Piala Dunia memasuki gelaran kesembilan pada 1970. Setelah Eropa, turnamen kini kembali mentas di benua Amerika. Meksiko, mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan turnamen tersebut. Sayangnya, Piala Dunia edisi kali ini dikeluhkan oleh beberapa negara Eropa. Salah satunya adalah waktu sepak mula yang dimulai dalam cuaca yang sangat terik demi kepentingan televisi.
Akan tetapi, Piala Dunia 1970 juga menghadirkan beberapa peraturan baru. FIFA mengizinkan adanya pemain pengganti. Yang fenomenal adalah mulai diberlakukannya kartu kuning dan kartu merah untuk pertama kalinya dalam turnamen ini. Wasit Inggris, Ken Ashton, menjadi otak di balik penggunaan dua kartu ini yang terinspirasi dari lampu lalu lintas.
Selain itu, inilah kali pertama Piala Dunia disiarkan dalam televisi berwarna. Dari segi format turnamen, FIFA akan mengundi pemenang dengan cara melempar koin pada babak gugur jika kedua kesebelasan bermain imbang hingga 120 menit.
Diganggu Perang
Sejatinya babak kualifikasi Piala Dunia zona Concacaf berlangsung damai. Sampai akhirnya undian memutuskan El Salvador dan Honduras berada dalam satu grup pada fase semifinal. Isu sensitif terkait kondisi kedua negara menjalar sampai ke sepakbola.
Honduras ketika itu bertekad memulangkan hampir 300 ribu imigran El Salvador yang dianggap membawa beban bagi ekonomi negaranya. Keputusan memulangkan para imigran tersebut diserukan langsung oleh sang Presiden, Lopez Arellano. Tak ayal, pertempuran yang seharusnya berlangsung di atas lapangan justru menjalar hingga peperangan.
Saat bertamu ke Honduras, kamar tempat pemain El Salvador menginap dilempari batu dan kembang api. El Salvador kalah saat itu 0-1. Ketika balik menjadi tuan rumah, para pendukung El Salvador balik menyerang Honduras. Daging busuk dan beberapa bangkai dilempar ke kamar hotel mereka.
Penghinaan kepada Honduras semakin menjadi saat pertandingan. Lagu kebangsaan mereka diputar dengan volume kecil, bendera mereka dibakar, beberapa pendukung mereka disandera. Honduras balik kalah 0-3 sehingga harus diadakan satu pertandingan lagi di tempat netral (belum ada agregat gol).
Hubungan diplomatik mereka semakin meruncing sebelum laga yang digelar di Mexico City tersebut. Puncaknya, saat Honduras kalah 2-3, perang pun tidak terhindarkan lagi dengan serangan udara yang dilakukan tentara El Salvador. Perang berlangsung selama lima hari, dan menewaskan lebih dari 3000 jiwa. Perang ini kemudian disebut sebagai “Football War”.
Nasib Sial Sang Juara Bertahan
Juara bertahan Inggris datang ke Meksiko dengan tekad mempertahankan Piala Jules Rimet yang diraih empat tahun silam. Akan tetapi, sebelum turnamen berlangsung, skuat Tiga Singa mendapat cobaan bertubi-tubi yang mengganggu psikologis tim.
Dua minggu sebelum turnamen berlangsung, duo Bobby (Moore dan Charlton) dituduh terlibat dalam kasus pencurian di sebuah toko perhiasan di Kolombia. Keduanya tertarik untuk membeli cincin yang dipajang di etalase toko bernama Fuego Verde. Akan tetapi, setelah keduanya keluar dari toko, si pelayan menelepon polisi dan mengadukan Moore karena dituduh mencuri gelang seharga 600 paun.
Moore sendiri sempat menjadi Tahanan Rumah selama empat hari per 25 Mei 1970. Moore dikurung di rumah seorang tokoh sepakbola di sana. Ia baru dibebaskan oleh Perdana Menteri Inggris Harold Wilson yang meminta penangguhan penahanan dengan jaminan.
“Kami sama sekali tidak terlibat. Kami putuskan untuk masuk untuk melihat cincin yang ingin saya beli untuk istri saya. Tetapi, harganya sangat mahal. Kami pun akhirnya pergi,” ujar Charlton dilansir Independent.
Sampai sekarang, tidak diketahui benar atau tidaknya Moore terlibat kasus pencurian. Namun yang pasti, sang kapten akhirnya tetap membela Tiga Singa di Meksiko. Selama turnamen, Moore tampil baik dan seolah tidak terjadi apa-apa.
