Pemerasan dan pemalakan adalah dua istilah yang sering digunakan secara bergantian, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pemerasan mengacu pada tindakan seseorang yang memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dengan ancaman tertentu, baik secara fisik, psikis, atau ancaman membuka rahasia yang bisa merugikan korban.
Dalam hukum pidana Indonesia, pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP dan sering kali melibatkan perencanaan serta sistematis dalam pelaksanaannya. Ancaman yang digunakan bisa beragam, dari ancaman kekerasan hingga ancaman sosial seperti penyebaran informasi rahasia.
Salah satu contoh pemerasan yang sering terjadi adalah pemerasan online, di mana seseorang mengancam akan menyebarkan foto atau video pribadi korban jika tidak diberikan uang.
Ini menunjukkan bahwa pemerasan tidak selalu dilakukan secara langsung, tetapi bisa berbentuk ancaman yang memanfaatkan kerentanan korban. Pemerasan cenderung dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan korbannya, sehingga korban merasa terpaksa untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Di sisi lain, pemalakan lebih sering terjadi di tempat umum dengan cara yang lebih terang-terangan. Biasanya dilakukan secara spontan dan melibatkan intimidasi langsung. Contohnya adalah sekelompok preman yang meminta “uang keamanan” kepada pedagang atau sopir angkot di terminal.
Tindakan ini sering kali dilakukan tanpa rencana yang matang, dan pelaku langsung meminta sesuatu dari korban dengan gaya kasar atau menakutkan. Pemalakan sering dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari di beberapa lingkungan, meskipun tetap termasuk tindakan kriminal. Pemalakan juga kerap terjadi di sekolah-sekolah, di mana siswa yang lebih tua menekan siswa yang lebih muda untuk menyerahkan uang atau barang berharga lainnya dengan ancaman kekerasan fisik atau psikologis.
Dari sisi hukum, pemerasan dan pemalakan sama-sama termasuk dalam tindak pidana. Namun, pemerasan sering kali dihukum lebih berat karena unsur ancaman yang lebih luas dan dampaknya yang lebih serius bagi korban. Pemalakan, meskipun cenderung lebih kecil skalanya, tetap merupakan kejahatan yang bisa merugikan individu dan masyarakat secara luas. Dampak dari kedua tindakan ini bisa sangat besar, tidak hanya dalam hal kehilangan materi, tetapi juga dalam menciptakan rasa takut dan ketidakamanan di lingkungan tempat tinggal atau bekerja.
Di beberapa daerah, pemalakan menjadi masalah yang sulit diberantas karena dianggap sebagai bagian dari budaya premanisme yang sudah mengakar. Banyak orang yang memilih untuk diam dan membayar daripada melaporkan kejadian tersebut karena takut akan pembalasan dari pelaku. Hal yang sama juga terjadi pada kasus pemerasan, di mana korban sering kali merasa tidak punya pilihan selain menuruti permintaan pelaku karena takut akan konsekuensi yang lebih buruk.
Upaya pemberantasan pemerasan dan pemalakan membutuhkan pendekatan yang komprehensif, tidak hanya dari sisi penegakan hukum, tetapi juga dari sisi edukasi dan pencegahan. Pemerintah dan aparat keamanan harus lebih proaktif dalam menangani kasus-kasus ini, dengan memberikan perlindungan bagi korban yang berani melapor. Selain itu, masyarakat juga harus lebih sadar akan hak-haknya dan tidak membiarkan tindakan pemerasan dan pemalakan terus berlanjut.
Dalam dunia modern yang semakin maju, teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk mengurangi kasus pemerasan dan pemalakan. Misalnya, penggunaan CCTV di tempat-tempat umum dapat membantu mengidentifikasi pelaku pemalakan, sementara pelaporan online bisa menjadi solusi bagi korban pemerasan yang takut melapor secara langsung. Media sosial juga bisa menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dari tindakan kriminal semacam ini dan mendorong orang-orang untuk lebih berani dalam menghadapi pelaku kejahatan.
Meskipun berbeda dalam cara kerja dan skala, keduanya tetap merupakan bentuk kejahatan yang harus ditindak dengan tegas. Kesadaran masyarakat, ketegasan hukum, dan peran aktif dari berbagai pihak akan sangat menentukan apakah praktik pemerasan dan pemalakan bisa dikurangi atau tetap menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.