Selasa, April 16, 2024

Menyoal Urgensi Jaminan Produk Halal

Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto
Sedang menempuh Kanuragan di Jurusan Ahwalusasyiah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kini tidak lagi berwenang menerbitkan sertifikasi halal untuk produk makanan minuman. Meski demikian, Kementrian Agama (Kemenag) menekankan jika MUI masih berwenang menerbitkan fatwa dan menerbitkan sertifikasi auditor halal.

Putusan tersebut diberlakulam per 17 Oktober 2019, pemerintah memindahkan kewenangan penerbitan label halal melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah Kemenag. Sehingga nantinya seluruh produk makanan dan minuman di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal pada 2024.

Ada perbedaan substansial dari pemindahan kewenangan tersebut. Di mana selama ini, sertifikasi halal yang dikelola MUI sifatnya suka rela. Namun dengan adanya aturan itu mandatory yang sudah memiliki payung hukum oleh Undang-Undang sehingga oleh negara diaplikasikan melalui BPJPH bersifat wajib.

Aturan yang didasarkan pada UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal itu memberi tenggat waktu selama 5 tahun kepada seluruh pengusaha maupun industri rumah tangga makanan minuman untuk mengurus label halal ini. Pada lima tahun pertama, masa pengajuannya dimulai pada 17 Oktober 2019-17 Oktober 2024.

Pun begitu pemberlakuan sertifikasi halal itu baru dikhususkan untuk produk makanan dan minuman, serta produk dan jasa terkait keduanya. Sementara, untuk produk lainnya seperti obat dan kosmetik, belum diberlakukan.

Alur dari proses tersebut berasal dari hasil fatwa MUI, lalu kemudian oleh BPJPH barulah dikeluarkan sertifikasi halalnya. Tidak hanya produk makanan minuman dari industri skala nasional, sertifikasi halal juga wajib dimiliki produk-produk dalam skala lokal maupun rumah tangga.

Tuai Pro Kontra

Beberapa hari setelah ditetapkan, muncul beragam tanggapan di masyarakat. Baik yang setuju dengan aturan tersebut maupun respon yang berseberangan. Maklum saja untuk saat ini besaran biaya yang dikenakan untuk sertifikasi masih belum jelas rinciannya secara detail.

Diketahui sebelum aturan ini ditetapkan, biaya yang diterapkan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), yaitu Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terdiri dari biaya administrasi sekitar Rp1 juta serta biaya proses sertifikasi yang besarannya bervariasi tergantung produk dan supply chain management.

Jika dilihat dari kacamata masyarakat seberapa penting adanya pelebelan produk halal ini memang masih menjadi perdebatan. Kalangan pedagang ada yang merasa keberatan dengan aturan itu lantaran enggan mengeluarkan biaya tambahan guna proses sertifikasinya.

Pun tidak semua pedagang mengeluhkan aturan itu namun tidak sedikit yang menyoalkan urgensi dari penetapan kebijakan tersebut. Mengingat dalam tenggat lima tahun kedepan produk yang memiliki sertifikasi halal tidak hanya pada makanan dan minuman kemasan saja namun juga lapak-lapak pedagang kaki lima yang menjual produk makanan dan minuman di Indonesia juga diwajibkan memiliki sertifikat.

Semantara jika dilihat dari sisi konsumen hal ini justru menjadi angin segar untuk menjamin segala sesuatu yang diperoleh itu laik. Mengingat untuk di Indonesia adanya label halal menjadi poin penting untuk jaminan bagi konsumen karena mayoritas masyarakatnya muslim.

Namun tidak hanya itu saja, dengan perkembangan aksesbilitas pariwisata yang tinggi dari berbagai masyarakat diseluruh penjuru dunia. Menjadikan banyak negara di dunia juga memiliki perhatian untuk mendirikan lembaga penjamin produk halal tersebut.

Bukan tanpa alasan, hal tersebut juga untuk mengakomodir kunjungan wisatawan muslim saat datang ke suatu negara yang memang memiliki penduduk mayoritas non muslim. Upaya tersebut menjadikan perhatian khusus bahwa sertifikasi produk halal juga menjadi perhatian negara lain.

Tak hanya jaminam bagi konsumen saja, adanya pelebelan tersebut juga bisa menjadi sinyalemen agar setiap produk yang beredar di masyarakat berasal dari bahan-bahan yang diizinkan berdasarkan syariat dan tidak memiliki kandungan yang membahayakan bagi tubuh manusia.

Jadi Konsumen Cerdas

Berbicara tentang kandungan makanan berbahaya baru-baru ini Tim Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Banyuwangi menemukan kandungan berbahaya dalam degan jelly. Tim Labkesda diminta oleh Polres Banyuwangi untuk menguji kandungan dari minuman tersebut.

Hasil temuan Labkesda mencatat adanya kandungan formalin dan bahan berbahaya lainnya dalam sample yang diujinya. Tak cukup dengan itu, tim Labkesda bersama anggota dari Polres Banyuwangi juga turun langsung di lokasi tempat industri degan jelly di wilayah Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Banyuwangi. (Radar Banyuwangi, 19 Oktober 2019)

Kasus diatas memiliki beberapa perspektif, ditilik dari aturan syariat Islam penggunaan zat kimia yang membahayakan dalam makan atau minuman hukumnya haram. Apalagi, bila hal tersebut sudah terbukti dengan uji medis dan fakta di lapangan.

Apa pun yang dikonsumsi oleh umat Islam, selain harus memenuhi unsur halal, mesti pula dikategorikan thayyib, aman dikonsumsi, dan tidak membahayakan tubuh manusia. Pun begitu, hukum itu tak hanya berlaku bagi formalin saja. Zat kimia apa pun yang dapat membahayakan dan digunakan juga dihukumi sama.

Terkait kadar yang ditentukan tak berlaku disini jika sudah terbukti memiliki kandungan yang membahayakan tubuh. Atas dasar sadd adz-dzari’ah guna mencegah sesuatu perbuatan agar tidak sampai menimbulkan mafsadah. Maka konsumsi zat kimia berbahaya yang terkandung dalam makanan itu dilarang.

Temuan yang diperoleh Labkesda dan Polres Banyuwangi semoga menjadi iktibar bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam memilah dan memilih produk makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Sehingga hak yang seharusnya diperoleh konsumen tidak diciderai oleh oknum pedagang nakal.

Akhirulkalam, apapun aturan yang ditetapkan pemerintah tetap saja semua fungsinya akan kembali ke masyarakat. Upaya sederhana bagi kita untuk bisa terhindar dari produk makanan dan minuman berbahaya bisa dilakukan dengan tetap selektif serta menjadi konsumen cerdas.

Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto
Sedang menempuh Kanuragan di Jurusan Ahwalusasyiah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.