Henry Fielding adalah seorang dramawan, tetapi teaternya ditutup pada tahun 1737 oleh keputusan Parlemen sebagai balasan atas serangan satirnya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Robert Walpole. Pamela-lah yang mengilhami Fielding untuk menulis fiksi. Dia menilai novel Richardson sangat konyol sehingga mencemoohnya di Shamela (1741), kemudian memperluas parodinya di Joseph Andrews (1742), yang konon menjadi sejarah saudara Pamela yang berbudi luhur dan Lady Booby, adik perempuan dari Tuan B.
Setelah kematian istrinya Charlotte, Fielding memutuskan untuk mencoba menulis sesuatu yang lebih besar dan asli dengan Sophia Western sebagai tokoh sentralnya, terinspirasi oleh Charlotte. Teman dan pelindungnya, Ralph Allen, menjadi inspirasi bagi Squire Allworthy yang berbudi luhur.
Meskipun Fielding adalah seorang penulis terkenal dan terhormat, Tom Jones (1749) adalah karya yang memperlihatkan kerumitan penggambaran karakter yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam karyanya yang lain, dan ini menjadi salah satu karya sastra Inggris yang klasik. Sejumlah kritikus menganggap Tom Jones sebagai lambang Inggris abad ke-18 yang brilian tapi juga karut-marut, sesuatu yang kontras dengan hasrat gelap dan tertekan dari zaman Victoria. Tom Jones memuat elemen-elemen yang kaya semangat dan bayangan subversif.
Kisah ini tentang dua orang bayi yang lahir dari keluarga Squire Allworthy. Salah satunya Tom, yang menjadi terlantar dari seorang gadis lokal Jenny Jones dan kepala sekolah Tuan Partridge. Yang lainnya adalah putra saudara perempuan Tuan Allworthy, Bridget, dan suaminya yang oportunis, Kapten Blifil. Tom tumbuh dengan sifat yang baik, wajah rupawan, tapi penuh nafsu. Blifil jauh lebih berhati-hati. Pembaca dengan mudah mengidentifikasi bahwa Blifil adalah seorang oportunistik yang dingin, seperti ayahnya. Sebagai anak laki-laki yang merangkak dewasa, Tom jatuh cinta pada Sophia Western, putri dari tetangganya yang membosankan. Tetapi hubungan mereka diperumit oleh hubungan Tom sebelumnya dengan Molly Seagrim, seorang putri pengawas hewan bernama Allworthy.
Tom dibenci oleh Blifil dan juga oleh tutor-tutor yang disewa Allworthy, Square (seorang filsuf) dan Thwackum (wali gereja). Ayah Sophia, Squire Western, sangat yakin bahwa Sophia jatuh cinta dengan Blifil. Ia bermaksud menikahkan mereka berdua sehingga memungkinkannya untuk menggabungkan harta miliknya dengan keluarga Allworthy. Ketika Sophia mengungkapkan bahwa dia membenci Blifil, Squire mengurung putrinya di kamar dan bersumpah akan memaksa putrinya menikahi Blifil. Sophia melarikan diri dan kabur ke London. Sementara itu, Blifil, Square, dan Thwackum telah bersekongkol merebut warisan Tom, yang juga sedang dalam perjalanan.
Boleh jadi Fielding adalah narator yang paling mengganggu (atau kedua setelah Laurence Sterne) dalam sejarah novel Inggris. Di awal setiap novel dan seringkali sepanjang sisa novel, Fielding menghentikan tindakan para karakternya dalam sebuah alur untuk mengomentari persoalan artistik, filosofis atau politik. Bagi banyak pembaca, ini sedikit mengganggu. Tetapi sebagian besar kehebatan Fielding terletak pada kualitas yang ditampilkannya di bagian ini. Untuk menyukai Tom Jones, pembaca harus menerima dan mencintai suara pengarang atau narator (Fielding tidak membedakan keduanya).
Tom sendiri lebih sebagai karakter bayangan—seorang protagonis yang baik dan gagah, dialognya jauh lebih konvensional dan berbunga-bunga daripada dialog pengarangnya. Daya tariknya didukung oleh keberpihakan dan rasa sayang Fielding dan juga oleh kehangatannya yang terbuka dibandingkan dengan kelicikan Blifil, walau Tom juga memiliki sedikit keanehan. Karakter-karakter lain—Squire Western, saudara perempuannya, dan bahkan Sophia sendiri—dilukiskan lebih hidup, tetapi Tom dan Fielding mengambil bagian satu sama lain dalam benak pembaca. Sementara kritikus menganggap Fielding sebagai versi pahlawan yang lebih tua dan lebih duniawi tanpa terlalu banyak memasukkan otobiografi ke dalam novel.
Perjalanan Tom adalah apa yang akan disebut Sterne sebagai Cervantick. Dalam petualangannya, Tom menghadapi kekacauan yang cukup menggelikan di sebuah penginapan, bertemu dengan berbagai karakter yang menceritakan kepadanya kisah-kisah yang mencerahkan, dan untuk bersua dengan tentara yang kebetulan terlibat pertempuran antara Katolik Jacobite dan Protestan Hanoverian di abad kedelapan belas (Pertempuran Culloden, di mana kekuatan Stuart yang berpura-pura dikalahkan di Inverness oleh Duke of Cumberland, putra George II, berlangsung pada April 1746). Fielding sangat berhati-hati untuk menempatkan deretan aksi novel sehingga sangat mungkinan dia menggunakan almanak untuk memastikan akurasi bilangan bulan sepanjang novel.
