Jumat, Maret 29, 2024

Khalifah Marwan II: Sang Keledai Penguasa Terakhir Umayyah

Nadirsyah Hosen
Nadirsyah Hosenhttp://nadirhosen.net/
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School, Australia; salah satunya mengampu kajian sistem pemilu dan konstitusi Australia.

Namanya Marwan bin Muhammad. Berkuasa hampir enam tahun. Dialah Khalifah terakhir dari Dinasti Umayyah. Dijuluki dengan sebutan Himar atau keledai–konon ini sebagai ungkapan sanjungan atas kesabarannya menghadapi pemberontakan di masa pemerintahannya, seperti yang disampaikan Imam Suyuthi.

Di tangannyalah berakhir kekuasaan sebuah dinasti yang berkuasa selama 89 tahun sejak Mu’awiyah bin Abu Sufyan menduduki kursi kekuasaan. Bagaimana kisah khalifah terakhir Dinasti Umayyah ini? Simak yuk lanjutan mengaji sejarah politik Islam.

Dia disebut dengan Marwan II (berkuasa pada tahun 694-750 Masehi), untuk membedakannya dengan kakeknya, Khalifah bin Marwan bin Hakam, yang berkuasa pada tahun 684-685 Masehi, dan sebelumnya pernah saya ulas di sini: Khalifah Marwan bin Hakam dan Pohon Terkutuk dalam Qur’an.

Marwan II semula adalah Gubernur Armenia. Dia tidak terima ketika Khalifah al-Walid II dibunuh oleh pasukan Yazid III. Namun dia mengurungkan niat untuk menyerang karena dibujuk dengan konsesi politik. Akan tetapi ketika Khalifah Yazid III wafat, dan digantikan oleh Khalifah Ibrahim, pasukan Marwan II segera memasuki ibu kota negara di Damaskus. Ibrahim takluk dan kemudian melarikan diri. Kekuasaan menjadi kosong atau vakum.

Marwan II meminta pasukannya mengecek kondisi kedua anak al-Walid II, yang bernama Hakam dan Utsman, di penjara. Mereka mendapati bahwa keduanya telah dieksekusi. Lantas Marwan meminta jenazah keduanya dikeluarkan dari penjara dan dikubur secara layak. Hakam dan Utsman sebelumnya merupakan calon pengganti khalifah berdasarkan wasiat al-Walid II. Itu sebabnya Yazid III yang mengambil alih kekuasaan dari al-Walid II juga menghabisi kedua anak yang masih remaja itu.

Lantas siapa yang berkuasa di saat kevakuman kepemimpinan ini? Imam Thabari menceritakan bahwa datanglah Abu Muhammad as-Sufyani dan menyapa Marwan dengan sebutan Khalifah. Marwan terkejut dan bertanya mengapa dia disapa dengan panggilan kehormatan sebagai khalifah.

Sufyani mengatakan bahwa sebelum Hakam bin al-Walid II wafat, yang bersangkutan telah membuat syair yang isinya berpesan bahwa penerus tampuk kepemimpinan adalah Marwan bin Muhammad. Saya cuplik bait awal dan akhir dari puisi tersebut:

ألا من مبلغ مروان عني … وعمي الغمر طال بذا حنينا
…..
فإن أهلك أنا وولي عهدي … فمروان أمير المؤمنين

Siapa yang akan memberitahu Marwan tentang aku
Dia pamanku, yang lama ku rindukan
….
Jika terjadi sesuatu padaku dan penerusku,
Maka Marwan yang menjadi Amirul Mukminin.

Berdasarkan puisi wasiat yang dikisahkan oleh Sufyani itulah orang-orang membai’at Marwan bin Muhammad sebagai khalifah yang sah penerus takhta berikutnya. Keadaan yang genting saat itu membutuhkan legitimasi kekuasaan yang cepat. Tidak sempat lagi diverifikasi kebenaran puisi wasiat itu.

