Sabtu, April 27, 2024

Mencambuki Homoseksual, Mencambuki Keislaman Kita

Aan Anshori
Aan Anshori
Kordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), aktifis GUSDURian.
Terpidana (kiri) pelanggar hukum Syariat Islam menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Desa Lamgugob, Syiah Kuala, Banda Aceh, Aceh, Selasa (23/5). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Sebulan menjelang puasa Ramadhan, publik dikejutkan oleh massifnya penangkapan maupun penggerebekan terhadap kelompok homoseksual. Di Surabaya, ada 14 lelaki digelandang dengan tuduhan pesta seks sejenis. Dua minggu kemudian giliran Jakarta dihebohkan oleh penggerebekan 141 lelaki di sauna Atlantic City. Tuduhannya pun sama. Tiga hari lalu, dua orang waria digelandang polisi Jombang, Jawa Timur, karena dianggap menjual kondom. Keduanya terancam kena tindak pidana ringan.

Peristiwa yang paling mendapat sorotan luas media massa adalah vonis 83 cambukan yang diterima sepasang laki-laki karena melakukan hubungan sejenis di Nangroe Aceh Darussalam. Aceh memang meletakkan liwath–turunan dari kata Luth–sebagai tindak pidana (jarimah), meskipun hukum pidana nasional tidak menganggapnya sebagai kejahatan.

Vonis di Aceh ini tak pelak semakin menjadikan wajah Islam Indonesia sorotan dunia internasional. Masihkah Indonesia percaya diri mendaku sebagai representasi Islam moderat di jagat raya ini? Saya meragukan itu. Moderatisme tidak mungkin mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan terhadap hak asasi manusia. Mencambuki pelaku praktik homoseksual tersebut tidak hanya melecehkan kemanusian tapi juga menghina akal sehat.

Anas bin Malik (w. 709 M), salah satu sahabat Nabi, pernah menyatakan bahwa agama adalah ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, sistem beragama dalam Islam tidak akan mengabaikan prinsip logis dan  saintifik.

Sungguhpun hampir semua mazhab hukum Islam (fiqh) memberikan penghukuman yang berbeda terhadap pelaku hubungan seksual sejenis (Adang, 2003), kita harus memahami bahwa secara umum terdapat 3 model hubungan seksual yang bisa terjadi tanpa mempedulikan orientasi seksual. Ketiganya–yang bisa terjadi dalam relasi homo, hetero, maupun biseksual–antara lain; hubungan seksual yang koersif (paksaan), tanpa paksaan (mutual consent), dan relasi seksual eksploitatif (tipu daya, biasanya kerap melibatkan anak di bawah umur).

Pengutukan al-Quran sangat kuat terasa dalam hubungan seksual sejenis yang bersifat koersif, yaitu dengan menjadikan peristiwa kaum Nabi Luth sebagai presedennya. Seluruh pihak (Muslim) yang menyandarkan luapan kebenciannya terhadap homoseksual pada preseden ini tidaklah cermat membaca seluruh narasi qur’anik yang tersebar setidaknya dalam 7 surat. Jika pembumihangusan kaum Luth karena praktik homoseksual, apakah kita berani menyatakan istri Luth–yang juga terkena azab– adalah seorang lesbian?

Sejumlah binaragawan melakukan aksi mengecam tindakan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), di Solo, Jawa Tengah, Selasa (23/5). Mereka berharap aparat bertindak tegas terkait perilaku menyimpang LGBT yang dinilai merusak moral bangsa. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Dalam studi ekstensifnya, Before Homosexuality in the Arab-Islamic world, 1500-1800, Khaled El-Rouayheb menjelaskan kepada kita bahwa kaum Sodom bukanlah komunitas homoseksual–terbukti mereka beranak-istri. Komunitas ini memang punya cara keji (fakhisyah) mengintimidasi orang luar yang dianggap musuh–untuk selanjutnya dirampok propertinya. Cara keji ini berupa perkosaan anal (anal rape, liwath).

Dalam konteks patriarki pra-Islam, perkosaan anal sesama jenis merupakan bentuk penghinaan tertinggi (ultimate humiliation) bagi korbannya. Apa yang terjadi pada T.E Lawrence, Moammar Qadafi maupun Chris Stevens di Benghazi, Libya (2012), merupakan salah satu contohnya. Lelaki yang menjadi korban praktik ini dianggap tidak lagi pantas menjadi laki-laki karena telah terenggut kelelakiannya (manhood).

Pendek kata, secara khusus, istilah liwath seharusnya dimaknai sebagai perkosaan melalui anal sebagaimana merujuk pada preseden Luth. Itu sebabnya, perkosaan–baik menggunakan vagina, dubur atau bagian lain sebagai obyek tusukan–harus dipidana berat karena sifatnya yang koersif dan destruktif.

Islam dan Homoerotisme
Lantas, bagaimana dengan aktivitas seksual sesama jenis yang berbasiskan cinta kasih non-eksploitatif? Dapat dikatakan, al-Qur’an tidak bersikap secara tegas, jika tidak bisa dibilang diam. Memang terdapat dua ayat dalam QS. Al-Nisa, yakni 15-16, yang secara literal terkesan merestriksi homoseksualitas–baik gay maupun lesbianisme. Namun demikian, hampir semua mufassir bersepakat dua ayat ini berkaitan dengan perzinahan heteroseksual, bukan homoseksual. Alih-alih merepresi para gay, al-Qur’an justru malah menyebut mereka sosok pria yang tidak punya hasrat seksual terhadap perempuan (QS. al-Nur 31).

Memang benar, Nabi sendiri dalam beberapa hadits dikabarkan mengutuk praktik kaum Luth. Bagi saya, kutukan ini cukup jelas posisinya, yakni mengecam pemerkosaan anal homoseksual sebagaimana kaum Luth. Yang barangkali tidak diketahui banyak orang adalah sikap apresiatif Nabi terhadap erotisisme sejenis, sebagaimana terdokumentasi dalam hadits nomor 5125 Kitab al-Adab, Sunan Abi Dawud.

Anas ibn Malik:
A man was with the Prophet ( ﷺ) and a man passed by him and said: Messenger of Allah! I love this man. The Messenger of Allah (ﷺ ) then asked: Have you informed him? He replied: No. He said: Inform him. He then went to him and said: I love you for Allah’s sake. He replied: May He for Whose sake you love me love you!

Akhirnya, saya ingin menyatakan ada banyak di antara kita gagal-cermat mendistingsi  ragam hubungan seksual sejenis. Kegagalan ini sungguh telah membahayakan jiwa dan kehormatan individu yang punya orientasi seksual berbeda dengan kebanyakan.

Jika dalam relasi heteroseksual kita dengan cerdas mampu membedakan hubungan seksual koersif, eksploitatif, dan mutual consent, maka otak dan nalar kita mendadak beku saat bertemu relasi seksual sejenis. Saya meyakini kebekuan ini justru yang perlu dicambuk agar keislaman kita tidak jumud dan menjadi lebih beradab.

Baca juga: 

Ulama-Ulama Homoseksual

Islam Erotis

Aan Anshori
Aan Anshori
Kordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), aktifis GUSDURian.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.