Kamis, April 25, 2024

Beban 100 Juru Bicara Tim Pemenangan Koalisi Jokowi-Ma’ruf

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas

Ingat, sebelum memikul atau menerima sebuah amanah harus mengerti dan faham akan tugas dan kewenangan, beserta tanggungjawab dari amanah yang akan diamanahkan kepada dirinya.

Banyak bermunculan seseorang yang diangkat menjadi seorang Jubir “Juru Bicara”. Jubir bisa atas nama sebagai perorangan, organisasi, perusahaan, lingkungan pemerintah “presiden dan kementerian”, instansi, bahkan parpol.

Sejarah mencatat sejak awal-awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia pernah mempunyai jubir atas nama Presiden, meskipun tidak semua presiden menunjuk langsung juru bicaranya. Pada era Presiden Soekarno yaitu Sukarjo Wiryopranoto menjabat Juru Bicara Kepresidenan yang di mulai pada 19 Agustus 1945 – 14 November 1945.

Era Presiden Abdurrahman Wahid ada Tim yang menjadi Juru Bicara yaitu Wimar Witoelar (Ketua), Adhie Massardi, Yahya C Staquf dan Wahyu Muryadi. Era Megawati, tidak ada Jubir, akan tetapi ada Pramono Anung, Sutjipto, Roy BB Janis, dan Bambang Kesowo yang kerap mengeluarkan komentar, mengatas namakan Megawati.

Era Presiden SBY memiliki juru bicara kepresidenan yang beranggotakan Dino Patti Djalal, Andi Alvian Mallarangeng dan Julian Aldrin Pasha. Pada awalnya Presiden Joko Widodo tidak memiliki juru bicara namun pada 12 Januari 2016 Presiden Jokowi mengangkat Johan Budi Sebagai Juru Bicara Kepresidenan yang di sebut-nya sebagai Staf Khusus Komunikasi Presiden.

Tugas seorang Juru Bicara adalah sebagai sosok yang menyampaikan sebuah pernyataan, informasi ataupun sebuah pemaparan dari seseorang atau organisasi tertentu kepada publik. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh juru bicara, harus difilter (telaah dan teliti) terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada khalayak ramai. Sebab, statetmen apapun yang sampaikan oleh Jubir dianggap sebagai representatif mewakili seseorang atau organisasi yang bersangkutan.

Tidak sembarang orang dapat menjadi Juru Bicara, karena seorang Juru Bicara sama sekali bukan seseorang yang memberikan peryataan secara pribadi. Seorang Juru Bicara menjadi cermin atau pandangan seseorang atau organisasi tertentu, baik hal itu bertentangan atau tidak sejalan dengan pandangan pribadinya sendiri.

Maka dari itu seorang Juru Bicara dipilih bukan karena Pintar Berbicara, Berdebat dan Berolah Vocal, melainkan dipilih karena penampilannya yang berkesan di depan publik dan loyalitasnya yang tinggi terhadap seseorang atau organisasi yang bersangkutan.

Seorang Juru Bicara bisa seorang Laki-laki maupun Perempuan. Contohnya saja Michael Jordan dan Isra Al Modallal Juru Bicara yang sukses dalam menajalankan tugasnya. Michael Jordan yang merupakan pemain basket dunia yang sangat mengesankan.

Seorang binaragawan dunia yang memiliki kerendahan hati dan sikap saling menghormati orang lain. Hal ini membuat banyak perusahaan besar kelas dunia seperti Coca-cola, McDonald’s, Chevrolet dan lain-lain mengunakan jasa MJ untuk Juru Bicara perusahaanya.

Organisasi Negara Palestina Hamas menunjuk seorang perempuan, yaitu Isra Al Modallal yang baru berumur 28 Tahun untuk menjadi Juru Bicaranya. Wanita kelahiran Kairo dari pengungsi Palestina ini tumbuh besar di Gaza, sekolah menengah atas di Bradford, Inggris sebelum akhirnya lulus jurusan Media Studies dari Islamic University of Gaza.

