Minggu, November 24, 2024

Jangan Sampai Anies-Sandi Khianati Perempuan Jakarta

Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Aktif di Litbang PW Fatayat NU DIY. Alumni Australia Award Indonesia (AAI) Progam Shortcourse Leadership Development Course for Islamic Women Leader, Deakin University, Melbourne, 2017.
- Advertisement -
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno bersama relawan perempuan “Bidadari Anies-Sandi” [foto: tribunnews.com]

Senin, 16 Oktober 2017, Presiden Joko Widodo melantik Anies R. Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga Salahuddin Uni sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Saat ini Anies  Baswedan adalah Gubernur DKI Jakarta yang ke-19, sedangkan Sandiaga Uno adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta yang ke-10.

Ada banyak tantangan yang dihadapi Anies-Sandi. Tantangan itu sangat kompleks, karena Jakarta adalah miniatur Indonesia. Isu pribumi yang mengemuka dalam pidato Anies membuat banyak kalangan merasa kecewa, karena Anies ternyata belum move on dari sengkarut politik Pilkada Jakarta. Padahal, seharusnya Anies tampil ke publik sebagai pelayan semua warga, tanpa terkecuali.

Walau isu pribumi masih terus bergulir, salah satu tantangan serius Jakarta adalah kasus kekerasan terhadap perempuan. DKI Jakarta menempati urutan pertama kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Data Komnas Perempuan pada Maret 2017 menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2016 ada 13.602 kasus. DKI Jakarta menempati peringkat pertama dengan 2.552 kasus. Kemudian disusul oleh Jawa Timur 1.635 kasus, Jawa Barat 1.377 kasus, dan Jawa Tengah 1.123 kasus. Pulau Jawa menjadi yang tertinggi, puncaknya adalah di Jakarta.

Data yang miris untuk DKI Jakarta. Persoalan ini tak bisa diabaikan oleh Anies-Sandi, karena Jakarta menjadi barometer Indonesia. Perempuan menjadi aktor-aktor penting dalam gerak demokrasi Jakarta, apalagi posisi perempuan selalu menjadi “ibu” yang setia menjaga keluarga dan ibu kota. Tanpa ibu-ibu yang kuat dan tangguh, Jakarta bisa kehilangan pondasi dalam pembangunan masa depan.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta juga mengabarkan bahwa perempuan adalah penentu Pilkada 2017 lalu. Jumlah pemilih secara keseluruhan menurut data KPU ada 7.218.244 jiwa, dan pengguna hak pilih sejumlah 5.563.207 jiwa. Sementara pemilih perempuan ada 3.511.216 jiwa, melebihi jumlah pemilih laki-laki, yakni 3.506.462 jiwa.

Adapun pengguna hak pilih perempuan lebih banyak dibanding pemilih laki-laki, yakni 2.757.449 jiwa, pengguna hak pilih laki-laki berjumlah 2.600.143 jiwa. Jadi, ada kelebihan selisih pemilih perempuan sebesar 157.306 jiwa.

Sangat ironis, kalau ternyata kekerasan terhadap perempuan di Jakarta menempati posisi tertinggi di Jakarta. Ini harus menjadi catatan serius pemimpin baru Jakarta, karena kesetiaan perempuan dalam berdemokrasi lebih tinggi dari laki-laki. Kekerasan terhadap perempuan yang begitu tinggi menjadi alarm penting, juga menjadi tugas utama Anies-Sandi dalam membangun Jakarta masa depan.

Ruang Publik Perempuan

Konsistensi perempuan dalam membangun demokrasi sangat besar. Jakarta harus menjadi penggerak utama bagi kaum perempuan agar semakin berdaya dalam membangun ruang publik berdemokrasi. Pemimpin baru Jakarta bisa merefleksikan survei yang dilakukan oleh Grant Thornton (2016) yang menunjukkan bertambahnya posisi senior pada perusahaan di dunia yang diisi oleh perempuan.

Secara global, Eropa Timur menjadi kawasan yang memberikan kesempatan kepada perempuan memimpin dalam sebuah perusahaan, yaitu 35 persen. Secara mengejutkan, kawasan Asia Tenggara menempati posisi kedua di dunia yang memberikan posisi tinggi dalam sebuah perusahaan kepada perempuan, yaitu 34 persen.

