karyanya. Meskipun hidupnya tidak lama, tetapi bisa dikatakan bahwa keinginannya untuk hidup seribu tahun lagi bisa terlaksana berkat karya-karya yang ia ciptakan. Di mana karya-karyanya hingga sekarang terbukti masih digemari oleh banyak orang.
Hampir semua karya beliau merujuk pada kematian seolah ia telah menyadari bahwa dirinya akan meninggal di usia muda, seperti yang dikemukakan oleh seorang kritikus sastra Indonesia asal Belanda yaitu A. Teeuw. Selain itu, banyak dari karya-karyanya tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir ciptaan beliau yaitu Cemara Menderai Sampai Jauh.