Piala Dunia kelima jatuh pada 1954. Itu berarti, Piala Dunia saat itu berada di tahun yang sama dengan perayaan hari jadi FIFA yang ke-50. Mengingat markas besar FIFA ada di kota Zurich, maka Swiss dipilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 1954. Seketika hal ini menguntungkan mereka mengingat mayoritas stadion di sana berkapasitas kecil.
Piala Dunia 1954 bisa dibilang adalah turnamen dengan regulasi yang cukup unik. Presiden FIFA saat itu, Rodolphe Seeldrayers, membagi 16 peserta yang lolos ke putaran final dalam empat grup. Satu grup masing-masing berisi empat negara dengan dua negara berstatus unggulan. Menariknya, kedua negara unggulan tersebut tidak perlu berhadapan satu sama lain. Satu negara saat itu hanya bertanding sebanyak dua kali saja.
Meski banyak stadion di Swiss tidak memenuhi standar, namun FIFA berhasil mencari keuntungan dengan cara lain. Panitia penyelenggara menjual koin Piala Dunia yang saat itu laku keras. Selain itu, Piala Dunia Swiss adalah turnamen pertama yang disiarkan di televisi.
Ketika Bocah Jadi Penentu Takdir
Proses babak kualifikasi pun tidak serumit biasanya. Jika dalam kualifikasi sebelumnya banyak negara yang mengundurkan diri, saat itu hampir semua negara memutuskan ikut meraih satu tiket ke Swiss. Akan tetapi, sebuah kejadian unik terjadi ketika Spanyol dan Turki bersaing di Grup 6 zona Eropa.
Kedua negara harus bertanding dua kali. Spanyol menang 4-1 di partai pertama. Turki kemudian menang 1-0 di pertandingan kedua. Belum adanya agregat gol membuat keduanya sama-sama mengantungi satu kemenangan sehingga harus diadakan pertandingan ketiga di tempat netral. Stadion Olimpico Roma ketika itu dipilih. Sayangnya skor justru berakhir imbang 2-2.
Belum adanya adu penalti membuat FIFA memberlakukan cara unik. Seorang anak pegawai stadion Olimpico bernama Luigi Franco Gemma diminta untuk mengambil satu nama yang dimasukkan dalam sebuat pot perak. Tangan Luigi kemudian mengambil Turki sehingga membuat mereka lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Piala Dunia dengan Banyak Gol
Piala Dunia 1954 Swiss mungkin bukanlah turnamen dengan rataan penonton tertinggi sepanjang sejarah. Akan tetapi hingga saat ini, mereka masih memegang rekor sebagai Piala Dunia dengan rataan gol tertinggi sepanjang sejarah. Tercatat ada 140 gol yang tercipta dengan rataan 5,38 gol per laga. Skor-skor besar memang mendominasi ketika itu.
Brasil menang 5-0 atas Meksiko, di Grup B Hungaria menang 9-0 atas Korea Selatan dan 8-3 dari Jerman Barat, Korea Selatan kembali dibantai oleh Turki dengan skor 7-0, sementara Turki kemudian dikalahkan Jerman Barat 7-2 di partai play off (selisih gol atau Head to Head belum dipakai). Hujan gol juga terjadi di Grup C dan D dengan Uruguay menang 7-0 atas Skotlandia serta Inggris yang bermain imbang 4-4 dari Belgia.
Gol-gol kemudian bertambah banyak ketika memasuki fase gugur. Tuan rumah tersingkir setelah kalah 7-5 dari Austria di perempat final. Uruguay dan Hungaria menang dengan skor identik 4-2. Di semifinal, Jerman Barat menang 6-1 atas Austria sementara juara bertahan Uruguay kalah dari Hungaria 4-2.
Pertarungan Bern
Pertandingan antara Hungaria melawan Brasil saat itu dilabeli sebagai battle of Berne alias pertarungan di Bern. Laga yang mempertemukan dua tim terbaik di muka bumi tersebut justru diwarnai perkelahian. Wasit Arthur Ellis mengeluarkan tiga pemain saat itu.
Jozsef Bozsik diusir bersama dengan Nilton Santos karena saling baku hantam. Humberto Tozzi menendang penjaga gawang Gyula Lorant. Tidak berhenti sampai disitu, Puskas, yang tidak bermain saat itu, memukul Pinheiro dengan botol. Di ruang ganti, para pemain Brasil mengejar para pemain Hungaria sehingga membuat pelatih mereka, Gustav Sebes, menderita luka yang membutuhkan empat jahitan. Dikutip dari Independent pada 1998, Ellis menceritakan pertandingan tersebut.
