Kamis, April 18, 2024

Sebelah Mata Novel dan Mata Kita

Umi Nurchayati
Umi Nurchayati
Freelance Writer

Sudah lama kita mendengar kasus penyiraman air keras kepada salah satu penyidik KPK yaitu Novel Baswedan. Novel diserang menggunakan air keras oleh orang tak dikenal pada Selasa (11/4/2017). Peristiwa itu terjadi pada pagi hari dikala Novel pulang dari masjid setelah menunaikan sholat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat kediamannya yang berlokasi di Jalan Deposito T Nomor 8, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Peristiwa itu menyebabkan Novel harus berobat ke Singapura karena mata kirinya tak bisa melihat lagi sejak sebelumnya setelah peristiwa penyiraman itu ia pernah dirawat di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Saya tak hendak bercerita banyak tentang kasus tersebut karena banyak media telah memberitakan dan meliputnya. Melihat peristiwa yang tak kunjung dapat dibongkar siapa pelaku yang hendak mencelakai Novel, kita sekarang menjadi bertatanya-tanya ada apa setelah dua tahun kasus ini belum terungkap juga.

Peristiwa itu akhirnya menjadi perhatian banyak kalangan sampai musisi Cholil Mahmud dengan Efek Rumah Kaca-nya membuat lagu ‘Sebelah Mata’ untuk Novel.

Novel baswedan dikenal sebagai seorang penyidik KPK yang meminjam istilah Najwa Shihab telah putus urat takutnya. Novel memilih jalan hidupnya sebagai seorang penyidik setelah sebelumnya mengawali karir di kepolisian.

Ia pun diangkat menjadi penyidik tetap KPK di tahun 2014. Ia dikenal sebagai orang yang tidak pilih kasih menumbang kasus korupsi. Banyak kasus ‘berat’ yang sudah diungkap Novel ke publik, diantaranya ia berhasil mengungkap kasus suap pemilihan Gubernur Deputi Bank Indonesia di tahun 2014 silam yang berhasil menjebloskan Nunun Nurbaeti ke penjara.

Ia juga mengungkap kasus jual beli perkara pilkada yang melibatkan ketua MK Akil Mochtar. Ia juga menangani kasus korupsi E-KTP yang melibatkan Setya Novanto mantan ketua DPR RI, hingga peristiwa penyiraman tersebut berlangsung selama kasus penyelidikan itu.

Sampai saat ini pelaku penyiraman tersebut belum juga ditemukan meski tim pencari fakta sudah dibentuk. hingga telah banyak muncul spekulasi yang kita dengar dari berbagai media.

Acara terbaru Mata  Najwa yang tayang di Youtube pada 25 Juli 2019 kembali menyingkap kasus ini. dalam acara tersebut Novel seperti tidak yakin akan tim bentukan polri tersebut karena menurutnya tidak menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas Ham.

Dalam acara tersebut Novel juga mengatakan tidak pernah menemui anggota Polri di Singapura setelah ditanya tentang koooperatifan dirinya. Novel menyangkal hal tersebut karena dirinya telah meberikan semua keterangan sejak pertama kali diserang, selain itu ia menambahkan bahwa ada mekanisme tertentu untuk memeriksa orang yang sedang berada di luar negeri karena menyangkut negara lain, namun hal itu tidak ditempuh oleh penyidik untuk dituangkan pada BAP.

Menurutnya mengungkap straight crime harus diungkap dari TKP dan pelaku lapangan. Sedangkan yang dipertanyakan justru malah mengenai motif dan jendral yang pernah novel sebut.

Novel meyakini bahwa pertanyaan semacam itu justru dapat memunculkan statemen-statemen baru dan saling menduga-duga hingga dapat mengabaikan fakta di lapangan. Menurutnya untuk membongkar kasus itu harus diruntut dari pelaku lapangan dan bukti-bukti di TKP.

Novel juga mengiyakan pertanyaan Najwa bahwa ada oknum internal polisi yang merusak polri dan kerap melakukan teror kepada kpk dan penyidiknya. Novel menjawab bahwa teror terhadap diriya juga terjadi pada para penyidik lainnya yang mana tidak pernah diungkap. Novel menginginkan supaya tidak ada lagi teror-teror terhadap anggota KPK yaitu dengan cara mengungkap pelaku teror-teror tersebut.

