Jumat, April 26, 2024

Jokowi Bukan Pinokio

Lintang S
Lintang S
Penulis serabutan.

Belum lama ini media kita diramaikan dengan sampul majalah Tempo edisi ‘Janji Tinggal Janji’ yang terbit pada 16 September kemarin. Sampul majalah tersebut menuai banyak perdebatan sekaligus kecaman.

Bahkan, majalah Tempo dilaporkan dan dituntut untuk ditarik peredarannya pada Dewan Pers. Beberapa kelompok menganggap sampul tersebut merupakan sebuah penghinaan terhadap orang nomor satu di negara ini. Namun, tidak sedikit juga yang mendukung sampul Tempo sebagai sebuah kritik terhadap presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menepati janjinya.

Ingkar janji politik perihal penguatan pemberantasan korupsi. Majalah Tempo memuat wajah presiden di halaman utama: muka Jokowi dengan bayangan hidung memanjang. Dengan gambar tersebut, Tempo ingin menunjukkan pada kita. Tindak laku kebijakan politik Jokowi ibarat perilaku Pinokio, yang hidungnya memanjang jika sedang berbohong.

Kisah boneka kayu Pinokio adalah karya sastra klasik ‘Petualangan Pinokio’. Ditulis oleh pengarang dongeng anak-anak, jurnalis, sekaligus pejuang kemerdekaan Carlo Collodi pada akhir abad ke delapan belas di Italia.

Dongeng anak-anak tersebut tersebar ke berbagai penjuru dunia dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 300 bahasa. Di Indonesia, Pinokio digambarkan sebagai boneka kayu memakai kopiah hitam oleh Balai Pustaka pada awal kemerdekaan Indonesia. Kisah Pinokio yang sarat makna tersebut diceritakan ulang ke dalam ratusan bahasa, ragam, dan budaya sesuai tutur cerita di masing-masing daerah.

Dibuat dari kayu pinus oleh pak tua Geppetto, Pinokio mendapat anugerah dari Ibu Peri untuk dapat hidup meski tetap bertubuh boneka kayu. Ia tumbuh menjadi bocoh yang polos, jenaka, nakal, suka bolos sekolah, pandai berbohong, dan sering melakukan tindakan seperti bocah-bocah nakal pada umumnya.

Dalam bagian kisah petualangan Pinokio, Geppetto si tukang kayu ‘ayah’ Pinokio, mengiyakan keinginan anaknya untuk sekolah. Namun, dalam perjalanan ke sekolah, Pinokio berbohong. Ia membolos dan buku yang diberikan ayahnya dijual untuk membeli tiket menonton pentas boneka kayu.

Di dalam pentas, Pinokio memicu keributan. Penyelenggara pentas marah dan akan menjadikan Pinokio sebagai kayu bakar untuk memasak daging, dia meronta-ronta menolak menjadi kayu bakar.

Sebagai gantinya, boneka lainnya yang akan dibakar. Pinokio berteriak, “Bakar saja aku! Jangan bakar boneka Herlequin atas kesalahan yang tidak dia perbuat.” Dalam tutur cerita versi lainnya, ketika Pinokio menonton pentas tersebut, ada adegan boneka kayu perempuan yang dikepung boneka tentara bersenjata. Pinokio berteriak dari arah penonton, “Lihat! Tentara itu sangat jahat.”

Lantas Pinokio naik ke atas panggung dan menendang boneka-boneka kayu tentara tersebut hingga rusak. Penyelenggara pentas marah bukan main, Pinokio ditangkap dan hendak dibakar hidup-hidup. Dengan kepandaian berbohongnya, Pinokio dapat membebaskan dirinya.

Singkat cerita, dengan berbagai perjalanan hidup yang dijalani Pinokio dan pak tua Geppetto, –dalam cerita versi manapun—kehidupan Pinokio berakhir dengan menjadi pribadi yang lebih baik. Sebagai balasannya, boneka kayu Pinokio menjadi manusia seutuhnya.

Dari garis besar cerita tersebut saja, tentu kisah perjalanan politik Jokowi berbeda dengan kisah petualangan hidup Pinokio.

Dalam beberapa hal barangkali ada kesamaan, Jokowi dan Pinokio sama-sama dari keluarga miskin. Pak tua Geppetto rela menjual baju penghangat satu-satunya agar boneka kayu yang sangat ia sayangi itu mendapatkan pendidikan yang layak. Latar belakang keluarga Jokowi juga sama miskin dengan Pinokio, keluarga presiden Indonesia itu mengaku pernah digusur dan tidak mendapatkan ganti rugi dari pemerintah di Solo.

Namun sayangnya, kisah petualangan Jokowi dan Pinokio mempunyai akhir cerita yang berbeda. Pinokio dari bocah yang nakal menjadi pribadi yang baik. Kisahnya menjadi pesan moral bagi anak-anak di berbagai belahan dunia sampai saat ini.

Sebaliknya dengan Jokowi, tumbuh besar dari keluarga apa adanya; pernah tergusur, dari yang dikenal sebagai orang baik dan sederhana, dipuja masyarakat Indonesia (baca: pendukungnya) sebagai presiden Indonesia, yang diharapkan membawa perubahan baik, –alih-alih insaf—justru malah beralih rupa menjadi manusia yang suka berbohong dan begitu buruk dalam memutuskan kebijakan –bahkan lebih buruk dari kisah Pinokio ketika ia masih bertabiat buruk.

Pinokio tidak pernah melakukan kesalahan sefatal Jokowi dalam mengambil kebijakan. Pinokio tidak pernah merampas tanah atas nama investasi, tidak pernah sekeji represi pada masyarakat Papua, tidak senang membakar hutan dan merusak lingkungan demi industri ektraktif, tidak berbohong atas umbar janji penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, tidak pula memanipulasi undang-undang untuk menyingkirkan masyarakat kecil: petani, buruh, perempuan, mahasiswa, aktivis, kaum miskin kota, dan –tentu saja—Pinokio tidak pernah sekalipun terbesit dalam hatinya untuk melemahkan lembaga yang berdiri untuk memberantas korupsi; yang telah merugikan negaranya sendiri.

Bahkan, seburuk-buruknya Pinokio ketika berbohong dan bolos sekolah, ia masih sempat membela boneka kayu yang hendak dirampas hidupnya, meski yang menjadi taruhan adalahnya nyawanya. Lah, Jokowi? Kemana presiden Or(ang) Ba(ik) itu saat ibu-ibu yang mempertahankan tanahnya dikepung aparat bersenjata?

Meskipun kisah petualangan Pinokio hanya sebuah dongeng klasik, kisah perjalanan politik Jokowi sama sekali tidak sebanding jika dikaitkan dengan kisah hijrahnya Pinokio. Barangkali tetap ada pesan moral dari kisah Jokowi yang dapat diambil hikmahnya. Pertama: pemimpin yang mengaku lahir dari rakyat tertindas sekalipun, pada akhirnya belum tentu membela rakyat tertindas.

Yang kedua: berhadapan dengan rezim oligarki hari ini, kita semua jangan sampai tertipu berkali-kali. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya, tindakan majalah Tempo membuat sampul gambar wajah Jokowi layaknya Pinokio adalah sebuah penghinaan yang serius, sebaiknya Tempo segera meminta maaf pada Pinokio.

Lintang S
Lintang S
Penulis serabutan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.