Politik dan Agama seringkali tidak pernah terpisahkan satu-sama, itu terjadi adanya kepentingan orang-orang yang memiliki Opportunity, peluang pada penguasaan wilayah dan ekonomi, yang selalu bersinggungan dengan Politik dan Agama.
Dikatakan, manusia itu mahkluk ekonomi, atau dikenal sebagai Homo Economicus, pertama kali jabarkan oleh Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of The Nations, yang artinya sebagai makhluk, melakukan tindakan ekonomi demi mengejar kemakmuran bagi diri sendiri. Adanya konflik akan menguntungkan pemegang kepentingan mendapat untung dari segi apapun, menjadikan sebuah perang menjadi lahan bisnis.
Israel – Palestina, nama yang sering terdengar di masa modern ini, entah itu dari segi sejarah, kebudayaan, teknologi hingga konflik panjang yang memakan korban setiap harinya. Membuat seluruh dunia, terutama umat muslim prihatin akan kondisi rakyat Gaza Palestina. Diperparah oleh agresi brutal pihak Israel yang mengeklaim kalau mereka hanya melakukan perlawanan atas serangan Hamas yang juga menyerang pihaknya.
Kedua pihak saling mengklaim kebenaran atas apa yang mereka lakukan dan pihak Israel yang menunjukkan arogansi tekadang membuat mereka Blunder dan menjadi Real Villain dalam konflik, dan Hamas dan pejuang Gaza Palestina menjadi Protagonis Hero, yang mulai dikenal luas sebagai pembela tanah air mereka dari penjajahan Israel.
Namun, apakah sesimpel itu mengkarifikasikan kedua pihak yang bertikai sebagai Antagonis dan juga Protagonis saja, lalu siapa yang bertanggung jawab atas hal naas yang mengakibatkan banyak korban disana. Apakah peran Agama sangat berpengaruh dalam pengambilan Keputusan para pemegang kekuasaan dan malah mengakibatkan konflik ini terus berkepanjangan. Mungkin penjelasan tentang konflik ini bisa memberi kita sedikit pencerahan, sebenarnya apa yang sedang terjadi di Jerusalem hingga membuat semua mata didunia tertuju disana.
Sejarah Bangsa Yahudi, sebagai Agama dan sebagai Bangsa
Yahudi sebagai agama dan juga sebagai bangsa memiliki sejarah yang tertulis dalam kitab Bibel maupun kitab Al Qur’an dan juga sumber kuno lainnya seperti artefak, kronologi kerajaan tetangga, arsip buku lain bahkan bukti arkeologi. Para ahli Ilmu agama mengungkapkan bahwa kisah agama Yahudi berawal dari peristiwa hijrah dan perjanjian. Peristiwa hijrahnya Ibrahim dari kota Ur di Chaldea (Babylonia) ke daerah “Canaan” (kini Palestina) sekitar Tahun 1000 S.M, merupakan awal sejarah agama Yahudi.
Dalam Bibel diceritakan bahwa Tuhan menjadikan Ibrahim seorang yang taat kepada Tuhan dan memanggil Ibrahim untuk meninggalkan tanah kelahirannya, menjanjikan dia berkat besar (Tanah yang dijanjikan) bagi orang Yahudi (Kejadian 12:1 dan 17). Ibrahim adalah bapak mereka dan perjanjian ini dipahami tidak hanya persoalan teologi, tetapi juga berlanjut kepada persoalan sosial politik. Dengan pemahaman ini, sebagian orang Yahudi memahami bahwa agama dan etnis menyatu. Begitu pula antara teologi dan sosial politik tidak bisa dipisahkan. Perjanjian ini kelak menjadikan agama yahudi sebagai agama bangsa.
Perang Dunia Ke 2, Trauma dan Pergerakan Antisemitisme terhadap kaum Yahudi Eropa yang dilakukan Jerman Nazi secara brutal
Kita tahu Adolf Hitler membenci kaum yahudi dan eksistensi mereka didunia. Dialah dalang atas terjadinya Holocaust yang hampir memusnahkan kaun yahudi. Kaum Yahudi Eropa yang ketakutan, berbondong melarikan diri ke berbagai negara, antara lain yaitu Palestina. Mereka mengklaim, kalau tanah suci disana adalah hak mereka yang dijanjikan Tuhan.
Klaim kaum pilihan Tuhan-lah, membuat Yahudi Eropa menjadi arogan dan membuat masalah dengan penduduk asli Palestina, bahkan dengan etnis asli Yahudi asli Palestina, yang sejak awal sudah menempati wilayah itu. Disini kita mengetahui kalau pihak kaum Yahudi terjadi pertikaian internal dan ketidaksetujuan untuk mendirikan Negara Zionis Israel, (United States Holocaust Memorial Museum, 2024).
Perjanjian Balfour, harapan bagi kaum Yahudi untuk memiliki rumah dan negara sendiri
Perjanjian Balfour, seperti yang diberitakan pada laman (Britannica.com) merupakan Gerakan Zionis yang diprakarsai oleh Arthur James Balfour dimana dia membuat surat kepada Lionel Walter Rothschild, seorang pemimpin anglo – yahudi di Inggris (The Editors of Encyclopaedia Britannica, 2024). Contoh isi Perjanjian Balfour, (Wikipedia.com):
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya menengahi masalah ini dengan merencanakan solusi antara 2 negara (Two State Solution) dan (Yerusalem) menjadi tempat internasional khusus, layaknya Negara Vatikan. Seringkali PBB memberi solusi dengan berunding bersama semua negara, namun pihak (Nato), terutama Amerika selalu menggunakan hak istimewanya, (Hak Veto) untuk menggagalkan upaya perdamaian.
Di sinilah tampak dua hal saling berkaitan, yaitu politik menggunakan propaganda agama agar melanggengkan kekuasaan. Tentunya, Amerika dan sekutunya gembira jika konflik terus berlanjut dan mengguntungkan untuk berjualan senjata. Lalu pihak Palestina diwakilkan Hamas, menolak menjadi anggota PBB karena ingin menentukan nasib negaranya sendiri dan membenci Hak Veto serta negara barat yang selalu ikut campur. Hal ini membuat PBB kesulitan mencari celah mendamaikan konflik ini selama bertahun-tahun.
Tidak sedikit para Rabbi Yahudi menyatakan dukungan pada Palestina (Khasanah Republika.com, 2023) ketimbang mendukung para Zionis. Dilihat dari sini saja mereka lebih mementingkan kemanusiaan daripada mendirikan negara dengan dengan mengorbankan darah dan nyawa manusia. Dilansir dari (SINDO International News.com) beberapa tokoh Yahudi dunia justru memihak Palestina, seperti Noam Chomsky, Norman Finkelstein, IIan Pappe, Judith Butler, Alice Walker, Miko Peled, Rabbi David Weiss, Hagit Ofran,Neve Gordon, Jeff Halper.
Peperangan tidaklah menorehkan hal baik apapun, entah itu dari pihak yang menang maupun yang kalah. Keluarga kehilangan orang mereka cintai, anak kehilangan orang tuannya, dan menyisakan luka serta dendam tidak berkesudahan.
Sudah seharusnya semua pihak berupaya menghentikan konflik ini, bukan karena politik, agama, maupun kepentingan ego, tapi sebagai manusia beradab serta hak kemanusiaan, dimana harus ditegakkan dimuka bumi. Semoga konflik ini bisa terselesaikan dengan segera, agar tidak ada lagi manusia yang menderita akibat perang dan nyawa yang terbuang sia-sia.