Sabtu, April 20, 2024

Apa Yang Terjadi Selama 7 Hari Internet Papua Digelapkan?

Damar Juniarto
Damar Juniarto
Pegiat Forum Demokrasi Digital, Regional Coordinator SAFENET

Sejak setahun ini, SAFEnet memiliki Sub Divisi Papua di bawah Divisi Akses Informasi. Tugasnya merintis Papua Damai lewat gerakan nir-kekerasan (non-violence movement) memanfaatkan teknologi internet. Tujuannya membuat anak muda Papua fasih menggunakan medsos untuk kebaikan.

Tapi sejak 7 hari lalu, anggota SAFEnet di Jayapura, Papua mulai sulit dikontak. Tentu kamu ingat ya, ada Insiden Surabaya yang diawali dengan makian rasis, lalu Jayapura bergolak. Makanya, ada kebijakan pelambatan akses internet (internet slowdown/bandwith throttling) mirip seperti yang dilakukan di Mei 2019 di Jakarta.

Belakangan baru ada rilis dari Kemkominfo soal ini. Di rilis pers itu disebutkan, masifnya peredaran hoax menjadi alasan pembatasan akses internet. Tentu kami yang di Jakarta tahu soal ini, tapi rupanya anggota SAFEnet di Jayapura tidak tahu. Dia malah berpikir smartphone-nya rusak atau ada gangguan sinyal seperti putus jaringan Fiber Optic. Katanya, di Jayapura tidak ada internet sama sekali sejak Senin (19/8).

Ketika saya konfirmasi ke Kemkominfo lewat Plt. Humas Kemkominfo Fernandus Setu, dijelaskan Pak Nando saat pelambatan memang tidak ada pemberitahuan sebelumnya ke warga.

“Kan kasihan lho pak, warga Papua jadi kebingungan,” ujar saya di ruang tamu CNN Indonesia TV sebelum kami berdua diundang jadi narsum di program PrimeNews hari Selasa (20/8).

Saya juga tanya ke Pak Nando soal SOP-nya ada atau tidak. Kamu bisa tonton siaran ulangnya.

Di menit 16.30 pak Nando jelas-jelas mengatakan bahwa ada SOP yang berlaku dalam throttling. Oke kalau memang ada SOP, maka saya usul kalau gitu, ada SMS blast ke warga agar warga mahfum. Katanya, usul itu akan dipertimbangkan.

Eh gak taunya, keesokan hari, tepatnya Rabu malam (21/8), Kemkominfo mengeluarkan rilis baru: Pemblokiran data di Papua dan Papua Barat.

Saya cek ke anggota di Papua, tetap tidak ada pemberitahuan. Wah, kok begini lagi.

Kami lalu gerak cepat menyusun rilis dan membuat petisi #NyalakanLagi melalui platform change.org malam itu. Selesai di-publish di change.org/nyalakanlagi , kami langsung sebarkan juga surat Ajakan Solidaritas ke sejumlah jaringan SAFEnet di Asia Tenggara dan dunia internasional.

Kamis pagi (22/8), saya kaget. Ada miscall… Rupanya rilis dan seruan Call for Solidarity dapat respon negatif. Singkatnya, Ajakan Solidaritas SAFEnet malah jadi membenarkan alasan mengapa dilakukan pembatasan akses, karena yang mau dicegah adalah meminta respon PBB dan dunia internasional.

Lho, tunggu. Jadi bukannya karena hoax?

Jumat (23/8) kemarin, sejumlah CSO dalam negeri termasuk SAFEnet mendatangi kantor Kemkominfo untuk minta Menkominfo menyalakan lagi internet di Papua dan Papua Barat. Sayang tidak ketemu Menkominfo. Kami ditemui staf Humas Kemkominfo, Helmi Firdaus, yang mengatakan surat somasi diterima dan saat ini Menkominfo sedang rapat di KSP membahas Papua. Helmi mengatakan selalu ada evaluasi setiap 3 jam terhadap situasi di Papua dan Papua Barat. Itu mekanisme internal yang dipakai di Kemkominfo.

Jumat malam, kembali Kemkominfo merilis siaran pers untuk memperpanjang pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

Hari Sabtu dan Minggu (24-25/8), kami putus kontak dengan anggota-anggota di Jayapura. Semua tidak merespon. Penyebabnya ketahuan Senin pagi (26/8).

Pagi sekitar pukul 07.40 WIB, anggota SAFEnet melaporkan: internet blackout, bukan hanya di jaringan mobile, tetapi indiehome juga.

