Minggu, November 24, 2024

Gubernur Anies Memang Beda

Arif Utama
Arif Utama
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
- Advertisement -
Wakil Presiden Jusuf Kalla disaksikan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Beda gubernur adalah ujian yang sama bagi masyarakat Jakarta. Itu adalah citra yang muncul usai pelantikan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur teranyar punya warga Jakarta. Dalam pidatonya, Anies mengungkapkan bahwa sebaiknya pribumi kini berjaya di tanahnya sendiri. Di jantung negara, di pusat pemerintahan, di daerah yang sungguh kaya dan beragam bernama Jakarta.

Adapun yang abai dalam kalimat tersebut, frasa “pribumi” adalah upaya kolonialisme melakukan politik ras. Belanda mengenal empat golongan: golongan mereka sendiri (yang tentu saja paling mulia), Arab, Tiongkok, dan pribumi, yang pemerintah Kolonial citrakan hina-dina.

Menyebut kata pribumi, alih-alih masyarakat Jakarta, jelas membuat situasi jadi tidak mengenakkan. Kata pribumi sendiri menjadi sensitif, seperti selayaknya pemerintahan Amerika era Trump dengan jargonnya, make America great again.

Dalam situasi semacam ini, jelas masyarakat lagi dan lagi diuji. Dahulu, pada masa Ahok-Djarot, kebersamaan masyarakat Jakarta untuk mengawal kinerja pemerintahan dapat dikatakan gagal. Mengapa saya katakan masyarakat Jakarta gagal? Ya, karena perihal “memilih pemimpin non-muslim.”

Kalimat dihilangkan konteks dan kemudian semua orang merasa hal itu menjadi hal yang paling penting. Orang-orang marah. Meminta ia dihukum. Seakan masalah reklamasi, penggusuran, relokasi ke rumah susun yang tak mulus, dan sejumlah masalah lainnya di Jakarta hanyalah remeh temeh. Padahal, kalau mau marah, okelah. Tapi marahlah pada yang tepat. Marahlah pada masyarakat yang terzalimi. Bukan marah pada masalah yang sebenarnya tak ada.

Dan kini, bukan tidak mungkin masalah sepele seperti frasa “pribumi” ini akan ditarik keluar konteks. Memperluas jarak antara pendukung pro dan kontra terhadap kepemimpinan Anies-Sandi. Bagi mereka yang kontra, mereka akan mengatakan bahwa Jakarta yang ini bukanlah Jakarta mereka. Ini Jakarta yang direbut paksa dari mereka, sehingga mereka akan menertawakan kegagalan pemerintahan Anies-Sandi.

Sementara kini, bagi mereka yang pro, mereka akan menunjuk bahwa mereka yang kontra sebenarnya tidak mencintai Jakarta.

Situasi ini, kalau dibiarkan, jelas takkan ke mana-mana. Politik yang tidak sehat ini jelas harus Anies-Sandi tebus dengan harga mahal. Karena, entah pro atau kontra, keduanya tetap butuh masyarakat Jakarta untuk bersatu. Sejago apa pun pemimpin, mereka butuh masyarakatnya. Mereka butuh masyarakat Jakarta untuk menilai secara fair kinerja mereka sebagai pemimpin Jakarta.

Anies dan Sandi kini perlu usaha keras agar kejadian di suatu negeri nun jauh di sana tidak tereplikasi di Jakarta. Anda tahu Donald Trump? Itulah yang saya maksud. Kalau Anda memperhatikan media di Amerika, Anda akan mengerti bahwa hanya sedikit sekali porsi pemerintahan Amerika yang membahas tentang kebijakan Trump.

Alih-alih demikian, perangnya hanya di seputaran ini: apakah Trump tolol? Atau seberapa heroiknya Trump? Sikap ignorant-nya Trump pula bikin situasi makin tidak mengenakkan. Kini, sekat antara pembenci dan pendukung Trump sudah mustahil untuk disatukan.

- Advertisement -

Ini tentu tidak diinginkan oleh Anies-Sandi. Pertanyaannya bagi masyarakat Jakarta kini: bagaimana kita bersatu dengan situasi macam ini? Karena, jika gagal, yang gagal tak hanya pemilih Anies-Sandi, namun seluruh masyarakat Jakarta. Satu sengasara, kita semua sengsara.

Sementara, jika berhasil, ya kita semua merasakan enaknya. Sayangnya, untuk sekarang, semua itu tampak sulit. Anies-Sandi patut berusaha ekstra keras, bahkan di awal masa kepemimpinan mereka, untuk memenangkan hati kedua belah pihak jika visi dan misi mereka selama masa kampanye tak hanya sekadar angan-angan.

Mungkin benar kata pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Tulisan terkait:

“Pribumi” Anies, 2019, dan Politik Sentrifugal

Tanggung Jawab Politik “Sang Pribumi” Anies Baswedan

Ihwal Pribumi dalam Pidato Anies Baswedan

Ihwal Pribumi

Gubernur Anies, Pribumi, dan Homo Sapiens

Arif Utama
Arif Utama
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.