Sabtu, Maret 15, 2025

Catatan Singkat: Tantangan dan Dampak PSN Jalan Tol

Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Penerima Anugerah anugerah Talenta Riset dan Inovasi dari BRIN berdasarkan SK Deputi SDMIP BRIN Nomor 32/II/HK/2024. Seorang Alumnus Kebangsaan Lemhannas RI Tahun 2024 bagi Kader Pemimpin Muda Nasional (KPMN). Selain itu, juga aktif sebagai Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, serta Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK. ​
- Advertisement -

Jalan tol merupakan proyek infrastruktur strategis di Indonesia. Perannya sangat penting sebagai tulang punggung pembangunan ekonomi Indonesia. Pada masa Pemerintahan Jokowi, proyek strategis nasional atau PSN sebagai dokumen penting untuk memandu pembangunan proyek infrastruktur penting dan strategis mulai dari Trans Papua hingga jalan tol di luar Jawa, hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  tersebut dijelaskan bahwa hingga akhir tahun 2024 utamanya untuk meningkatkan konektivitas jalan nasional. Melalui penyelesaian jalan dan jembatan Pansela Jawa, perbatasan di Kalimantan dan Papua, dukungan Ibu Kota Negara (IKN). RPJMN juga mengatur terkait dukungan jalan dan jembatan terhadap lima Program Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), dukungan jalan dan jembatan pada Pulau Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T), jalan dan jembatan Trans Papua-Papua Barat, serta penyelesaian jalan tol Trans Sumatera bersama Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Dalam melakukan pembangunan jalan tol, pemerintah menggunakan skema pembiayaan yang berasal dari APBN maupun Non APBN. Pemerintah mendanai pembangunan jalan tol dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pembiayaan penuh oleh swasta, program kerja sama swasta-publik (Public Private Partnership/PPP) atau KPBU, serta pembiayaan pembangunan oleh Pemerintah dengan operasi dan pemeliharaan oleh swasta. Pada artikel kali ini, penulis tidak membahas terkait apa saja Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalan Tol yang sudah dibangun pemerintah, namun mengerucut membahas terkait pembiayaan jalan tol di Indonesia yaitu Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

KPBU atau yang lebih sering dikenal sebagai skema Public-Private Partnerships (PPP) adalah sebuah skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang berdasarkan pada kerja sama antara Pemerintah dan badan usaha (swasta). Skema penyediaan layanan infrastruktur untuk kepentingan umum ini didasarkan pada suatu perjanjian (kontrak) antara Pemerintah yang diwakili oleh Menteri/Kepala Lembaga/Pemerintah Daerah, yang disebut sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dan pihak swasta, dengan memperhatikan prinsip pembagian risiko di antara para pihak.

Dengan adanya skema KPBU, secara potensial dapat mendukung peningkatan kualitas APBN dalam hal bisa mengurangi tekanan APBN dan APBD untuk mengalokasikan belanja modal untuk konstruksi di awal proyek sehingga bisa diharapkan mengurangi keseimbangan primer negatif.

Selain itu, skema KPBU juga mempermudah pemerintah untuk membangu jalan tol di berbagai daerah, sehingga alokasi APBN tidak menumpuk di salah satu pembangunan jalan tol. Apabila berbicara percepatan pembangunan yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo, skema ini secara kuantitatif dapat mempercepat pengerjaan pembangunan jalan tol dengan tidak bergantung kepada APBN saja.

Persepsi Publik terhadap Pembiayaan Pembangunan Jalan Tol

Masyarakat awam masih ada beranggapan bahwa jalan tol yang dibangun oleh Pemerintah Pusat akhirnya untuk dijual, di mana jalan tol yang dibangun hanya sekadar untuk dimiliki oleh swasta. Padahal, faktanya bukan demikian. Sebagai dasar hukum, pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum salah satunya adalah jalan tol. Penulis menegaskan bahwa jalan tol merupakan aset/harta negara yang dipergunakan untuk kepentingan umum.

Jadi, kepemilikan aset jalan tol tetap merupakan milik pemerintah. Itu mengapa pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol dilakukan oleh pemerintah bukan investor/badan usaha, karena asetnya akan tetap milik pemerintah. Dengan skema KPBU, sebenarnya keberadaan BUMN maupun swasta, hanya bertindak sebagai pengelola atau badan usaha jalan tol (BUJT). Nantinya mereka memperoleh konsesi (hak/izin) dalam jangka waktu tertentu antara 35-50 tahun. Masa  konsesi yang panjang tersebut untuk mengganti investasi yang dikeluarkan untuk membangun jalan tol tersebut. Adapun penggantian dana investasi tersebut berasal dari pungutan yang dibayarkan pengendara setiap melewati jalan tol.

Setelah habisnya masa konsesi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022, bahwa pengelolaan jalan tol akan dikembalikan kepada pemerintah pusat. Pemerintah juga dapat mengalihkan status jalan tol menjadi jalan bebas hambatan non-tol, atau menugaskan BUMN untuk mengelola.

Anggapan yang berkembang di masyarakat tentang pemerintah menjual jalan tol, mungkin sejalan dengan kurangnya informasi yang lebih detail diakses masyarakat. Nicholas Martua Siagian menegaskan bahwa tidak ada jalan tol yang asetnya dimiliki oleh asing, semuanya mutlak milik negara. Namun, untuk investasi dan pengelolaannya, badan usaha diberikan konsesi dengan jangka waktu tertentu. Setelahnya akan kembali dan dikelola oleh pemerintah pusat.

- Advertisement -

Secara praktis, telah dibuktikan bahwa skema KPBU juga telah diimplementasikan untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, baik untuk proyek yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Akan tetapi untuk meningkatkan peran skema KPBU dalam pembiayaan infrastruktur pusat maupun daerah, masih banyak tantangan yang perlu dijawab dan diselesaikan oleh pemangku kepentingan dalam penyediaan infrastruktur publik di Indonesia.

Meskipun tantangannya besar, manfaat dari pembangunan jalan tol sangatlah signifikan bagi perekonomian Indonesia. Konektivitas yang lebih baik memungkinkan distribusi barang dan jasa menjadi lebih efisien, mengurangi biaya logistik, dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Jalan tol juga membuka akses bagi daerah-daerah terpencil untuk berkembang, menarik investasi baru, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan tersambungnya berbagai wilayah di Nusantara, ketimpangan ekonomi antar daerah dapat dikurangi, mendorong pemerataan pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam jangka panjang, pembangunan jalan tol bukan hanya tentang infrastruktur fisik, tetapi juga investasi bagi masa depan ekonomi bangsa. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan agar proyek ini dapat berjalan optimal. Dengan mengatasi tantangan pembiayaan dan hambatan teknis lainnya, pembangunan jalan tol dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi Indonesia.

Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Penerima Anugerah anugerah Talenta Riset dan Inovasi dari BRIN berdasarkan SK Deputi SDMIP BRIN Nomor 32/II/HK/2024. Seorang Alumnus Kebangsaan Lemhannas RI Tahun 2024 bagi Kader Pemimpin Muda Nasional (KPMN). Selain itu, juga aktif sebagai Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, serta Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK. ​
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.