Kamis, Maret 28, 2024

Benarkah Ustadz Abdul Somad Dipersekusi?

Hasanudin Abdurakhman
Hasanudin Abdurakhman
Penulis dan pekerja profesional.

Ustadz Abdul Somad membatalkan ceramahnya di beberapa tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Konon, ia khawatir ada penolakan dan persekusi.

Benarkah ada persekusi, atau ancaman persekusi? Entahlah. Dulu saat hendak berceramah di Bali ia didatangi sejumlah orang yang menuntut sejumlah hal padanya, termasuk mencium bendera Merah Putih.

Bukan hanya Abdul Somad, Felix Siauw juga pernah ditolak dan diperlakukan buruk. Demikian pula Tengku Zulkarnain. Alasan penolakan mirip, yaitu adanya ketidaksukaan kepada mereka karena ceramah-ceramah terkait pemerintahan, umat lain, dan soal nasionalisme.

Terlepas dari posisi kita soal isi ceramah mereka, persekusi terhadap tokoh agama bukanlah hal yang menggembirakan dan tidak boleh dibiarkan terjadi. Bahkan terhadap siapa pun, termasuk yang bukan siapa-siapa, tidak boleh ada persekusi.

Setiap anak bangsa harus dijamin keselamatannya di mana saja, dan ke mana pun mereka bepergian. Tidak boleh ada seseorang yang dilarang pergi ke suatu tempat, oleh sesama warga negara. Karena itu, suka atau tidak kita pada sikap mereka, kita tidak boleh membenarkan persekusi terhadap mereka.

Apalagi terhadap tokoh yang dihormati dan diikuti oleh orang dalam jumlah besar. Hal yang mengkhawatirkan dari persekusi itu adalah tindakan balasan. Tindakan di luar hukum yang dibalas dengan tindakan sejenis. Makin lama skalanya makin besar, dan merambat, lalu menghancurkan negeri.

Dari sisi mereka, orang-orang yang saya sebut tadi, seharusnya ini menjadi cermin untuk mengoreksi diri. Mengapa mereka ditolak? Masalahnya jelas, karena sikap politik mereka. Lebih tepat lagi, mereka memakai dalil-dalil agama untuk keperluan mendukung atau menolak suatu kelompok politik tertentu.

Apa salahnya? Bukankah itu bagian dari kebebasan dalam demokrasi?

Itu dia masalahnya. Mereka pun tidak jelas, menerima demokrasi atau justru sedang berusaha meruntuhkannya. Apa boleh buat, dalil kebebasan dalam demokrasi itu tidak begitu pantas dipakai untuk melindungi mereka.

Dalam konteks ini, yang terjadi sebenarnya bukan penolakan terhadap tokoh agama. Yang ditolak sebenarnya adalah tokoh politik yang memakai dalil-dalil agama dalam aktivitasnya. Yang menolak bisa berasal dari kelompok politik lawan, atau orang-orang yang keberatan dengan agama yang diperalat untuk politik.

Peliknya, orang-orang ini tidak merasa mereka salah. Mereka bahkan tidak merasa sedang berpolitik. Mereka merasa sedang menjalankan aktivitas sebagai pemuka agama. Mereka mengidentikkan diri dengan agama. Kritik terhadap mereka diasosiasikan sebagai kritik terhadap agama. Serangan terhadap mereka digambarkan sebagai serangan terhadap agama.

Banyak hal dari ketiga tokoh itu yang membuat saya harus menahan napas saat membaca atau mendengarnya. Khususnya Tengku Zulkarnain. Entah bagaimana ceritanya orang ini bisa mendapat sebutan ulama. Ulama adalah orang berilmu. Dalam hal ilmu agama, mungkin dia punya. Tapi dia bicara soal pergerakan bulan, misalnya, yang tidak cukup hanya dipahami dengan ilmu agama saja. Dia tidak sadar bahwa dia tidak cukup ilmu soal itu. Kasarnya, ia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Itu jelas bukan sikap seorang ulama.

Belum lagi kalau dinilai ucapan-ucapan mereka terhadap umat lain. Tidak tergambar kesejukan dan keramahan. Yang sering terlihat adalah kebencian dan penghinaan. Herannya, tidak ada teguran dari sesama ulama. Ini yang juga sangat mengkhawatirkan.

Para ulama diam, seakan berprinsip “sesama ulama tidak boleh saling menegur”. Ketua MUI, misalnya, tidak pernah kita dengan menegur Tengku Zulkarnain yang menjabat Wasekjen MUI. Bolehlah tidak menegur secara terbuka. Namun, tidakkah para ulama itu bisa duduk bersama, berbicara tentang apa yang patut dan tidak patut diperdengarkan kepada umat?

Bahkan ketika terjadi persekusi seperti ini, kita juga tidak melihat reaksi dari para ulama senior. Kesannya, sekali lagi, seakan sibuk menjaga “wilayah kekuasaan” masing-masing.

Meski bagi sebagian orang mungkin belum dianggap masalah besar, bagi saya keadaan ini tidak boleh dibiarkan. Persekusi terhadap siapa pun, terlebih terhadap tokoh berlabel agama dengan jumlah pengikut yang tidak sedikit, jangan sampai terus terjadi. Akibatnya bisa jadi liar dan tidak terkendali. Jadi, sekecil apa pun, sejak awal harus dikendalikan. Terlebih menjelang tahun politik 2019.

Adakah ulama yang mau memberi perhatian soal ini?

Hasanudin Abdurakhman
Hasanudin Abdurakhman
Penulis dan pekerja profesional.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.