Perjalanan Sophia lebih memikat karena menimbulkan banyak pertanyaan menarik. Pembaca tahu betul bahwa Sophia tidak bisa dan tidak boleh dipaksa menikah dengan Blifil. Ini disebabkan karena baik dia maupun pengarang sama-sama membenci Blifil.
Namun demikian, tindakannya tak ubahnya ladang yang dipadati ranjau moral karena dia harus menegaskan dirinya sendiri, tetapi tidak boleh terlihat tidak feminin atau tidak berbudi luhur. Novel ini diisi dengan wanita-wanita yang gagal mencapai keseimbangan yang tepat—Nyonya Western, yakni bibi Sophia, digambarkan sebagai perawan tua yang baik hati dan berkemauan keras tetapi menggelikan yang kebodohannya dihiasi dengan analogi militer yang didapatkannya dari bacaannya tentang politik dan militer.
Lady Bellaston, yang merayu Tom saat dia tiba di London, adalah seorang pelacur yang tangguh. Sepupu Sophia, Nyonya Fitzpatrick, telah melakukan kesalahan dengan menikah secara tidak bahagia dan bertentangan dengan keinginan keluarganya, dan ditakdirkan untuk berakhir seperti Lady Bellaston, jika dia beruntung. Jenny Jones (Ny. Waters yang ditemui Tom di jalan) adalah orang yang baik hati dan cerdas, tetapi juga bereputasi rendah, karena dia tinggal bersama pria yang belum menikah dengannya.
Hanya ada dua kemungkinan pilihan bagi Sophia—tinggal bersama ayahnya sebagai perawan tua dan memenuhi kebutuhannya, atau menikah dengan pria yang dicintainya dengan izin ayahnya. Pada sebagian besar novel, kedua pilihan ini mustahil. Saat Sophia ditemukan di London, Lady Bellaston dan Miss Western bersekongkol untuk memaksanya menikah dengan Lord Fellamar, yang mencoba memperkosanya atas saran Lady Bellaston.
Gagasan cinta Sophia sendiri dianggap naif dan bahkan berbahaya oleh semua karakter wanita. Ini karena, meskipun Fielding tidak mengatakan demikian, jika gagasan ini menjadi universal maka akan menumbangkan pengaturan hak milik yang menjadi dasar pernikahan Inggris. Seperti kebanyakan novel Inggris lainnya, satu-satunya solusi komikal adalah penggabungan cinta dan uang. Tentu saja, Fielding memecahkan teka-teki itu. Gayanya yang kuat dan ironis menunjukkan bahwa dia sanggup melakukannya.
Sebagian besar alur Tom Jones dirancang untuk memecahkan teka-teki cinta Sophia dan membuat Tom pantas di tangannya, baik sebagai pria maupun sebagai pemilik properti. Namun Sophia harus menyelamatkan dirinya sendiri tanpa kehilangan sifat kewanitaannya. Dia berhasil melakukannya dengan menjadi objek yang tak tergoyahkan dan bukan kekuatan yang tak tertahankan—sepupunya, Ny. Fitzpatrick, menunjukkan bahaya bertindak atas keinginannya sendiri dibandingkan dengan sekadar menolak keinginan orang lain yang tidak diinginkan.
Nightingale, yang ditemui Tom di London, adalah rekan pria Nyonya Fitzpatrick—seorang pria muda yang merayu seorang wanita muda yang malang dan kemudian harus dibujuk untuk menikahinya oleh Tom di tengah perlawanan kerabatnya. Tom tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan untuk mencari nafkah jika ayahnya mencabut hak warisnya. Akhirnya ayahnya dibujuk untuk tidak mencabut hak warisnya.
Pertanyaan yang diajukan Fielding—bagaimana anak-anak muda bisa dinikahkan sesuai dengan kasih sayang dan cinta mereka—ternyata memiliki jawaban yang agak revolusioner: kelompok orang tua yang memiliki properti harus mengikuti kecenderungan anak-anaknya, meskipun berujung dengan pencampuran kelas dan pembagian aset. Aristokrasi yang sebenarnya adalah hati dan pikiran, sama seperti kesimpulan yang diambil Richardson di Pamela. Begitulah inti cerita Tom Jones.
Namun, sebagai sebuah dokumen sosial, The History of Tom Jones, a Foundling, merinci solusi ini dibandingkan sekadar mengurai ketidaksetaraan dan imoralitas yang luas di sekitar karakter sentral yang luar biasa. Gaya naratif Fielding adalah murah hati, lucu, dan adil, tetapi penggambarannya secara implisit menunjukkan bahwa kesulitan utama tidak terletak pada sifat manusia tetapi dalam pengaturan sosial. Charles Dickens, seorang novelis revolusioner yang tegas, menyukai pionir abad kedelapan belas ini dengan alasan bahwa Fielding hidup dengan gagasan bahwa keadaan sosial dapat diubah, meskipun dia tidak siap untuk menyarankan solusi yang besar dan segera.