Genderang perang telah ditabuh. Partai di luar PDIP mulai melakukan manuver. Ini bukan langkah sepele, sebab akan berdampak besar jika dibiarkan.
Partai moncong putih itu memang juga telah bersafari. Tapi sejauh ini baru sebatas komunikasi normatif.
PDIP adalah partai terkuat. Jadi dalam bahasa simbolik, mereka menunggu partai lain bergabung, bukan sebaliknya. Aneh jika PDIP menawarkan diri untuk berkoalisi.
Tapi partai-partai lain punya skenario berbeda.
Partai di luar PDIP tentu punya keinginan untuk menggantikan posisi PDIP, yang telah dua kali memenangkan pemilu. Dua kali pula kadernya menjadi nakhoda bahtera Indonesia.
Jika mereka tetap menjadi follower, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat mereka akan jadi partai gurem. Lalu tersingkir dan terlupakan.
Ini bisa dilihat dari hasil survei. Demokrat menjadi partai yang sangat terancam lenyap dalam palagan politik masa depan.
Oleh sebab itu mereka getol mendorong Puan agar maju. Karena mereka tahu pasti, jika skenario itu dijalankan, PDIP akan tinggal sejarah.
Puan adalah persoalan dilematis bagi PDIP. Seperti memakan buah simalakama. Jika Puan maju, PDIP akan berdarah-darah. Sementara jika kader lain yang maju, maka peluangnya tertutup sudah.
Di luar skenario jebakan Batman itu, mereka telah menyiapkan serangan lain. Belum lama ini trio musketeer bertemu. AHY, Surya Paloh dan Anies.
Itu memang acara resepsi pernikahan biasa. Tapi naif kalau tidak menganggap pertemuan itu juga merupakan kuda-kuda politik. Sebab koalisi tidak bisa dibangun dalam sehari.
Tiga orang itu mewakili tiga kekuatan.
AHY adalah jelmaan SBY dan dendam kesumat Demokrat. Mantan partai besar yang tersingkir dari kekuasaan.
Kisah perseteruan antara Megawati dan SBY sudah bukan rahasia lagi. Keduanya sama-sama pernah terluka. Dan hampir tidak ada celah untuk saling memaafkan.
Surya Paloh dalam posisi melihat peluang sebagai jembatan. Dalam peta politik, Surya Paloh memang selalu dalam posisi itu. Dan karena kejeliannya melihat peluang itulah, Nasdem memiliki banyak wakil di daerah.
Untuk ukuran partai baru dengan perolehan suara tidak cukup besar, itu adalah hal yang luar biasa. Paloh memang ahli dalam hal perjodohan semacam ini.
Sementara Anies mewakili PKS dan kelompok Islam konservatif. Nama Anies dianggap sebagai juru selamat di kelompok itu. Ia adalah anak emas yang akan mengantarkan mereka sebagai pemain kunci di Pilpres 2024 nanti.
Anies juga merupakan senjata pamungkas untuk mengalahkan siapa pun selain Ganjar.
Dalam prediksi lembaga survei, Prabowo tidak cukup kuat untuk membendung Anies. Apalagi Puan.
Prabowo memiliki kelemahan usia dan catatan panjang kekalahan. Apalagi dia juga telah dianggap sebagai pengkhianat di kubu pendukungnya. Karena bergabung dalam kabinet Jokowi. Mantan pendukung itu sakit hati. Mereka sekarang beralih mendukung Anies.
Sementara Puan adalah lawan paling mudah bagi Anies. Dari seluruh kandidat yang berpotensi untuk maju, Puan adalah lawan paling lemah.
Ada terlalu banyak isu yang bisa dijadikan bahan serangan. Ia seperti samsak yang menyediakan diri untuk dipukuli tanpa balas.
Maka kalau kemudian ada semacam Dewan Kolonel, itu hanya celetukan orang-orang tua. Di dasar hati mereka pasti paham peta sebenarnya. Mereka tahu betapa kecil peluang Puan untuk menang.
Tapi atas nama rasa hormat, mereka harus takzim dan sendhiko dhawuh. Mereka bahkan tidak berani untuk berkata tidak. Atau mengangkat kepala dan menyampaikan fakta pahit yang sebenarnya.
Jika koalisi lawan PDIP itu terbentuk, Demokrat dengan penuh dendam kesumat akan kembali menari di atas panggung. Jalan AHY menuju masa depan menjadi sangat cerah.
Nasdem yang jeli akan menjadi jembatan penghubung yang efektif. Ia menjadi perekat kekuatan nasionalis dan Islam. Jika koalisi itu terbentuk dan menang, perolehan suaranya juga akan melejit.
Dan PKS bersama pendukung militan, dengan Anies si anak emas, akan menjadi kunci kemenangan. Selama ini PKS selalu jadi penonton. Sama seperti Demokrat, peluangnya untuk masuk gerbong kekuasaan telah diblokade.
Dalam situasi itu, jika Puan yang dipaksa maju, maka selesai sudah. PDIP akan mengalami kejatuhan sebagaimana Demokrat dulu.
Partai terbesar yang sekarang ada di ujung tanduk dan sedang berharap-harap cemas.
Semua itu terjadi karena ambisi SBY yang ingin mengorbitkan anaknya. Kader-kader berbakat disingkirkan. Mereka yang melawan ditumpas habis. Tidak ada belas kasihan. Kondisi yang sama sekarang dialami PDIP.
Pilihan sekarang ada di tangan Ibu, membiarkan PDIP hancur sehancur-hancurnya, atau kembali berkuasa dan semakin kokoh dengan pilihan rasionalnya.
Koalisi lawan-lawan PDIP, dengan Anies sebagai senjata pamungkas adalah lampu kuning bagi Ibu. Genderang perang telah ditabuh, waktu terus berdetak, semua orang sedang menunggu…