Jumat, Maret 29, 2024

Bayangan Khashoggi dalam Upaya Diversifikasi Ekonomi Arab Saudi

Mohammad Aqshal Fazrullah
Mohammad Aqshal Fazrullah
Mahasiswa Hubungan Internasional.

April 2016 silam, Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS), mengumumkan program diversifikasi ekonomi Arab Saudi, yang dinamakan Saudi Vision 2030. Garis besar program tersebut untuk mendiversifikasi perekonomian Arab Saudi, hingga tidak hanya mengandalkan pemasukan dari sektor minyak. Hal ini tentunya mengharuskan Pemerintah Arab Saudi untuk fokus terhadap sektor ekonomi lainnya, salah satunya yaitu pariwisata.

Untuk menjadikan program ini berhasil, Pemerintah Arab Saudi gencar melakukan reformasi dan investasi. Banyak informasi yang beredar bahwa kehidupan di Arab Saudi sudah berubah. Bioskop kini dapat ditemukan, begitu pula wanita yang mengendarai mobil. Hal ini merupakan salah satu usaha Arab Saudi untuk mengubah image-nya di mata dunia. Dengan begitu, upaya diversifikasi ekonomi akan lebih mudah untuk dilakukan, terutama dalam pasar dunia yang nantinya perlahan-lahan akan mengurangi komoditas minyaknya.

Acara Olahraga Besar

Salah satu cara Pemerintah Arab Saudi untuk meningkatkan citra mereka adalah dengan menyelenggarakan acara-acara olahraga internasional. Jika dibandingkan dengan negara tetangganya, Arab Saudi bisa dibilang ketinggalan untuk melakukan ini. Bahrain telah menjadi salah satu tuan rumah penyelenggara Formula 1 sejak 2004.  Begitu juga Qatar yang menjadi tuan rumah Asian Games tahun 2006. Gelaran balapan internasional lainnya juga beberapa kali telah di gelar di Uni Emirat Arab.

Sementara itu, Arab Saudi juga telah menyelenggarakan beberapa acara olahraga internasional. Pada 2018, ibu kota Arab Saudi, Riyadh, menyelenggarakan pertandingan tinju kelas berat di bawah naungan WBO. WWE juga pernah menyelenggarakan pertandingan di Arab Saudi pada 2019.

Pada 2019 juga Arab Saudi menjadi tuan rumah penyelenggara pertandingan final Supercoppa Italiana, mempertemukan Juventus dan AC Milan. Berbagai acara olahraga tersebut, khususnya final Supercoppa Italiana, diisi oleh nama-nama atlet profesional yang populer bagi berbagai penggemar di seluruh dunia. Hal ini tentunya juga meningkatkan exposure bagi Arab Saudi itu sendiri sebagai tuan rumah.

Kritik yang Sama

Meskipun telah berupaya untuk meningkatkan citranya di mata dunia, namun kritik tetap berdatangan. Salah satu kritik yang cukup menjadi ‘ancaman’ bagi Arab Saudi adalah kritik tentang HAM. Jika dilihat dalam lingkup kawasan Semenanjung Arab, negara-negara lain juga mendapatkan kritik yang sama. Pada 2011, Grand Prix Bahrain dibatalkan karena kelompok aktivis HAM di Bahrain mendesak tim yang berkompetisi di Formula 1 untuk memboikot Grand Prix Bahrain karena peristiwa Arab Spring khususnya di Bahrain. Begitu juga dengan Qatar.

Sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA pertama di Timur Tengah, Qatar banyak sekali mendapat kritik dari organisasi-organisasi pemerhati HAM, karena banyaknya laporan yang menyebutkan bahwa sistem kerja bagi pekerja migran yang membangun infrastruktur merupakan salah satu perbudakan modern.

Cerita yang sama terjadi lagi, kali ini melibatkan Arab Saudi. Memang banyak sorotan terkait HAM di Arab Saudi, namun salah satu yang paling ramai dibahas adalah kasus Jamal Khashoggi. Khashoggi merupakan jurnalis asal Arab Saudi, hingga pada 2017, dia kurang disukai oleh Kerajaan hingga akhirnya mengasingkan diri ke Amerika Serikat. Di sana, Khashoggi kemudian menulis untuk Washington Post, yang mana artikelnya seringkali bernada kritik terhadap kebijakan MBS.

