Minggu, April 28, 2024

Dari Siswa yang Dianggap Maha

Anisa Azriana
Anisa Azriana
Masih jadi siswa yang belum Maha di Kampus Diponegoro.

Mahasiswa, jadi kasta tertinggi dari semua pelajar. Siswa yang tingkatannya Maha ini dituntut untuk jadi seberguna mungkin. Banyak hal yang dituntut kepada siswa yang telah memasuki fase Maha. IPK tinggi lah, cumlaude lah, pengalaman banyak, lulus tepat waktu, dan segudang harapan luar biasa lainnya ini ditanggung oleh pundak yang masih dibiayai orang tua. Sungguh berat apa yang dihadapi golongan siswa yang masuk dalam golongan Maha.

Jangan salah! Pikiran mahasiswa pun tak boleh sembarangan! Terstruktur, kreatif, inovatif, idealis pun jadi tantangan utama. Alasannya tentu saja karena MAHA-siswa merupakan kasta pelajar yang (dianggap) Maha dalam segala-galanya dan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan. Bahasa kerennya, agent of chance yang jadi tonggak perubahan kehidupan yang lebih baik —makin berat saja kedengerannya.

Ketika Mahasiswa dituntut dengan semua hal itu, tentu saja segala upaya dikerahkan untuk mewujudkannya. Mahasiswa jadi pribadi yang penuh ide, mimpi, dan harapan. Belajar filsafat, magang sana sini, aktif organisasi, hingga ngomong sana sini juga dilakukan. Kenapa? Biar keliatan jadi Mahasiswa. Intinya, apa yang diharapkan dari kaum pelajar ini sungguh luar biasa.

Apakah yang diharapkan dari golongan Mahaiswa tidak terlalu utopis?

Harapan yang diemban pundak Mahasiswa seringkali tidak sesuai realita. Kenyataannya, pemikiran idealis yang tertanam di benak mahasiswa harus terbentur realita misalnya dengan ucapan “ayo cepat lulus, kamu terlalu idealis untuk golongan S1” ketika akhirnya lulus pun siswa yang dianggap Maha ini mendapatkan fakta bahwa dunia terlalu bobrok untuk dihadapinya. Meskipun segala hal telah dipersiapkan dengan matang namun tetap saja hanya segelintir saja yang bisa memenuhi harapan ideal seorang Mahasiswa.

Ketika Mahasiswa dengan segala pemikiran hebatnya dihadapkan realita, pilihannya hanya ada 2 yakni mempertahankan pemikirannya atau mengalah terhadap realita. Layaknya seleksi alam, satu persatu mulai berguguran. Yang siap merubah dunia hanya tersisa beberapa. Yang siap menjadi harapan bagi orang lain hanya segelintir saja. Lainnya mencoba bertahan dari kerasnya realita hidup dengan mengikuti alur kehidupan yang ada.

Bagi Mahasiswa yang berani mempertahankan impian dan pemikirannya meskipun tahu bahwa realita terlalu bobrok untuk dihadapi, butuh tekad kuat dan upaya yang jauh lebih keras daripada sebelumnya.

Butuh perjuangan, tangisan, kebingungan, hingga luapan emosi untuk mencapai apa yang telah diimpikan. Ketidakpahaman menjadi kondisi yang berulang kali mesti dihadapi. Proses ini yang menggugurkan sebagian besar dari golongan siswa yang dianggap Maha Realita lulus cepat, biaya, hingga keadaan lainnya seringkali menggugurkan mimpi besar Sang Mahasiswa.

Golongan Mahasiswa juga perlu bimbingan layaknya siswa yang belum bisa apa-apa. Mungkin inilah alasan mengapa dunia barat hanya menggunakan 1 kata, yakni student untuk seluruh pelajar dalam berbagai tingkatan.

Mahasiswa perlu arahan untuk bisa membaca kemana hidup akan membawanya. Mahasiswa perlu diajari bagaimana menghitung konsekuensi dari tiap pilihan yang diambilnya. MAHA-siswa perlu diingatkan untuk tetap meraih apa yang diimpikannya ketika dunia menjadi gelap.

Golongan yang ‘katanya’ jadi pelita di tengah bobroknya dunia ini perlu dukungan lebih kuat daripada sebelumnya. Dengan banyaknya beban yang diemban serta realita yang semakin mengenaskan, golongan Mahasiswa perlu dibekali cara bertahan hidup. Bertahan hidup dari sebuah kata bernama ‘menyerah’.

Sebobrok apapun dunia, tentu saja harapan akan perubahan akan tetap ada. Semengerikan apapun realita yang menghadang, tentu saja masih ada tekad kuat untuk melawannya. Itulah yang diperlukan golongan Mahasiswa. Mahasiswa tak se-Maha itu untuk terus mempertahankan dan mengejar mimpinya. Realita tetap menjadi tantangan utama yang mengerikan.

Bagi mereka yang mempertahankan mimpi dan idenya, semoga Tuhan menyertainya dengan realita yang tak terlalu memberatkan. Semoga ide besar itu dapat terwujud dan tidak dianggap sebelah mata. Pesawat terbang tak langsung berhasil terbang dalam sekali percobaan. Butuh berkali-kali percobaan hingga bisa menembus cakrawala. Itu tak akan menjadi realita apabila Sang Pencipta tak memiliki ide liar yang dianggap gila oleh sebagian orang.

Anisa Azriana
Anisa Azriana
Masih jadi siswa yang belum Maha di Kampus Diponegoro.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.