Edan! Seorang penjemput jenazah korban Covid-19 di Batam (24/8/020) membalurkan air liur mayat ke mukanya. Setelah itu, ia lari. Polisi dan tenaga medis pun mengejarnya. Bagi yang tahu dan sadar akan bahayanya, sikap orang tersebut sungguh mengerikan.
Perilaku penjemput mayat korban virus corona itu, apa pun alasannya, sangat berbahaya. Karena jika terinfeksi, ia akan menjadi agen penular yang luar biasa. Kenapa? Sikapnya telah menunjukkan penentangannya terhadap protokol kesehatan. Mungkin saja, dia orang pandai. Tapi dengan kepandaiannya, secara ironis mempertontonkan dirinya sebagai covidiot akut. Sikap mbalelo terhadap protokol kesehatan tersebut akan membahayakan, tidak hanya dirinya — tapi juga orang lain.
Kembali pada cerita di Batam tadi. Dari 23 penjemput jenazah (yang satu di antaranya membalurkan air liur mayat ke mukanya tadi), setelah diperiksa Gugus Tugas Pencegahan Penularan Covid, 12 di antaranya positif. Bagaimana pula orang yang membalurkan air liur mayat ke wajahnya?
Memang, bisa saja ia tidak mengalami gejala infeksi karena kesehatannya prima. Tapi, siapa tahu ia menjadi OTG (orang tanpa gejala tapi menjadi agen penular covid yang amat berbahaya). Ini pun sangat mrmbahayakan masyarakat. Lebih dari 50 persen agen penular corona di Jakarta, misalnya, adalah para OTG ini.
Tapi, nanti dulu. Apa pun alasannya, membalurkan air liur mayat korban Covid-19 ke muka, adalah perilaku sangat gegabah dan irasional. Sama irasionalnya dengan seorang sarjana fisika, alumnus MIPA UGM, yang menganggap bahwa virus corona adalah manifestasi dajal. Karenanya, kata sang fisikawan ini, solusinya harus ikhlas menerima apa pun. Ikhlas adalah sikap yang dicintai Allah. Dan dajal tidak berani mengganggu orang yang ikhlas. Jika perilaku dua tipe manusia tersebut dibiarkan, niscaya pandemi akan makin akut. Dan makin banyak kematian akibat infeksi corona yang mengerikan.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman menyatakan seseorang bisa tertular virus corona jika terkena air liur jenazah pasien Covid-19. Dia mengatakan virus SARS-CoV-2 masih bisa bertahan pada pasien Covid-19 yang sudah meninggal sampai tiga hari.
“Air liur adalah salah satu substrat di mana jumlah virus menetap paling lama dan banyak, baik pada si penderita dewasa, anak, maupun yang sudah meninggal,” ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/8/20).
Dicky menuturkan air liur merupakan sumber bagi petugas medis untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 pada tubuh manusia. Virus yang berada di air liur relatif stabil dalam jumlah yang banyak.
Dicky menyebut virus SARS-CoV-2 pada air liur jenazah kemungkinan hilang dalam waktu dua sampai tiga hari setelah meninggal. Selain itu, virus pada cairan tubuh yang lain juga tidak langsung hilang ketika pasien Covid-19 wafat.
Fenomena masyarakat atau keluarga meminta mayat secara paksa dari petugas Gugus Covid untuk dikuburkan sendiri tanpa mengikuti protokol kesehatan sering sekali terjadi. Di Kolaka, Sulawesi Tenggara, misalnya, para penjemput paksa jenazah korban corona, menciumi muka si mayat. Di Malang hal yang sama terjadi. Kasus serupa juga terjadi di Bekasi, Jakarta, dan daerah lain.
Saat ini, kasus penjemputan paksa di Batam, per-5 September 2020, merupakan kasus ke-467, di mana sekumpulan orang mengambil mayat dari tangan Gugus Tugas Pencegahan Covid-19. Jika hal ini dibiarkan tanpa ketegasan hukum, niscaya kasus serupa akan terjadi lagi. Dalam hal ini masyarakat tampaknya lebih mengedepankan emosional ketimbang pertimbangan rasional.
Seperti kita ketahui, mayat korban covid, baik wafat dalam status posotif; wafat dalam status orang dalam pengawasan (ODP), atau wafat dalam status menunggu konfirmasi hasil test kesehatan — jenazahnya “diperlakulan” sebagai orang terinfeksi corona. Tubuh mayat — setelah dimandikan (sesuai ajaran agama) oleh petugas kesehatan dengan menerapkan protokol — kemudian dimasukkan kantong plastik rapat, sedemikan, agar tak ada kontak dengan udara luar.