Pada September 2018, Khashoggi pergi ke Konsulat Arab Saudi di Turki, untuk mengurus dokumen, namun ia tidak pernah kembali dan dinyatakan hilang. Awalnya, pihak Arab Saudi membantah segala tuduhan yang mengatakan bahwa mereka merupakan dalang utama. Setelah terus didesak oleh komunitas internasional, Pemerintah Arab Saudi kemudian mengatakan bahwa pihaknya menginvestigasi 31 orang Arab Saudi, yang mana beberapa orang tersebut dijatuhi hukuman mati. Sementara itu, beberapa negara Barat memberikan sanksi tidak memperbolehkan masuk ke negara mereka bagi pelaku yang terlibat kasus tersebut.

Peristiwa ini menjadi tantangan berat bagi Pemerintah Arab Saudi, khususnya bagi program Saudi Vision 2030-nya. Banyak sekali konferensi yang akan digelar di Arab Saudi pada periode pasca hilangnya Khashoggi ditinggalkan oleh pesertanya. Banyak delegasi, baik dari pemerintahan ataupun perusahaan internasional, batal untuk mendatangi Future Investment Initiative Summit pada Oktober 2018. Diperparah oleh para investor, seperti Bill Gates, yang mengurungkan niat mereka untuk menanamkan modal mereka di Arab Saudi. Secara garis besar, kasus Khashoggi mencoreng muka Arab Saudi di mata dunia.

Joe Biden dan “Khashoggi Ban”

Pada 26 Februari, Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Joe Biden, merilis laporan kasus Khashoggi, yang menyimpulkan bahwa Putra Mahkota Muhammad bin Salman menyetujui untuk menangkap atau membunuh Jamal Khashoggi di Turki. Kesimpulan ini diantaranya didasarkan pada kontrol yang dimiliki oleh MBS pada proses pembuatan keputusan di lingkungan kerajaan dan keterlibatan langsung penasihat utama MBS dalam kasus tersebut.

Setelah laporan tersebut rilis, Menlu AS, Antony Blinken mengumumkan “Khashoggi Ban” dimana AS membatasi visa bagi individu yang, atas nama pemerintahan asing, telibat dalam aksi yang serius dan ekstrateritorial, termasuk megancam jurnalis, aktivis, atau orang yang dianggap pembangkang. Dengan aturan tersebut, Blinken menambahkan setidaknya ada 76 orang asal Arab Saudi yang diyakini termasuk kategori tersebut, yang bukan hanya terlibat dalam kasus Khashoggi.

Kelanjutan Saudi Vision 2030

Apa arti laporan ini bagi proses diversifikasi ekonomi Arab Saudi, khususnya di bidang pariwisata dan olahraga, masih belum jelas. Setidaknya, ada dua kemungkinan yang paling masuk akal. Yang pertama, seperti yang sudah-sudah, para investor, pebisnis, dan pelaku ekonomi lainnya, termasuk industri olahraga, membatalkan berbagai rencana mereka untuk berinvestasi di Arab Saudi karena laporan ini. Meskipun begitu, Arab Saudi tidak terlalu ‘menderita’ dengan kemungkinan yang pertama, mengingat Arab Saudi merupakan salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia. Hal ini, hanya akan menghambat proses diversifikasi ekonomi di Arab Saudi.

Kemungkinan yang kedua, yaitu investor dan pelaku ekonomi, tetap berinvestasi. Jika melihat sektor industri olahraga, Arab Saudi masih bisa tenang. Hal ini karena Formula E telah sukses menyelenggarakan balapan pertamanya di Diriyah, Arab Saudi untuk musim 2021. Pemilihan lokasi ini sangat tepat. Diriyah merupakan salah satu warisan dunia UNESCO, sehingga bisa meningkatkan jumlah turis ke tempat tersebut. Alasan lainnya yaitu Arab Saudi telah ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games tahun 2034.

Formula 1 juga akan digelar pertama kali di jalanan Jeddah pada akhir 2021. Hal ini adalah tugas bagi Pemerintah Arab Saudi, agar memastikan gelaran tersebut terselenggara. Masalahnya, Lewis Hamilton, pembalap sukses Formula 1, mengingatkan tentang Hak Asasi Manusia. Aktivisme yang dilakukan Hamilton bisa membahayakan kelangsungan GP Jeddah mendatang. Dengan popularitas yang dimiliki Hamilton, ajakan-ajakan seperti itu bisa menjadi sebuah gerakan populer.

Dengan begitu, ada dua kemungkinan, yaitu morality or money.

Mohammad Aqshal Fazrullah
Mohammad Aqshal Fazrullah
Mahasiswa Hubungan Internasional.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.