Bulldozer tak asing bagi kita. Bulldozer merujuk pada kendaraan alat berat yang berfungsi untuk membantu menangani material proyek atau membuat timbunan material, penggalian, merobohkan bangunan, meratakan tanah, mengangkut sampah dan sebagainya. Fungsi tersebut menunjukan Bulldozer memiliki manfaat yang amat besar dalam pembangunan.
Tapi bagi sebagian orang yang berhadapan dengan Bulldozer, menghadang Bulldozer yang seringkali digunakan untuk penggusuran, pengusiran, perampasan lahan serta pemaksaan.
Pejuang seperti Aleta Ba’un, menghadang Bulldozer dari para penambang yang menggerus pegunungan menjadi dataran, merusak alam untuk mengusai masyarakat Molo Nusa Tenggara Timur yang menyimpan kekayaan marmer (Romli, 2008: th).
Rachel Corrie seorang aktivis perdamaian Amerika Serikat (23 tahun) dari Washington, harus berkalang tanah setelah dilindas Bulldozer Israel pada 2003, ketika membela hak Palestina, ia telah banyak menghadang Bulldozer, tapi tak mengira peristiwa itu adalah akhir dari segalanya (dilansir Andolu Agency)
Bulldozer yang perkasa tak hanya menyisakan tragis bagi Aleta Ba’un dan Rachel Corrie, tapi juga menyimpan sejarah penguasaan lahan, termasuk di Wadas. Bulldozer telah ada dan dijadikan alat penguasaan oleh Belanda ketika melakukan penguasaan hutan oleh negara melalui kebijakan tahun 1865 yakni Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dengan menetapkan Ordonansi Kehutanan yang berlaku di Jawa dan Madura. Undang-Undang ini mengadaptasi pendekatan kontrol negara terhadap tanah hutan dan sumber daya.
Bahkan, Inkuiri Komnas HAM menyebut, UU Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.35/PUU-X/2012 mendorong terjadinya dominasi hutan negara dan korporasi-korporasi yang menguasai hutan termasuk hutan adat (Inkuiri Nasional, Komnas HAM)
Operator Bulldozer harus waspada saat menghadapi situasi membahayakan. Begitupula dengan warga Wadas yang harus waspada jika Bulldozer sudah banyak ditemukan di lahan-lahan mereka, artinya pekerjaan yang tertunda akibat konflik akan segera dimulai. Suara-suara lantang untuk menghentikan Bulldozer beroperasi di Wadas, bahkan putusan MK untuk PSN yang disandarkan pada UU Cipta Kerja, ditangguhkan berdasarkan nomor 91/PUU-XVIII/2020, Walhi pun meminta penyelenggara Negara patuh dan tunduk pada putusan MK.
Periodisasi Bulldozer bergerak mengeruk tanah terkait dengan hak-hak masyarakat tentang tanah dapat dibagi dalam 5 periode, yaitu (1) Era Kolonial Belanda 1870—1942, (2) Era Pendudukan Jepang 1942—1945, (3) Era Awal Kemerdekaan 1945—-1965, (4) Era Orde Baru 1965—1998, (5) Era Reformasi 1999—2014. Masing-masing periode menyumbangkan tonggak penting kebijakan klaim negara atas tanah. Menggunakannya untuk pengendalian atas wilayah-wilayah yang disebut “kawasan hutan negara”.
Bulldozer dalam KBBI cara kerjanya menyerang. Sama halnya dengan penguasa yang menyerang dan menangkap yang tunggang-langgang hingga masuk hutan, mereka ditangkap namun segera dilepaskan karena publik riuh, dan nyali aparat ciut.
Unit Bulldozer yang menggunakan kabin selalu dilengkapi dengan pintu darurat. Berbeda dengan warga wadas yang secara turun-temurun bermukim di tanah Wadas, memiliki ikatan yang kuat dengan tanah, wilayah serta sumber daya alam maupun sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum, tak memiliki pilihan ketika darurat menyergap, mereka harus rela demi negara yang tak berpihak padanya.
Fungsi Lain Bulldozer dalam KBBI mengeruk. Mengeruk bagi warga Wadas, tak hanya tanah yang dikeruk, lahan tani maupun tambang. Juga banyak orang yang mengeruk keuntungan dari konflik Wadas, politisi segera memasang strategi pembelaan untuk popularitas adalah hal pasti dalam politisasi Wadas. Tapi agak sulit membedakan mana pembela dan mana pengeruk, karena mereka sama-sama lantang dan suaranya sumbang didengar publik yang tak menaruh percaya.
Tulisan danger disertai gambar Bulldozer atau tulisan warning dengan tanda serunya, kerap ditemui pada Bulldozer. Hal ini menunjukan potensi bahaya yang akan ditimbulkan saat pengoperasian Bulldozer. Padahal tak hanya operator yang akan menanggung bahaya.
Warga Wadas, terancam bahaya yang mengintai akibat pengerukan yang berpotensi menimbulkan longsor, kerusakan hutan bahkan penghilangan mata pencaharian berupa budidaya tanaman petai bernilai 241 juta per tahun, kayu sengon 2 miliar per tahun, vanili 266 juta pertahun serta durian 1.24 milyar pertahun. Belum lagi ragam Fauna yang terancam punah, akibat penambangan tersebut (Tempo.co, 9/02/2022).
Dalam mengoperasikan Bulldozer, sebelumnya harus menyingkirkan orang-orang yang berada disekitar Unit, karena akan menimbulkan bahaya. Sama halnya “duri-duri” dalam proyek pembangunan yang dituduhkan pada warga yang menolak, ada narasi yang menyatakan banyak kepentingan dan pengaruh agar warga menolak, sebanyak 80 persen menolak rencana penambangan quarry.
Sisanya, sebanyak 20 persen setuju dengan proyek tersebut dengan skema ganti untung. Perlu ditegaskan tak ada dalam kamus Besar Bahasa Indonesia soal “ganti untung”, yang ada adalah ganti rugi. Banyak simbol yang dapat ditafsirkan terkait manipulasi untung yang memberi kesan tak ada yang dirugikan. Padahal, saat bulldozer menggusur pemukiman yang kena imbas proyek toll Yogyakarta-Solo, Marjono menolak penggantian 600 ribu permeter. Lahan 171 meter persegi diganti Rp. 119,8 Juta (gridoto.com 2/12/2021). Bulldozer riwayatmu dulu dan kini penuh warna.