Pada 24 Desember 2018 tertanda pertama kali akun Instagram dengan username @Nurhadi_Aldo (selanjutnya Dildo) muncul dengan beberapa unggahan yang bertema politik. Pada saat itu, belum banyak antusiasme warganet menyambut kehadiran mesias-humoris yang datang tiba-tiba. Pun saya sendiri belum mengetahuinya.
Berselang satu minggu setelahnya, berdasarkan rasa ingin tahu dan separuh muak dengan konten-konten berita media arus utama yang gemar menciptakan ring tinju virtual yang tak lain dan tak bukan adalah karena faktor politis, saya memulai pencarian dari beranda explore milik Instagram. Saya ketik perlahan di mesin pencari dengan kata kunci “Nurhadi”.
Persis, setelah hampir tidak sampai satu detik, mesin pencari Instagram merekomendasikan beberapa nama yang berhubungan dengan kata kunci Nurhadi. Lantas saya kepoin satu persatu dengan harapan tidak akan mengikuti akun yang salah.
Ketemu, akun dengan username ini memiliki pengikut yang pada saat pertama kali saya mengikutinya berada di angka 17 ribuan pengikut dan 0 diikuti. Sampai pada tulisan ini dibuat, pengikut akun Dildo sudah mencapai angka 107 ribu pengikut. Saya membatin, lonjakan yang sangat fantastis untuk sebuah akun media sosial yang masih berumur jagung saja belum.
Ada beberapa hal yang membuat saya terduduk melamun, apa sebenarnya yang terjadi beberapa hari ini di lingkungan masyarakat kita dan di jagat maya, sehingga akun Dildo mempunyai lesatan pengikut yang luar biasa cepat dibanding laju bus-bus hijau Transjogja yang hobi klakson tiap 10 meter sekali. Saya berimajinasi, apakah ini yang dinamakan dengan datangnya mesiah kecil dalam hiruk-pikuk perebutan kursi elektoral yang akan dipertandingkan April nanti? Saya tidak dapat memastikan.
Beberapa hari kemudian kawan-kawan setongkrongan warung kopi membicarakan Dildo dengan ekspresi kebahagiaan paling subtil. Mereka tidak segan-segan membacakan motto-motto dan program kerja pasangan capres fiktif yang di usung oleh “Koalisi Indonesia Tronjal-Tronjol Maha Asik” ini dengan lantang dan sambil tertawa-tawa seperti golongan reformis yang berhasil menumbangkan rezim totalitarian Orba.
Program kerja, motto, dan kata mutiara yang ditampilkan menyimpan akronim yang tidak kalah hebat menegangkan si anu ketimbang jadwal ujian pendadaran mahasiswa basi yang diumumkan secara mendadak. Bagi kawan-kawan, Dildo adalah ekspresi paling gelap atas ketidakpuasan manusia terhadap pilihan-pilihan tidak menyenangkan dalam politik. Dildo adalah personifikasi kemuakan dalam cakrawala paling tinggi yang hanya bisa di ekspresikan dengan humor dan canda tawa.
Fenomena ini kemudian menjadi sangkaan awal saya bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden ini adalah fiktif dan tidak benar-benar ada secara nyata. Orang-orang dalam potret yang bertebaran sebagai Nurhadi dan Aldo adalah orang yang tidak ada dalam kehidupan kita. Tapi ternyata salah.
Di linimasa kepunyaan oom Mark Zuckerberg itu, saya kebetulan tergabung dengan grup alumni mahasiswa -walaupun saya lulus saja belum- yang membagikan tautan berisi berita yang dimuat oleh laman portal berita lokal murianews.com yang terbit pada 4 Januari 2019.
Laman berita ini menyatakan bahwa Nurhadi adalah warga atau manusia asli, bukan fiktif apalagi produksi tangan-tangan jahil nan kreatif ala editor foto-foto caleg parpol. Sontak saya terkaget-kaget dan tertawa, ternyata imajinasi saya soal kefiktifan aktor Nurhadi meleset jauh, seperti tendangan penalti dalam laga antara PSMP dan Kalteng Putra yang sempat viral itu.
Dikatakan bahwa Nurhadi adalah seorang yang kesehariannya memiliki pekerjaan sebagai tukang pijat kesehatan. Bapak empat anak ini pun ternyata memiliki komunitas yang bergerak dalam ngarai kata-kata bijak dan motivasi yang dinamakannya sendiri dengan sebutan komunitas Angka 10, dan betul senada dengan nomor urut dengan akronim yang luar biasa lucu. Batin saya, sedap betul bapak ini. Seketika, saya merasa dihantam dengan kenyataan paradoksal yang bertubi-tubi, hehe.
Kebutuhan batin saya atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial tadi sedikit terjawab. Kemudian saya lanjut dengan mencari tahu siapa sebetulnya inisiator yang mempunyai ide luar biasa lucu ini. Dan masih dalam keterangan yang ditulis oleh sumber berita awal, bahwa sebenarnya aktivitas ini diinisiasi oleh seorang fans berat bernama Edwin, pria berkebangsaan Sleman. Coba anda bayangkan, seorang tukang pijat kesehetan saja punya diehard-fans masa kalian tidak?
Lantas apa sebetulnya yang menjadi persoalan paling menarik dari fenomena ini? Ya mari kita ketawa-ketiwi saja dulu. Saya bisa mengasumsikan bahwa kebosanan kolektif kita terhadap lomba-lomba politik, tebar benih kebohongan, dan perang saling ejek di sosial media antara kubu cebong-kampret yang sudah kelewat batas menjadi pemicu awal pencarian udara segar ini.
Kegiatan baku-pukul aksara dan tunggang-tunggangan kuda di hampir seluruh jejaring sosial dan digosok terus oleh media arus utama direspon oleh inisiator Dildo dengan kejenakaan. Dan tentu, rakyat berakal sehat yang masih ingin menikmati udara segar permedsosan menyambut baik dan dengan segeralah bertebaran simpatisan-simpatisan dan tim sukses dari seluruh pelosok negeri.
Paslon ini tidak menawarkan program kerja yang to good to be true, tidak ada program kerja tanpa utang, tidak ada bangun infrastruktur sampai surga, atau bahkan matakuliah wajib mengaji Al-Quran. Program kerja mereka adalah program kerja yang sebetulnya sangat lucu dan akrab dengan kehidupan kita sehari-hari.
Sebut saja salah satunya menanam shockbreaker dalam tanah untuk mengurangi efek gempa tektonik yang sering terjadi akibat pergeseran lempeng-lempeng benua. Coba anda bayangkan, lucu atau tidak program ini adalah tergantung wawasan anda dalam memahami sparepart alat transportasi dan ilmu kebumian. Kalau saya sih, sampai terkentut-kentut ketika ada program naudzubillah begini.
Harusnya, kreativitas seperti ini tidak disia-siakan begitu saja oleh elit politik kita. Kalau hanya pakai isu bakar buku, surat suara sudah tercoblos padahal dicetak saja belum, joget natalan atau dangdutan, atau bahkan digebukin sampe boncos oleh semut rang-rang saya kira Dildo dan partai PUKI-nya adalah sebenar-benarnya suritauladan yang patut dicontoh sebagai Pelopor Untuk Kebahagiaan Indonesia.
Yha, kawan-kawanku semua, mari kita tertawa.