Perlu juga dicatat bahwa Abu Muhammad as-Sufyani ini nama aslinya adalah Ziyad bin Abdullah bin Yazid bin Mu’awiyah. Dia keturunan langsung dari pendiri Dinasti Umayyah, yaitu Mu’awiyah. Itu sebabnya ucapannya soal puisi Hakam langsung dipercaya dan memberi legitimasi bagi kelangsungan Dinasti Umayyah.

Sesaat setelah Marwan II menjadi khalifah, Imam Suyuthi bertutur mengenai apa langkah pertama yang dilakukan Marwan II. Ternyata yang dilakukan Marwan II cukup mengagetkan. Dia perintahkan agar kuburan Yazid III, yang sudah meninggal dua bulan sebelumnya, dibongkar. Mayitnya dikeluarkan dan lantas disalib di gerbang kota. Ini sebagai balas dendam karena Yazid III telah memenggal kepala al-Walid II dan mengarak kepalanya ke tengah kota. Kekejian akhirnya dibalas dengan kekejian, dan ini dilakukan atas nama jabatan khalifah.

Selama berkuasa, Marwan II berusaha keras menyatukan kembali negara yang porak poranda ini. Namun pemberontakan demi pemberontakan berlangsung terus menerus. Khawarij di Yaman semakin membesar kekuasaannya sehingga berani terang-terangan naik haji ke tanah suci. Khawarij lantas memberontak di Mosul, tapi berhasil dipatahkan Marwan II. Nama-nama pemimpin Khawaij yang dikalahkan di antaranya Dahhak bin Qays dan Syaiban Abdul Azis.

Syi’ah juga semakin luas pengaruhnya. Namun pemberontakan Abdullah bin Mu’awiyah, keturunan dari Ja’far bin Abi Thalib, berhasil dipatahkan Marwan II. Begitu juga sejumlah daerah mulai memisahkan diri dari pusat kekuasaan di Damaskus karena melhat ketimpangan pembangunan antara ibu kota dan daerah. Penduduk Persia juga marah dengan cara Dinasti Umayyah menganak-emaskan keturunan Arab, dan seolah menomorduakan penduduk non-Arab yang dikenal dengan istilah mawali.

Mawali ini membayar pajak yang sama dengan ahlul kitab dan mereka sulit menempati posisi penting di pemerintahan dan militer. Padahal mereka jelas Muslim, tapi diperlakukan secara diskriminatif. Faktanya kekuasaan Islam sudah meluas melampaui jazirah Arab dan lama kelamaan ketidakpuasaan ini memuncak di akhir periode Dinasti Umayyah.

Jenderal Sulaiman bin Hisyam, anak dari Khalifah Hisyam (berkuasa 723-743) yang berjasa turut menaklukkan Romawi-Byzantin, juga ikut memberontak kepada Marwan II yang masih saudara misannya. Apa pasal? Jenderal yang populer ini dulu dihukum cambuk dan dimasukkan penjara oleh Khalifah al-Walid II yang khawatir akan popularitas sang jenderal.

Nah, pemerintahan Marwan II mengklaim sebagai kelanjutan al-Walid II, maka Sulaiman pun menggerakkan pasukan yang masih setia kepadanya. Hanya saja dia dan pasukannya kalah di daerah Kinnasrin, sehingga dia melarikan diri ke India dan wafat di sana.

Dalam situasi yang karut marut itu, Marwan memilih menjalankan pemerintahan dari Harran, di Mesopotamia, bukan dari Ibu Kota Damaskus. Untuk pertama kalinya pemerintahan Dinasti Umayyah dikomandoi dari luar ibu kota. Marwan yang memang sebelumnya berkuasa di Mesopotamia merasa lebih aman dan dikelilingi pengikut setianya dalam menjalankan strategi melawan para pemberontak.

Pada titik ini, Marwan II mengangkat kedua anaknya sebagai satu paket penerus kekhilafahannya. Namun, sejarah berkata lain. Bukan anaknya yang menggantikan Marwan II kelak.