Betul, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), belum ada bukti bahwa mayat dari orang yang terinfeksi virus corona bisa menularkan Covid-19. Oleh karena itu, mereka yang meninggal karena virus corona bisa dimakamkan berdasarkan tradisi budaya dan agama yang dianutnya. Tapi, hal tersebut harus dilakukan dengan tindakan perlindungan yang tepat. Pasalnya, virus tetap bisa berada di tubuh manusia yang telah meninggal selama 24 jam. Bahkan lebih lama lagi.
Penularan bisa terjadi jika ada proses otopsi paru-paru pasien yang tidak ditangani dengan benar. Risiko infeksi juga bisa terjadi jika terkena cairan tubuh atau sekresi yang keluar dari tubuh mayat. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan khusus ketika menangani mayat terinfeksi virus.
Mengutip aturan WHO (Badan Kesehatan Dunia), berikut ini empat petunjuk keselamatan dalam menangani jenazah yang terinfeksi Covid-19.
1. Petugas yang menangani jenazah harus menggunakan alat pelindung diri yang tepat dan sesuai standar ketika menangani pasien yang wafat akibat penyakit menular.
2. Jaga kebersihan tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan tubuh jenazah.
3. Lakukan dekontaminasi lingkungan secara teratur dengan desinfektan, termasuk semua peralatan dan lingkungan tempat menangani jenazah.
4. Hindari menggerakkan atau menyentuh bagian tubuh jenazah yang tidak perlu dan berpotensi mengeluarkan udara dari paru-paru.
Di samping empat petunjuk itu, alat pelindung diri yang harus dikenakan oleh petugas yang menangani jenazah pasien Covid-19 harus mencakup pakaian luar pelindung yang menutupi seluruh tubuh; sarung tangan sekali pakai; masker bedah sekali pakai; dan pelindung mata atau wajah yang sesuai. Setelah itu, alat pelindung diri yang sudah dikenakan harus dibuang dengan hati-hati. Pastikan untuk men-dekontaminasi alat pelindung diri sebelum dibuang.
Jenazah pasien Covid-19 juga harus dibalut dengan kantung mayat anti bocor minimal dua lapis. Pastikan pula bahwa cairan tubuh jenazah tidak ada yang mengenai bagian luar kantong mayat.
Adapun kelaurga yang ditinggalkan bisa melihat kondisi jenazah sebelum dimasukan ke dalam kantong mayat. Namun harus menggunakan alat pelindung diri dan tidak boleh mencium atau menyentuh jenazah. Jenazah yang telah dibungkus kantong mayat juga tidak boleh dibuka kembali. Jenazah harus diantar dengan mobil khusus ke pemakaman. Untuk meminimalisir risiko penularan, prosesi pemakaman maksimal dihadiri 10 orang, termasuk petugas yang melayani pemakaman. Setiap orang yang hadir dalam prosesi pemakanan juga harus melakukan physical distancing dan memakai masker.
Semua aturan WHO di atas sesungguhnya memberitahu kepada kita, betapa berbahayanya virus corona. Saat ini per-4 September 2020, sudah 26.504.222 orang terinfeksi covid-19 di seluruh dunia. Yang tewas mencapai 873.822 orang. Sedangkan jumlah kasus positif virus di Indonesia dalam waktu yang sama, mencapai 187.537 orang, dengan kematian 7.832 jiwa. Melihat jumlah tersebut, mungkin kita tercengang. Tapi sesungguhnya yang lebih mencengangkan lagi, betapa banyak manusia yang masih menutup mata terhadap mudah dan cepatnya penularan covid tersebut. Sampai-sampai ada orang yang serampangan membalur mukanya dengan air liur jenazah korban corona. Naudzubillah!
Kasus jemput paksa mayat korban covid belakangan tampaknya makin marak. Alasannya macam-macam, mulai dari ayat suci, sabda nabi, sampai rasionalisasi diri. Padahal semua alasan tersebut pada praktiknya merupakan pelanggaran protokol kesehatan yang fatal. Pemahama agama yang jadi landasannya juga keliru. Mereka lupa bahwa Rasul diturunkan ke bumi untuk kemaslahatan manusia. Bukan untuk menyelakakan manusia. Agama apapun, ajarannya adalah untuk memberikan keselamatan dan kebahagiaan kepada manusia, baik di dunia maupun di alam baka.