Tim gabungan juga mengakui  dugaan bahwa ada oknum polri yang terlibat disana, namun Novel enggan membicarakan lebih jauh karena ditakutkan akan memberikan resisten.

Rupanya tidak hanya novel yang mendapatkan berbagai ancaman walau setelah proses operasi di Singapuranya selesai, sampai saat ini tercatat sudah 7 kali Novel terus diserang. Baru-baru ini ketua KPK Agus Rahardjo juga mendapat teror dengan ditemukannya 2 bom di rumahnya.

Saya tidak hendak mengupas kembali kasus penyiraman kepada Novel namun untuk mengambil pelajaran dan membaca situasi kini, yang mana dengan menengok Kasus-kasus diatas membuktikan bahwa sebagai penyidik KPK mereka bertaruh akan nyawa untuk melawan kebathil-an.

Melihat tayangan Mata Najwa pada 25 Juni tersebut telah membuka mata kita sebagai warga negara bahwa nyatanya polri tak sejago ketika mengungkap kasus bom Bali, walau tim pencari fakta Hermawan Sulistyo menganggap kasus ini berbeda dengan kasus bom Bali dan tidak bisa disamakan. Bukan tanpa alasan jika kini spekulasi akan adanya orang dalam di tubuh polri semakin menyeruak.

Namun kita juga berharap kepada polri agar tetap bisa menyelidiki kasus ini secara profesional, apalagi setelah dibentuk tim pencari fakta. Walaupun Novel sendiri tidak yakin tim tersebut akan banyak membantu. Seperti ada dualisme dalam tubuh polri, sabagian ingin mengungkap kasus Novel dan sebagian ingin menghalang-halangi.

Dalam sistem demokrasi lembaga dan aparat hukum menjadi pioner. Dimana kata Novel sendiri bahwa aparat hukum harus tegak jika ingin kasus-kasus kolusi, korupsi dan nepotisme tidak terus menggeliat.

Demokrasi memang selalu mnyediakan ruang-ruang untuk kejahatan dan orang-orang yang ingin memanfaatkan celah namun demokrasi juga menyediakan ruang perbaikan agar terjadi keseimbangan. Namun Novel dan KPK tidak sendiri untuk mengisi ruang perbaikan itu.

Semakin kesini kita seperti semakin dapat melihat bahwa siapapun tanpa terkecuali dapat mengancam eksistensi KPK, teror yang terjadi dimana-mana pada para penyidik KPK membuktikan bahwa ada segelintir orang yang tidak ingin hukum ditegakkan, dan yang hanya ingin hidup dirundung nafsu dengan terus menguras kekayaan negara.

Para  penyidik KPK tak dapat mengandalkan polri untuk melindunginya, KPK juga tak dapat sepenuhnya mengandalkan presiden sekalipun untuk melindungi dirinya. Walaupun presiden dan polri juga turut membantu. Akan tetapi bahaya itu sangat nyata, yang juga dapat membunuh kredibilitas polri dan jajarannya. Hingga kini semua istitusi tersebut hanya dapat berlindung kepada rakyat.

Benar nyatanya bahwa dalam demokrasi kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Sekarang kita menjadi semakin tahu bahwa rakyat pun tak bisa berdiam diri. Rakyat yaitu seluruh warga negara harus terus memantau dan melakukan pengawasan demi terselesaikannya kasus ini, juga demi jalannya hukum dan pemerintahan yang sehat.

Kini konsepsi bahwa rakyat memegang kekuasaan nomor wahid dalam alam demokrasi semakin dipertaruhkan, apalagi dengan tantangan zaman yang terus bergerak. Rakyat menjadi harus lebih aktif dan reaktif mengawasi jalannya pemerintahan demi tegaknya hukum dan tegaknya negara.

Media menjadi salah satu alat untuk memantau, media memiliki andil besar dalam menegakkan keadilan seperti yang dilakukan Mata Najwa, kini Rakyat  siap melindungi Novel dan KPK lalu berkata bahwa dibelakang satu mata Novel ada beribu mata yang siap terus berperang melawan korupsi.

Umi Nurchayati
Umi Nurchayati
Freelance Writer
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.