Kesialan Tiga Singa pun berlanjut saat turnamen berjalan. Jelang perempat final melawan Jerman, kiper mereka, Gordon Banks, menderita keracunan makanan. Posisinya kemudian digantikan oleh penjaga gawang kedua, Peter Bonetti. Kehilangan Banks, yang membuat penyelamatan sensasional melawan Brasil, berpengaruh begitu besar. Menghadapi Gerd Muller cs, Bonetti tidak berdaya dan harus melihat negaranya takluk 2-3.
Jules Rimet Milik Brasil
Kesebelasan negara Brasil seolah dinaungi untuk menjadi juara sebelum turnamen di Meksiko digelar. Pele, yang sempat berpikir untuk pensiun karena terus mendapat tekel keras pada 1966, memutuskan untuk mengurungkan niat dan tetap membela Brasil di usianya yang saat itu menginjak 30 tahun.
Dengan kembalinya Pele, Selecao berhasil mengaplikasikan Jogo Bonito dengan baik. Tiga laga fase grup berhasil diakhiri dengan kemenangan. Salah satunya adalah melawan Inggris yang diwarnai dengan penyelamatan gemilang Gordon Banks.
Pada babak perempat final, skuad Mario Zagallo mengalahkan Peru yang menjadi Kuda Hitam turnamen dengan skor 4-2. Uruguay kemudian menjadi korban Brasil di babak semifinal. Gol dari Clodoaldo, Jairzinho, dan Rivellino hanya bisa dibalas melalui gol Luis Cubilla.
Jogo Bonito kemudian mendapat tantangan Catenaccio milik Italia. Pada babak grup, skuad arahan Ferruccio Valcareggi tidak kebobolan satu gol pun. Skeman pertahanan gerendel mereka mampu membuat sepakbola agresif milik Jerman mati kutu di semifinal.
Akan tetapi, pertahanan kokoh tersebut mampu diredam dengan baik melalui permainan indah khas Samba. Sempat bermain imbang 1-1 setelah gol Pele disamakan Roberto Boninsegna, Brasil kemudian mengamuk pada babak kedua dengan mencetak tiga gol tambahan melalui Gerson, Jairzinho, dan Carlos Alberto. Gol yang milik Alberto disebut-sebut sebagai salah satu gol terbaik yang pernah dibuat sepanjang gelaran Piala Dunia.
Brasil menang 4-1 sekaligus menciptakan sejarah. Mereka menjadi negara pertama yang bisa juara Piala Dunia tiga kali sekaligus berhak menyimpan trofi Jules Rimet yang asli. Tidak hanya itu, sang pelatih, Mario Zagallo, juga menjadi orang pertama yang bisa memenangi Piala Dunia sebagai pemain dan pelatih sebelum disamai oleh Franz Beckenbauer pada 1974 dan 1990.
Baca juga:
Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, serta Final Dua Bola
Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati
Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, dan Sensasi Leonidas
Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil
Piala Dunia 1954: Banyak Gol, Pertarungan Bern, dan Sepatu Adidas
Piala Dunia 1958: Anti Israel, Berkah Sepatu Pinjaman, dan Sinar Pele
Piala Dunia 1962: Pertempuran Santiago, Kemunculan Garrincha, Takhayul Cile
Piala Dunia 1966: Milik Pickles, Korea Utara, dan Geoff Hurst
Piala Dunia 1974: Aksi Mwepu, Sejarah Dua Jerman, dan Menguapnya Total Football
Piala Dunia 1978: Konspirasi, Salah Kostum, Hilangnya Johan Cruyff
Piala Dunia 1982: Kontroversi, Kalahnya Jogo Bonito, dan Gelar Ketiga Italia
Piala Dunia 1986: Kejutan Denmark dan Maroko, Rekor Batista, Piala Dunia Maradona
Piala Dunia 1990: Dongeng Kamerun, Insiden Ludah, dan Air Mata Gazza
Piala Dunia 1994: Duka Escobar, Piala Dunia Terakhir Maradona, dan Final Dua Tim Pragmatis
Piala Dunia 1998: Sepakbola Kalahkan Politik, Sensasi Kroasia, dan Misteri Ronaldo
Piala Dunia 2002: Kejutan, Kontroversi, dan Kamerun yang Tanpa Lengan
Artikel ini pertama kali terbit di: LigaLaga.ID