Tegal lebih dikenal dengan warung makan sederhananya yang khas, yaitu warteg. Namun, kota yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah ini ternyata menyimpan banyak hal yang tidak banyak diketahui orang.
Berikut adalah 4 fakta menarik tentang Tegal yang jarang diketahui:
1. Sutradara dan Penulis Cerita Misteri Gunung Merapi (Serial TV 1998) Asal Tegal
Bagi generasi 90-an, serial TV Misteri Gunung Merapi tentu tidak asing. Serial yang dirilis pada 1 November 1998 ini menampilkan beberapa daerah di Tegal dalam beberapa episodenya, seperti Pakembaran, Slawi, Kalisoka, Kali Gung, dan Gunung Slamet. Selain menyebutkan nama-nama tempat di Tegal, serial ini juga memasukkan tokoh-tokoh asal Tegal, seperti Ki Gede Sebayu dan Pangeran Purbaya, ke dalam alur ceritanya.
Ternyata, film yang bercerita tentang Mak Lampir ini disutradarai oleh M. Abnar Romli, yang berasal dari Tegal. Selain menjadi sutradara, M. Abnar Romli juga menulis cerita dan skenario film ini.
M. Abnar Romli lahir di Pakembaran, Slawi, pada tahun 1943. Ia merupakan alumni Pesantren Seblak Jombang. Sebelum terjun ke dunia perfilman, Abnar aktif dalam sandiwara amatir. Ia memulai kariernya di dunia film pada tahun 1970 sebagai pencatat sekaligus tukang klep, dengan film pertamanya “Hidup Tjinta dan Air Mata.”
Pada tahun 1971, Abnar mulai merangkap sebagai asisten sutradara dalam film “Tiada Maaf Bagimu.” Ia terlibat dalam beberapa produksi lain seperti “Wajah Seorang Pembunuh” (1972) dan “Pat Gulipat” (1973). Ia menjadi sutradara penuh pada tahun 1974, dengan film-film seperti “Setitik Noda,” “Batas Impian,” dan “Dimadu.” Pada tahun 1978, ia menyutradarai film “Donat Pahlawan Pandir.”
2. Banyak Tokoh Ternama Asal Tegal
Tegal telah melahirkan banyak tokoh yang dikenal di tingkat nasional. Dalam industri film, terdapat Imam Tantowi, seorang sutradara dan penulis skenario yang lahir di Tegal pada 13 Agustus 1946. Salah satu karyanya yang terkenal adalah skenario untuk serial Tukang Bubur Naik Haji.
Di dunia sastra, ada nama Eko Tunas, seorang sastrawan serba bisa yang lahir di Tegal pada 18 Juli 1956. Di kalangan masyarakat Tegal, Eko Tunas juga terkenal sebagai penggagas penggunaan istilah “John” dan “Jack” untuk menyapa teman sejawat. Selain Eko Tunas, ada pula Agus Noor, sastrawan kelahiran Tegal pada 26 Juni 1968, serta SN Ratmana, sastrawan Indonesia Angkatan ’66. Sudiharto, seorang penyair asal Tegal, juga memiliki puisinya yang diabadikan di sebuah tugu di Taman Impian Jaya Ancol. Masih banyak lagi sastrawan Tegal lainnya. Di dunia akting, ada Riza Syah yang juga berasal dari Tegal.
3. Tegal Merupakan Bagian dari Wilayah Kerajaan Galuh Purba
Menurut catatan Van Der Meulen, pada abad pertama Masehi, Kerajaan Galuh Purba berdiri di kaki Gunung Slamet. Hingga abad ke-6 M, kerajaan ini memiliki wilayah kekuasaan yang luas, mencakup daerah seperti Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo, dan Purwodadi. Dari Kerajaan Galuh Purba ini kemudian lahir para raja Jawa.
Keberadaan kerajaan ini di Tegal dibuktikan dengan penemuan sisa-sisa candi yang tersebar di Kecamatan Bumijawa, salah satunya adalah Candi Dandang. Candi ini terletak di Dukuh Bandarsari, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Pendiri Kerajaan Galuh Purba diyakini berasal dari Kutai, Kalimantan Timur, pada masa pra-Hindu, sebelum berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara.
Rombongan dari Kutai ini menyebar ke pedalaman dan mengembangkan peradaban di sekitar Gunung Ciremai, Gunung Slamet, dan Lembah Sungai Serayu. Mereka yang menetap di sekitar Gunung Ciremai mengembangkan peradaban Sunda, sementara yang menetap di Gunung Slamet mendirikan Kerajaan Galuh Purba.
4. Bahasa Ngapak Tegal Berbeda dengan Bahasa Ngapak Banyumasan
Bahasa ngapak adalah salah satu dialek yang memiliki keunikan tersendiri di Jawa Tengah. Dialek ini dituturkan di wilayah seperti Kota/Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, dan Karesidenan Banyumas. Penggunaan bahasa ngapak juga ditemukan di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon, Indramayu, hingga bagian utara Banten.
Meskipun sama-sama disebut bahasa ngapak, bahasa ngapak Tegal dan Banyumas memiliki perbedaan. Dalam dialek Banyumasan, akhiran kata ‘a’ sering mendapat tambahan huruf ‘k’ semu, sehingga terdengar lebih tegas. Misalnya, frasa “ana apa” dalam dialek Banyumas menjadi “ana apa(k)” dengan penekanan lebih jelas di akhir kalimat. Sedangkan, dalam dialek ngapak Tegal, pengucapan kata-katanya lebih sesuai dengan cara penulisannya.
Selain itu, terdapat beberapa perbedaan kosakata. Misalnya, dalam bahasa ngapak Tegal, kata “aku” atau “saya” diucapkan “nyong,” sementara dalam bahasa ngapak Banyumas digunakan kata “inyong.”
Itulah 4 fakta menarik tentang Tegal yang jarang diketahui.