Sampai Senin, 26 Agustus akses internet mobile di Jayapura masih terblok.

Sejak kemarin sore, akses Indihome di beberapa tempat di Jayapura juga tidak berfungsi.

Sulit untuk berpikir positif bahwa itu hanya kebetulan.

Lalu ia melanjutkan:

masalahnya, yang terjadi di Papua bukan cuma memblokir WA tapi benar-benar memblokir akses internet mobile dan mulai kemarin sore akses internet via Indihome juga.

ini efeknya jadi kemana-mana, merembet ke masalah kerjaan juga yang nda ada hubungannya sama hoaks-hoaks.

salah satu contoh, teman cerita semalam terpaksa membayar biaya pengobatan adiknya karena rumah sakit tidak bisa mengakses layanan BPJS karena tidak ada internet. itu baru satu, contoh lain warga Jayapura yang terpaksa beralih menggunakan transportasi lain karena tidak ada ojek online yang bisa beroperasi. kebayang gak berapa kerugian dari mereka yang mencari tambahan penghasilan dari menjadi driver ojek online?

Waduh. Gara-gara di-blackout, layanan publik BPJS online tidak jalan. Layanan ojol pun sudah semaput selama seminggu.

Maka, kembali lagi Senin (26/8) kami menemui Menkominfo dan jajarannya dengan 2 agenda: menyerahkan petisi #NyalakanLagi yang sudah ditandatangani lebih dari 11.000 orang dan memberikan surat somasi kedua ke Menkominfo.

Usai menyerahkan petisi dan membacakan somasi, dalam pertemuan tersebut, saya tanyakan tentang alasan pembatasan akses, dasar hukum yang dipakai, tata caranya bagaimana, dan mitigasi dari layanan publik yang tidak bisa digunakan warga Papua. Serta kapan internet dinyalakan lagi di Papua dan Papua Barat

Jawabannya mengecewakan. Bukan hanya buat saya, tapi buat kawan-kawan lain.

Terkait pertanyaan alasan pembatasan akses. Apakah karena hoaks? Atau tidak ingin apa yang terjadi di Papua diketahui oleh dunia internasional?

Jawabnya, hoaks.

Lalu kenapa tidak pakai mekanisme cybercrime yg ada di UU ITE? Selama ini ‘kan bisa.

Jawabnya, karena ada “kondisi luar biasa”.

Saat kami coba cari tahu seperti apa “kondisi luar biasa” itu? Menkominfo menjawab yang paling mengerti soal itu adalah sektor yang terkait keamanan nasional. Kemkominfo hanya pelaksana teknis dari pembatasan akses informasi.

Lalu apa dasar hukum yang digunakan?

Jawabnya, pasal 40 UU ITE dan UU Telekomunikasi.

Saat kami katakan pasal itu harus didahului pernyataan situasi darurat oleh Presiden agar legitimate.

Jawabnya, pasal 40 UU ITE ayat 2a berbunyi Kemkominfo wajib melakukan pencegahan penyebarluasan info yg melanggar hukum.

Apakah ada tata cara yang dipakai untuk melakukan pembatasan seperti throttling dan blackouts?

Jawabnya, tidak ada SOP di Mei. Tidak ada SOP di Agustus.

Mengapa tidak dibuat SOP?

Dijawab, SOP tidak dibuat karena ini kondisi luar biasa. Jadi tidak perlu karena tidak ingin ini jadi kebiasaan.

Apa mitigasi yang akan dilakukan atas tidak bisa diaksesnya layanan publik?

Tidak dijawab. Tapi kami diminta untuk mengumpulkan informasi-informasi semacam ini dari komentar petisi untuk kemudian nanti dirapatkan.

Terakhir, sampai kapan Papua diisolasi sehingga warga di 2 provinsi tidak bisa menggunakan internet?

Jawabnya, Kemkominfo tidak bisa mengambil keputusan, karena ini harus dirapatkan oleh stakeholder-stakeholder terkait.

Sedih dan kecewa. Malam ini dan entah sampai kapan, internet Papua dan Papua Barat dipadamkan.

Saya jadi berpendapat, kalau begini namanya ini bukan sekedar pembatasan akses tapi #PapuaDigelapkan dari kita dan dunia luar.

Maka ayo terus sama-sama kita minta #NyalakanLagi internet di Papua dan Papua Barat agar kegelapan (informasi) sirna di sana.

Damar Juniarto
Damar Juniarto
Pegiat Forum Demokrasi Digital, Regional Coordinator SAFENET
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.