Selasa, April 23, 2024

Bahaya Perilaku Seks Pranikah Terhadap Kesehatan Remaja

Sarah Ramadhona
Sarah Ramadhona
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Masa transisi dari usia anak menuju dewasa disebut remaja. Remaja akan melalui banyak perubahan baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Menurut Kemenkes RI, Sifat khas yang melekat pada remaja antara lain rasa keingintahuan yang besar, senang akan petualangan dan tantangan serta cenderung berani mengambil konsekuensi atas perilakunya tanpa pertimbangan yang mendalam. Keterampilan hidup yang belum cukup memadai, membuat remaja rentan memiliki perilaku yang tidak sehat, antara lain melakukan hubungan seks pranikah.

Perilaku seksual pranikah adalah suatu kegiatan seksual yang muncul karena adanya hasrat seksual dengan lawan jenis sebelum mereka menikah. Bersumber dari laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2017 menunjukan bahwa 51 dari 100 remaja putri yang berada di wilayah Jabodetabek sudah pernah berhubungan seksual dengan pacarnya.

Perilaku seks pranikah di kalangan remaja menjadi permasalahan serius. Munculnya masalah seksualitas di kalangan remaja dipengaruhi berbagai faktor, antara lain perubahan hormonal yang membangkitkan hasrat seksual remaja. Adanya hasrat seksual ini membuat remaja mencari suatu hal yang dapat memuaskan diri. Diperparah dengan mudahnya mengaksesi video porno yang kini marak beredar membuat remaja terbiasa melihat pornografi dengan mudah akan melakukan hubungan seksual pranikah.

Tak jarang remaja yang beranggapan bahwa perilaku seks pranikah adalah sesuatu yang lumrah, padahal perilaku seks pranikah lebih banyak menyebabkan dampak buruk bagi kehidupan dan martabat remaja. Berikut ini adalah dampak buruk yang akan ditimbulkan dari perilaku seks pranikah remaja:

1. Kehamilan tidak diinginkan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi sebanyak 38 persen dari 200 juta merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Seringkali terjadi pernikahan dini secara terpaksa pada remaja akibat dari kehamilan tidak diinginkan, padahal remaja belum siap dari segi fisik, mental, sosial, dan ekonomi.

2. Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi

Perilaku seks remaja yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan menghadapkan remaja kepada dua pilihan berat, yaitu meneruskan kehamilannya atau menggugurkan kehamilannya. Tak jarang kasus kematian ibu terjadi karena hamil dan melahirkan dalam usia muda.

Kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian bayi pada 7 hari pertama kehidupannya juga menghantui remaja yang akan melahirkan di usia muda. Kemudian, Aborsi seringkali dianggap sebagai keputusan terbaik untuk mengatasi kehamilan tidak diinginkan. Berdasarkan yang dikemukakan BKKBN, 800 ribu dari 2,4 juta jiwa bayi yang di aborsi setiap tahunnya terjadi di kalangan remaja. Kejadian-kejadian ini memiliki pengaruh dalam peningkatan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.

3. Risiko tertular penyakit menular seksual

Perilaku seks yang dilakukan remaja memiliki risiko empat hingga lima kali lipat terkena penyakit. Mudah berganti pasangan dan melakukan perilaku seks yang tidak aman meningkatkan risiko tertular penyakit menular seksual seperti AIDS, gonore, sifilis, herpes, dan klamidia.

4. Trauma kejiwaan

Remaja akan merasa harga dirinya telah jatuh yang kemudian menimbulkan perasaan bersalah dan berdosa, cemas akan kehamilan, serta marah terhadap diri sendiri maupun kepada pasangan. Bahkan tak jarang penghakiman sosial terus tersosialisasi dalam dirinya yang kemudian mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar.

5. Memengaruhi perkembangan karakter

Akibat kondisi trauma kejiwaan, remaja berpeluang mempunyai kepribadian ganda atau penyakit mental lainnya karena adanya gangguan ketika masa remaja yang tidak mendapatkan penanganan dengan benar. Ini juga akan berakibat pada kejahatan remaja sehingga remaja akan terganggu jati dirinya

6. Ketergantungan emosional

Jika perilaku seks pranikah dilakukan berulang-ulang akan membentuk ikatan yang kuat secara mental, fisik, dan emosional. Secara ilmiah, hormon-hormon berperan dalam hal ini. Salah satu contoh hormon yang berperan adalah oksitosin. Hormon oksitosin yang telah diproduksi akan memengaruhi perilaku kognitif dan emosional. Bahkan menimbulkan rasa percaya dalam suatu hubungan. Perilaku seks pranikah berpotensi menimbulkan ketergantungan emosional sehingga memunculkan kecemasan kehilangan pasangan. Ini akan membuat remaja rela melakukan apa pun untuk mempertahankan hubungan.

Pendidikan sejak dini mampu menjadi langkah pencegahan bagi remaja agar terhindar dari perilaku seks pranikah. Orang tua memiliki peran strategis untuk melakukan pengawasan, menjadi seorang informan untuk mengedukasi remaja akan penntingnya menjaga kesehatan reproduksi dan seksualitas, serta menjauhi perilaku seks pranikah.

Remaja harus pandai memilih lingkungan pergaulan karena tak jarang remaja mencari pengetahuan seks dari teman sebayanya. Remaja juga harus meningkatkan kesadarannya karena seringkali perilaku seks terjadi akibat remaja merasa dampak buruk dari perilaku seks tidak relevan bagi dirinya.

Referensi

Dilla, V. F. et al., 2020. Pengetahuan Remaja Putri Tentang Bahaya Perilaku Seksual di Desa Kalisari dan Desa Kalijaya Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 11(1), pp. 51-55.

Girsang, L., 2020. Studi Kualitatif Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja di Kelurahan Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungin. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2(2), pp. 34-46.

Kasim, F., 2014. Dampak Perilaku Seks Berisiko terhadap Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanganannya. Jurnal Studi Pemuda, 3(1), pp. 39-48.

Migiana, F. D. & Desiningrum, D. R., 2015. Seks Pranikah bagi Remaja: Studi Fenomenologis pada Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual Pranikah. Jurnal Empati, 4(1), pp. 88-93.

Qomariah, S., 2020. Pacar Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja. Jurnal Kesmas Asclepius, 2(1), pp. 44-53.

Saputra, Y., S. & Azhar, B., 2020. Hubungan Paparan Pornografi melalui Media Sosial Internet terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(2), pp. 122-130.

Sukateni & Mayangsari, D., 2016. Persepsi Remaja Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan Akibat Perilaku Seksual Pra Nikah di Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobongan. Jurnal SMART Kebidanan, 3(1), pp. 33-42.

Sarah Ramadhona
Sarah Ramadhona
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.