Sabtu, April 20, 2024

Andai AHY Serius Menjadi Oposisi

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka

Meskipun harus bersikap netral, tetapi untuk membayangkan posisi sebagai seorang oposan, pasti tidak bisa tepat seperti yang dirasakan oleh kalangan oposisi yang sebenarnya. Paling tidak, untuk menjadi seorang oposan perlu ada banyak pertimbangan supaya komentar dan pemikirannya dipandang oleh penguasa.

Belum ditetapkan posisi beberapa partai politik terhadap calon penguasa, yaitu presiden terpilih periode lima tahun ke depan -Pak Jokowi dan pasangannya- menjadikan suasana politik tetap tenang. Tidak hangat, apalagi panas.

Semua menunggu sikap partai politik, misalnya Partai Demokrat yang hingga kini belum menetapkan arah sikapnya. Mau jadi oposisi atau pendukung pemerintah yang berkuasa. Kita anggap saja, misalnya Partai Demokrat memilih jadi oposisi.

Jika pilihan SBY dan grupnya jadi oposisi, maka ia punya banyak peluang untuk menemukan pendukung barunya di lima tahun ke depan. Suara lantang dalam mengkritisi pemerintah bisa disampaikan setiap saat oleh AHY, selaku anak baru yang digadang-gadang jadi pemimpin masa depan.

Pengalaman dunia politik sebenarnya jadi dasar dipilihnya seseorang untuk menduduki jabatan politis.l Namun tidak demikian dengan AHY. Berhenti dari militer, dapat kursi di partai, dan dicalonkan oleh pengikut bapaknya, sepertinya semua sepakat jika ini adalah sebuah wacana yang harus dipatuhi.

Mungkin di dalam Partai Demokrat sendiri ada orang lama yang sudah mengurusi partai sejak lahir, berkomentar atas nama partai, dan memberikan segalanya untuk partai namun ia diajak memikirkan saja tidak. Apalagi sampai dicalonkan untuk jadi ini itu. Rasanya ada yang merasa begitu.

Ia merasa disalip di tikungan oleh pemuda emas pilihan ayahnya, yang harus bisa maju menyerupai ayahnya, dengan warna bahasa yang dimiripkan dengan ayahnya, dan menyelamatkan identitas sebagai partai sopan ketika SBY belum jadi presiden.

AHY sebenarnya bukan tokoh politik karbitan, yang tiba-tiba panas dan menyalak di kegelapan malam. Ia lahir dan besar dengan sentuhan militer. Selalu ada kedekatan paham antara politik dan militer, utamanya di lingkungan priyayi.

Dunia politik membutuhkan kehadiran militer untuk mendukung ketenangan negeri, sedangkan militer membutuhkan dunia politik agar peran dan kiprahnya tetap terjaga sebagai pengendali keamanan negara.

Keduanya saling bertumpu dan membutuhkan. Dunia militer menjadi kubu kuat dan berjaya ketika negeri ini membutuhkan perannya sebagai pengaman proses demokrasi, seperti ketika pemilu April lalu. Setelah itu, untuk mengumumkan ketetapan pememang pemilu, dunia militer juga diajak untuk menjaga keamanan negara.

Kita balik ke Partai Demokrat jika memilih jadi oposan. Sebenarnya partai gambar bintang biru ini bisa menyuarakan ketidakadilan yang -misalnya terjadi di jilid 2 pemerintahan Jokowi.

Mereka bisa menegur keras berbagai ketidakpastian program kerja, dan itu jadi peluang Partai Demokrat agar calon pemilih muda kepincut pada mereka. Satu hal saja bisa dicontohkan, yaitu jika pemerintah Jokowi tidak mengayomi kebutuhan dunia seni, maka di situlah Partai Demokrat bisa bersuara.

Para remaja yang saat ini masih berusia 12 atau 13 tahunan, bisa menjadi target Partai Demokrat untuk digarap dan dipengaruhi keberpihakannya di lima tahun mendatang, misalnya dengan menempatkan aspek seni musik sebagai bagian kebutuhan hidup mereka. Jargonnya misalnya begini, Partai Demokrat partainya anak muda penyuka musik dunia. Tentu jargon ini hanya khusus untuk anak muda yang suka musik dengan warna musik sesuai dunianya.

Beda lagi dengan kaum dewasa yang menyukai ketenangan, membunuh penat waktu kerja, dan mendambakan wahana rekreasi yang murah dan terjangkau lokasinya. Dengan terus mengusik aset wisata yang belum dikelola dengan baik, Partai Demokrat bisa menarik simpati para ‘mantan pendukungnya’ ketika 2004 hingga 2009 memilih SBY, dan kini berlarian entah ke mana. Usia mereka ada di kisaran 30 hingga 40 tahun, yaitu usia yang sedang suka-sukanya jalan dengan keluarga.

Ke mana mereka akan jalan, kalau bukan ke tempat wisata salah satunya. Mungkin ada juga yang suka jalan ke perkebunan gratis, dengan keteduhan alami, dan disediakan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Dan itu bisa digaung-gaungkan oleh AHY dan kawannya jika berada pada posisi sebagai oposan. Banyak tempat wisata yang belum digarap dan diperhatikan kebutuhannya.

Jika satu per satu disinggung, sepertinya ada kecukupan waktu untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat di empat tahun ke depan, sambil AHY bersiap-siap mencari pasangan yang cocok, dan belajar ilmu politik lebih mendalam. Bukan hanya berupa retorika melelahkan yang bisa ditebak arah tematiknya mau ke mana. Belajar dan berubahlah, AHY…

Sumber ilustrasi: google.image WHfYVRRCGyWORM

Hascaryo Pramudibyanto
Hascaryo Pramudibyanto
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi pada FHISIP Universitas Terbuka
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.