Minggu, November 24, 2024

Mulai dari Pemilu, Menghilangkan Stigma Negatif bagi ODGJ

Robby Karman
Robby Karman
Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 2018-2020
- Advertisement -

“Untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia (mungkin juga dunia) orang gila, eh, orang nonwaras ikut nyoblos. Prestasi luar biasa.” Begitulah salah satu cuitan warganet pada linimasa twitter.

Cuitan tersebut merupakan komentar terhadap cuitan berita pelaksanaan pemilihan umum 2019 di salah satu rumah sakit jiwa. Stigma negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mengikuti pemilu masih beredar luas di masyarakat.

Bahkan muncul hoaks bahwa ODGJ sengaja diberi hak pilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memenangkan paslon tertentu. Beredar foto orang dengan gangguan jiwa sedang di data untuk dibuatkan KTP elektronik.

Foto tersebut diberi keterangan bahwa ODGJ sengaja di data agar bisa nyoblos. Padahal, yang sesungguhnya terjadi, KPU bekerjasama dengan Disdukcapil melakukan perekaman KTP elektronik guna pengecekan dan pemutakhiran data untuk daftar pemilih khusus. Lantas bagaimana sebenarnya kedudukan ODGJ dalam pemilu?

ODGJ mempunyai hak untuk memilih berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017. Dalam pasal tersebut diterangkan bahwa penyandang disabilitas yang memenuhi syarat berhak untuk memilih, mencalonkan diri dan menjadi penyelenggara pemilu. Gangguan jiwa dimasukkan ke dalam golongan disabilitas.

Hanya saja, karena memilih merupakan tindakan hukum, maka syarat pemilih harus cakap secara hukum. Oleh karena itu, ODGJ yang mau memilih harus disertai surat keterangan dokter. Apakah baru pemilu kali ini ODGJ mempunyai hak pilih?

Dari pemilu pertama tahun 1955 ODGJ sudah mempunyai hak pilih. Pemilih ODGJ bukan hal baru dalam dinamika pemilu di Indonesia. Hanya terlihat ada upaya menggoreng isu ODGJ untuk menuduh KPU melakukan kecurangan memenangkan paslon tertentu.

Kenyataannya, tuduhan ini tidak terbukti, hasil pemilu di beberapa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) memperoleh hasil yang variatif. RSJ Grogol Jakarta paslon Joko Widodo–Ma’ruf Amin unggul dibanding lawannya. Sementara di RSJ Aceh paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengungguli Jokowi–Amin.

Sementara itu, di RSJ Solo kedua paslon memperoleh suara yang sama yakni 29 suara. Logikanya, jika KPU sengaja memobilisasi ODGJ untuk kemenangan salah satu paslon, harusnya hasil seluruh RSJ seragam, tidak variatif seperti data di atas.

Jika kita lihat di media sosial, komentar-komentar warganet masih banyak yang bernada candaan yang mengarah kepada ejekan terhadap ODGJ maupun paslon. Misalnya pada berita di mana paslon Jokowi–Amin menang di RSJ, banyak yang berkomentar orang gila pilih orang gila. Begitupun sebaliknya, saat ada berita Prabowo menang di RSJ, muncul juga komentar bernada penghinaan.

- Advertisement -

Hal itu semua masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk menghilangkan stigma negatif bagi ODGJ.

Robby Karman
Robby Karman
Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 2018-2020
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.