Senin, Juni 23, 2025

“Rat-ocalypse” Mengintai: Ketika Perubahan Iklim Justru Menguntungkan Sang Hama Kota

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
- Advertisement -

Saat ini, sorotan kita tertuju pada isu krusial yang membakar planet kita: perubahan iklim. Ironisnya, di tengah kengerian Bumi yang kian memanas, seolah hanya kita, umat manusia, yang merasakan sengatannya. Di balik layar kehancuran ekologis, beberapa spesies justru berpesta pora, menikmati “berkah” dari malapetaka ini. Salah satunya adalah makhluk kecil yang sering kita pandang sebelah mata: tikus.

Kenaikan suhu global ternyata menjadi undangan terbuka bagi ledakan populasi tikus secara eksponensial. Bayangkan, sebelas kota metropolitan di seluruh dunia kini tengah menghadapi invasi tikus yang tak terkendali. Inilah dia, “Kiamat Tikus” yang sesungguhnya sedang mengintai di cakrawala. Dan ini bukanlah sekadar bencana alam biasa, karena di balik tubuh mungil mereka, tikus menyimpan ancaman penyakit yang mematikan. Lalu, kekuatan gelap apa yang memicu kebangkitan mengerikan ini? Bagaimana gerombolan tikus ini akan mengubah lanskap kota-kota kita dan menggerogoti ketenangan hidup kita? Laporan kami selanjutnya akan menguak misteri di balik invasi yang meresahkan ini.

Gelombang panas yang memecahkan rekor, gletser yang seolah mengalami “krisis paruh baya” dan mencair tak terkendali, kota-kota pesisir yang perlahan bertransformasi menjadi “zona snorkeling” dadakan. Perubahan iklim memang telah menjelma menjadi malapetaka global. Namun, bersiaplah, karena kengerian ini baru saja memasuki babak yang jauh lebih mencekam. Mengapa? Karena perubahan iklim tanpa sadar memberikan keunggulan evolusioner yang selama ini diimpikan oleh makhluk kecil yang licik ini: tikus.

Anda tidak salah dengar. Bersiaplah untuk “Rat-ocalypse” yang sedang mengintai di balik sudut jalan dan di lorong-lorong gelap kota. Menurut studi ilmiah terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal terkemuka Science Advances, ketika termometer global merangkak naik, tikus tidak hanya sekadar bertahan hidup dalam keputusasaan. Mereka justru berkembang biak dengan keganasan yang mencengangkan. Nafsu makan mereka melonjak, dan mesin reproduksi mereka bekerja tanpa henti, melahirkan generasi demi generasi “penguasa” kota yang baru. Namun, pesta pora para tikus ini ternyata belum mencapai puncaknya.

Para penguasa kecil ini juga menikmati panen tak terduga dari pesatnya urbanisasi yang tak terkendali. Menyusutnya ruang hijau dan hutan beton yang kian menjulang menciptakan lanskap ideal bagi mereka. Vegetasi yang dulunya menjadi penghalang alami kini sirna, digantikan oleh kepadatan perumahan yang memungkinkan mereka bergerak leluasa tanpa terdeteksi. Lebih ironis lagi, badai sempurna berupa anggaran pengendalian hama tikus yang terus menerus diabaikan dan kekurangan dana seolah menjadi undangan terbuka bagi mereka untuk berpesta pora.

Singkatnya, di tengah hiruk pikuk kota modern, tikus sedang menjalani kehidupan terbaik mereka. Stasiun kereta bawah tanah yang ramai, dengan sisa-sisa makanan yang terbuang, kini menjadi properti utama mereka. Mereka menancapkan akar di setiap sudut dan celah, dari gang-gang kumuh yang gelap hingga apartemen mewah yang berkilauan. Tak ada tempat yang aman dari invasi mereka.

Lantas, kota-kota mana saja yang kini berada di bawah teror cakar-cakar kecil ini? Sebanyak sebelas kota metropolitan global kini tanpa sadar membentangkan karpet merah bagi para penjajah berbulu ini. Di Amerika Serikat, Washington D.C. dan San Francisco menduduki peringkat teratas dalam daftar kota dengan populasi tikus yang meroket. Mengejutkan, bukan? Anda mungkin secara otomatis membayangkan New York City sebagai episentrum “kerajaan tikus”, namun ternyata, gelombang invasi ini justru tengah meluas ke arah barat. Namun, jangan khawatir, Big Apple yang ikonik juga tak luput dari daftar kelam ini.

Melintasi perbatasan ke Kanada, Toronto pun kini tengah bergulat dengan masalah yang sama. Di benua Eropa, Amsterdam menjadi kota yang paling parah terdampak oleh lonjakan populasi tikus yang meresahkan. Bahkan Prancis, dengan segala keanggunannya, juga tak luput dari masalah tikus, meskipun mereka mencoba mengubah citra tikus menjadi simbol unik yang “quirky”.

Di Marseille, tikus-tikus bahkan memiliki gaya hidup yang santai ala Mediterania. Tikus-tikus terlihat berkeliaran bebas, seolah duduk di kafe pinggir jalan, mengobrol dan menikmati suasana. Binatang ini tidak terlalu berusaha untuk bersembunyi. Meskipun Marseille mencoba bersikap “cool” terhadap fenomena ini, kenyataannya, “Rat-ocalypse” bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Tikus adalah vektor penyakit yang sangat berbahaya, mampu menularkan lebih dari 50 jenis patogen zoonosis. Artinya, semakin banyak tikus berkeliaran, semakin besar pula risiko manusia terjangkit penyakit mematikan.

Bahkan, menurut laporan dari Pemerintah Kota New York, kehadiran tikus secara masif juga berdampak buruk bagi kesejahteraan mental penduduk kota. Tampaknya, paparan harian terhadap pemandangan menjijikkan gerombolan tikus dapat meningkatkan risiko depresi hingga lima kali lipat. Sungguh ironis, seolah-olah tak seorang pun memberi tahu Ratatouille, si tikus koki yang menggemaskan dalam film animasi, tentang kenyataan suram ini.

- Advertisement -

Lantas, adakah jalan keluar dari mimpi buruk berbulu ini? Solusinya terletak pada benteng pertahanan anti-tikus di kehidupan kita sehari-hari. Kunci utamanya adalah mengamankan sisa-sisa makanan dengan cermat, memastikan tidak ada remah atau sisa yang menjadi prasmanan gratis bagi para penjajah kecil ini. Jika Anda merasa kewalahan menghadapi ancaman tikus secara langsung, setidaknya Anda bisa memenangkan pertempuran melawan sampah yang berserakan, sumber utama makanan mereka.

Dan jika Anda masih menganggap ini sebagai masalah sepele, pikirkanlah kembali. Kita tidak sedang membicarakan kenaikan minor dalam populasi tikus. Ini adalah pemberontakan tikus skala penuh, sebuah invasi terorganisir yang didorong oleh tiga faktor mematikan: gelombang panas yang ekstrem, urbanisasi yang tak terkendali, dan kelumpuhan program pengendalian hama tikus.

Kombinasi mematikan ini hanya menghasilkan satu kesimpulan yang mengerikan: tikus sedang menang. Tikus-tikus ini perlahan tapi pasti mengambil alih kota-kota kita. Jadi, di tengah upaya kita untuk bertahan dari gelombang panas yang memanggang dan ancaman naiknya permukaan laut, jangan lupakan satu musuh kecil namun mematikan yang mungkin menjadi penyintas utama dalam pertarungan abadi melawan perubahan iklim.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.