Al Modallal memiliki latar belakang Jurnalisme yang kuat, karena sebelumnya ia bekerja sebagai reporter televisi. Hamas berharap Al Modallal akan mampu menjembatani kepentingan perempuan palestina dan Hamas dengan dunia barat. Penunjukkan Al Modallal dengan akses inggris Yorkshire-nya menimbulkan reaksi positif.

Latar belakang seorang Juru Bicara perlu dilihat terlebih dahulu, setidaknya memahami tentang Media, Jurnalistik, Komunikasi dan Public Relations. Hal ini mutlak dimiliki oleh seorang Juru Bicara karena mereka akan berhadapan dengan public di mana seorang Juru Bicara akan  menyampaikan pesan yang diinginkan atau diharapkan oleh seseorang atau organisasinya.

Akan tetapi, realitanya saat ini banyak terjadi kesalahan tafsir akan Juru Bicara. Alih-alih menunjuk Juru Bicara agar mampu menyampaikan pesan dan pandangan, memperbaiki citra dan reputasi, seseorang atau organisasi tertentu, kenyataannya banyak yang malah berbalik menjadi boomerang yang membuat citra dan reputasi seseorang dan organisasi semakin jelek.

Contoh kasus dari belahan dunia, berkaitan dengan Juru Bicara yang dianggap tidak memberikan dampak potitif kepada seseorang atau organisasi bersangkutan, yang pada akhirnya terjadi pencopotan atau pemberhentian yaitu : Pada Tahun 2016 bakal calon presiden AS, Ted Cruz memecat juru bicaranya Rick Tyler karena menggungah video yang salah mengklaim bahwa rival kandidatnya dari Partai Republik, Marco Rubio menghina Alkitab.

Kemudian, Tahun Selanjutnya Presiden Donald trump memecat Antony Scaramucci dari jabatan Direktur Komunikasi. Sosok yang terkenal kontrovesial ini dipecat setelah yang bersangkutan mengelurakan kata-kata kasar pada kepala staf senior lainnya, padahal Antony baru menjabat 10 hari.

Di Indonesia seseorang yang dianggap tidak sukses menjadi seorang juru bicara adalah Ruhut Sitompul yang dinon-aktifkan dari jabatanya sebagai koordinator Juru Bicara Partai Demokrat. Alasan terkuat mengenai pencopotan Ruhut adalah karena Ruhut secara terang-terangan menyatakan dukunganya terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Karena ketika Pilgub DKI, PD mencalonkan AHY sebagai Cagub DKI. Maka hal tersebut melenceng dari keinginan Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina PD yaitu SBY beserta Kader PD lainnya. Dampaknya ketika Pilgub, AHY berada diposisi paling buncit hasil perolehan suaranya.

Setelah pendaftaran Capres/Cawapres 2019, kubu koalisi Jokowi-Ma’ruf Rekrut lebih dari 100 Juru Bicara di Tim Kampanye Nasional. Nama-nama yang masuk dalam Tim Jubir ini ternyata banyak figur yang kontroversi, seperti Farhat Abbas, Sunan Kalijaga dan Razma Arif Nasution. Tiga sosok Pengacara ini terkenal dan sering Viral dengan Kontrofersi-kontrofersinya yang sering menyita perhatian publik.

Perlu diingat, dengan banyaknya Jubir dalam tim kampanye Jokowi-Ma’ruf, bukannya berarti akan menjadi senjata ampuh untuk mendulang suara atau menyerang kubu lawan ketika Pilpres 2019. Bahkan akan menjadi senjata boomerang yang bisa membuat keadaan berbalik dan tidak sesuai dengan ekpektasi yang diinginkan. Para Jubir-pun harus berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu, satu suara dan tidak membuat kegaduan publik.

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.