Yang paling mengkhawatirkan untuk Marwan II adalah pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Abbasiyah. Kelompok ini dipimpin oleh Abul Abbas bin Abdullah as-Saffah. Pemberontakan dimulai dari Khurasan. Dipimpin oleh Abu Muslim, jenderal pengikut setia Abul Abbas. Penduduk Khurasan mulai membai’at Abul Abbas sebagai khalifah. Kubu Abbasiyah ini mengambil legitimasi dari jalur keluarga Nabi Muhammad, yaitu keturunan Abbas, paman beliau SAW. Keluarga Nabi yang pada masa Dinasti Umayyah tersingkirkan menemukan momentum untuk masuk ke kekuasaan.

Dalam pertempuran di dearah Zab, pasukan Marwan II bertemu dengan pasukan gabungan dari Abbasiyah, Syi’ah, dan penduduk Persia, yang dipimpin oleh Abdullah bin ‘Ali (paman dari Abul Abbas). Marwan II berhasil dikalahkan. Marwan sempat melarikan diri ke Syira dan kemudian kabarnya ke Mesir. Pasukan Abbasiyah di bawah kontrol Shaleh, saudara Abdullah bin Ali, kemudian berhasil menemukan Marwan II dan membunuhnya.

Imam Thabari mencatat ada yang mengatakan Marwan II wafat saat berusia 58, atau 62 atau 69 tahun. Beliau wafat pada 6 Agustus 750. Kepalanya dipenggal dan dibawa ke hadapan Abdullah bin Ali dan Abul Abbas, nama yang terakhir ini kemudian dibai’at sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah.

Diceritakan oleh Imam Suyuthi bahwa penjaga lalai menjaga kepala Marwan II, yang sudah terpisah dari tubuhnya. Tiba-tiba ada kucing masuk dan kemudian menggigit dan memakan lidah dari kepala Marwan II. Abdullah bin Ali kemudian mengomentari peristiwa ini: “sebuah keanehan besar di dunia ini lidah Marwan ada dalam perut kucing!”

Keanehan tidak berhenti sampai di sana. Tumbangnya Dinasti Umayyah diikuti dengan pembunuhan besar-besaran oleh Abbasiyah. Politik balas dendam dimulai. 300 lebih keluarga Umayyah dieksekusi, nyaris tak tersisa. Pertumpahan darah juga terjadi di kalangan penduduk Damaskus yang selama ini menyokong Dinasti Umayyah. Pasukan Abbasiyah membunuh kurang lebih lima puluh ribu orang.

Masjid jami’ milik Bani Umayyah mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuhpuluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu’awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika mendapati jasad mantan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (yang wafat 7 tahun sebelumnya) ternyata masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya.

Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah dan menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing.

Begitulah kekejian dibalas dengan kekejian, seperti yang diceritakan ulang oleh Abul A’la al-Maududi dalam kitabnya, al-Khilafah wa al-Mulk.

Kita perlu menarik nafas panjang membaca daftar tragedi ini. Sejarah bagaikan cermin. Ada kisah baik dan ada pula kisah buruk. Semoga kita bisa mengambil hikmahnya.

Tumbangnya Dinasti Umayyah membuat sejarah politik Islam memasuki babak baru dengan aktor politik baru. Insya Allah kita akan lanjutkan membahas para khalifah dari Dinasti Abbasiyah, yang berkuasa selama paling tidak lima abad berikutnya (750-1258) dan berisikan 39 Khalifah, sampai kelak tumbang oleh pasukan Mongol di Baghdad.

Kolom terkait:

Khalifah Yazid Bin al-Walid: Fitnah Ketiga dalam Sejarah Islam

Khalifah Al-Walid bin Yazid: Fir’aunnya Umat Islam

Kekuasaan itu Meninabobokan [Tentang Khalifah Abdul Malik dan Al-Walid]

Khalifah Yazid bin Abdul Malik: Instabilitas dan Pertumpahan Darah

Nadirsyah Hosen
Nadirsyah Hosenhttp://nadirhosen.net/
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School, Australia; salah satunya mengampu kajian sistem pemilu dan konstitusi Australia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.