“Bapak mau ketemu..”. Pesan itu datang. Oke, siap-siap. Aku pun meluncur ke Jalan Medan Merdeka. Sampai di sana waktu masih ada setengah jam, sampai pula Ketua Umum GP Ansor H. Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut bersama Kepala Banser Alfa Isnaeni.
Hari ini kami akan menemui Menko Politik, Hukum, dan HAM Wiranto.
Entah kenapa aku merasa senang tadi itu. Kepingan-kepingan puzzle mulai bertemu dan tersusun. Mulailah tampak bayangan jelas bagaimana bentuk gambar negara ini nanti.
Ansor memang sedang naik daun di bawah kepemimpinan Gus Yaqut, keponakan KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus) ini. Lelaki besar yang sejak dulu tukang berantem ini tidak seseram gambarnya di mana-mana. Ia sangat ramah, humoris, dan terbuka. Pribadi yang menyenangkan mengingat ia memimpin sekitar lebih dari 1,5 juta anak muda yang siap menerima komandonya.
Dan tulisanku tentangnya dan organisasi besarnya pun menembus ruang-ruang gelap yang selama ini tertutup rapat. Sampailah ke meja mantan Panglima TNI, Bapak Wiranto, yang baru saja menghebohkan karena mengumumkan terbitnya Perppu untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia.
Dalam obrolan tadi, Ansor menyatakan sikap tegas mendukung pemerintah jika pemerintah pun tegas, karena tugas Ansor dan Banser adalah menjaga NKRI jangan sampai lepas karena perilaku ormas radikal.
Memang, negeri ini sekarang butuh anak-anak muda yang tergabung dalam ormas Ansor dan Banser ini. Merekalah antivirus yang efektif jika ingin menyembuhkan negeri ini dari kebodohan yang massif dipompakan ke otak-otak fanatik dan siap menjadi mesin perang itu…
Saya mengusulkan Pak Wiranto menyiapkan payung cadangan karena dampak pembubaran ormas itu tidak main-main. “Jika mereka tidak punya baju organisasi, lalu bagaimana pemerintah bisa mendeteksi mereka di kemudian hari?”
Jangan sampai mereka menjadi lone wolf baru, sel-sel tidur yang baru.
Karena itu, kembalikan proses deradikalisasi mereka kepada rakyat, jangan lagi ke pemerintah karena mereka sudah pasti anti kepada pemerintah. Dan GP Ansor juga Banser adalah salah satu perwakilan rakyat yang siap untuk itu.
Jadikan Ansor dan Banser sebagai kekuatan ekonomi Islam yang baru. Berikan modal mereka untuk membangun usaha-usaha di seluruh negeri.
Dengan ekonomi yang mapan, maka Ansor akan siap merangkul saudara-saudaranya yang Muslim supaya mereka tidak lagi lapar dan bermimpi bahwa yang menyelesaikan masalah ekonomi mereka adalah khilafah.
Ini memang proses panjang, tetapi sudah harus dilakukan. Karena infrastruktur yang megah bagaimanapun tidak akan bisa memperbaiki mental manusia. Yang bisa membenahi mental manusia adalah manusia lainnya.
Akhirnya tercapailah kesepakatan bersama. Dan sebelum pulang, seseorang bertanya kepada saya, “kira-kira tema apa yang akan kita pakai untuk memulai program ini?”
Kopi yang sudah kuraih tertahan di udara. Aku berfikir sebentar dan berkata, “Karena proses ini dikawal oleh warga NU melalui perwakilan Ansor dan Banser untuk merebut kembali konsep Islam dari tangan para fundamentalis, kita serukan saja: Mari Gus, rebut kembali… ”
Kuseruput kopiku. Terimakasih, Pak Wiranto. Terima kasih, Gus Yaqut. Kita kembalikan Indonesia menjadi sebagaimana yang diperjuangkan oleh para pejuang kita dahulu.
Baca juga:
HTI, Yahudi Madinah, dan Perongrong Negara Kesepakatan