Berdasarkan hitungan negara, Rusia menjadi negara dengan persentase tertinggi yang memberikan posisi tinggi di perusahaan kepada perempuan, yaitu 45 persen. Berikutnya disusul oleh Filipina dan Lithuania dengan 39 persen, Estonia dan Thailand dengan 37 persen. Untuk Indonesia sendiri, 36 persen posisi senior di perusahaan dipegang oleh perempuan.

- Advertisement -

Tren global menunjukkan negara-negara berkembang mengungguli negara maju dalam hal keragaman kepemimpinan di dunia bisnis. Survei tersebut menunjukkan sebesar 20 persen posisi General Manager atau Office Manager dikendalikan oleh perempuan. Namun tak sedikit perempuan yang memegang posisi lebih penting, seperti CEO dengan angka 17 persen, direktur sebesar 10 persen, Chief Financial Officer (CFO) sebanyak tujuh persen, dan Chief Operating Officer (COO) sebanyak tiga persen.

Tingginya kenaikan peran perempuan di ruang publik, terlebih dalam ruang dunia bisnis, menjadi indikasi kuat ihwal peran penting perempuan dalam berdemokrasi. Perempuan bukanlah sebatas pelengkap, karena suara dalam Pilkada DKI Jakarta saja yang tertinggi. Kesadaran dalam berpolitik dan berekonomi yang begitu tinggi harus disambut baik oleh Anies-Sandi. Banyak korban kekerasan perempuan, khususnya perempuan buruh pabrik dan perempuan di pinggiran Jakarta. Mereka semua adalah anak bangsa, harus mendapatkan haknya secara layak.

Jakarta Masa Depan

Anies-Sandi menjadi harapan baru untuk Jakarta masa depan. Data dari Komnas Perempuan 2017 dan suervei Grant Thornton 2016 menjadi bukti nyata bahwa pemerintah DKI Jakarta harus memperhatikan persoalan perempuan. Jika kita membaca ulang janji Anis-Sandi ketika Pilkada lalu, ada beberapa program yang ditawarkan seperti; mendukung partisipasi perempuan dalam meningkatkan perekonomian, mendukung inisiasi menyusu dini dan ASI ekslusif dan melindungi perempuan dan anak anak dari pelecehan, kekerasan dan diskriminasi serta perdagangan manusia.

Janji-janji ini jangan hanya di atas kertas. Karena partisipasi politik perempuan di Jakarta sudah meruntuhkan tesis ilmuan politik Morris Rosenberg terkait apatisme dalam aktivitas politik. Pertama, aktivitas politik merupakan ancaman terhadap berbagai aspek kehidupan. Di sini, perempuan justru melihat aktivitas politik sebagai peluang untuk membangun kehidupannya, karena jalan politik adalah jalan konstitusional dalam berdemokrasi.

Kedua, aktivitas politik adalah kerja yang sia-sia. Para perempuan Jakarta justru melakukan aktivitas politik untuk membangun kemanfaatan dan pemberdayaan. Ini sangat nyata dan sudah dibuktikan dalam berbagai program yang dirasakan kaum perempuan.

Ketiga, ketiadaan faktor untuk “memicu diri dalam bertindak” atau disebut “perangsang politik”. Perempuan sudah sadar diri dan terus bertindak melakukan kerja-kerja politik dalam rangka ikut serta menentukan arah demokrasi di Jakarta.

Dari sini, perempuan di Jakarta mempunyai andil besar dalam demokrasi Jakarta. Jangan sampai Anies-Sandi mengkhianati perempuan Jakarta, karena itu berarti mengakhiri khittah berpolitik dan bernegara, yakni melayani warga negara tanpa terkecuali, termasuk juga perempuan.

Baca juga:

Menanti Invasi Kaum Perempuan

AirAsia dan Raline Shah: Rahasia di Balik Rangkulan Tony Fernandes

Emilia Lisa, Tsamara Amany, dan Suara Politik Perempuan

Isu Poligini di Kongres Ulama Perempuan Indonesia

Ahok, Kartini, dan Kebangkitan Perempuan dalam Politik

Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Aktif di Litbang PW Fatayat NU DIY. Alumni Australia Award Indonesia (AAI) Progam Shortcourse Leadership Development Course for Islamic Women Leader, Deakin University, Melbourne, 2017.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.