“Saya merasa berada di puncak karena memimpin pertandingan terbesar. Tapi tingkah mereka seperti binatang. Memalukan. Pertandingan yang mengerikan. Saya hanya ingin pertandingan saat itu cepat berakhir,” ujarnya.
“Pertempuran yang brutal dan biadab. Para fotografer dan penggemar Brasil membanjiri lapangan dan menyerang kami. Ruang ganti pecah dengan pertempuran,” ujar Sebes menambahkan.
Ketika Hungaria Dikalahkan oleh Hujan dan Sepatu
Hungaria memang mencuri perhatian di Piala Dunia 1954. Selain pertempuran di Berne, mereka saat itu berstatus sebagai tim yang diunggulkan menjadi kampiun. Bekal mereka pun cukup baik dengan membawa status sebagai peraih medali emas cabang sepakbola Olimpiade Helsinki dua tahun sebelumnya.
Puskas dkk disebut-sebut sebagai negara yang mempertontonkan permainan menghibur dengan skema bernama W-M (3-2-3-2). Formasi tersebut membuat mereka dilabeli Generasi Emas alias Magical Magyars. Mereka datang ke Swiss dengan membawa status belum terkalahkan selama empat tahun. Inggris, negara penemu sepakbola, bahkan dibantai 6-3 di stadion Wembley.
Selain Puskas, terdapat nama lain yang saat itu menjadi andalan skuad asuhan Gustav Sebes. Ada Sandor Kocsis dan Zoltan Czibor yang melegenda bersama Barcelona. Adapula Nandor Hidegkuti yang permainannya saat itu dikenal sebagai cikal bakal munculnya istilah False Nine.
Mereka melangkah ke partai puncak dengan mulus. Lawan-lawan yang dihadapi semuanya takluk dengan skor telak. Mereka juga minimal membuat empat gol. Di final, Puskas dkk kembali bertemu Jerman Barat yang mereka kalahkan 8-3 di penyisihan grup.
Jerman berada dalam situasi tidak diunggulkan. Namun sehari sebelum final, kapten Fritz Walter mendatangi Adolf Dassler (pendiri Adidas) selaku manajer peralatan Jerman. Fritz meminta Adi untuk membuatkan sepatu yang ringan dan memberikan sentuhan yang nyaman saat mengenai bola.
Adi ternyata tidak hanya membuat sepatu yang nyaman. Dia membuat sepatu dengan pul yang bisa diganti apabila cuaca hujan. Inovasi ini sempat didengar kubu Hungaria yang ternyata ingin meniru langkah Jerman. Akan tetapi, Sebes menolak dan lebih menginginkan para pemainnya memakai produk lokal.
Sementara itu, pelatih Jerman Sepp Herberger merasa kalau pertandingan akan berpihak kepada Panser apabila turun hujan di Stadion Wankdorf. Senyum Sepp merekah ketika di perjalanan ia melihat supir bus kesulitan pandangan dan harus menyalakan wipernya karena hujan cukup deras.
Situasi di lapangan sempat tidak menguntungkan bagi Jerman. Mereka tertinggal dua gol melalui Puskas dan Czibor. Akan tetapi, Jerman berbalik melalui gol-gol dari Morlock, dan dua gol Helmut Rahn. Seketika Jerman yang tidak diunggulkan mengalahkan tim yang ketika itu diyakini akan menjadi juara.
Kekalahan tersebut sangat membekas dikubu Hungaria. Itulah satu-satunya kekalahan yang mereka raih hingga 1956. Sementara itu, berkat jasa Adi Dassler, dewan kota Herzogenaurach (kota kelahiran Adi) membuat sebuah patung Adi yang sedang memegang sepatu bikinannya di Adi Dassler Stadium.
Baca juga:
Piala Dunia 1930: Rumit, Perjalanan Jauh, serta Final Dua Bola
Piala Dunia 1934: Mussolini, Oriundi, Hingga Hukuman Mati
Piala Dunia 1938: Diundi Cucu, Debut Indonesia, dan Sensasi Leonidas
Piala Dunia 1950: Aksi WO, Tumbangnya Raja Sepakbola, dan Kesombongan Brasil
Piala Dunia 1958: Anti Israel, Berkah Sepatu Pinjaman, dan Sinar Pele
Piala Dunia 1962: Pertempuran Santiago, Kemunculan Garrincha, Takhayul Cile
Piala Dunia 1966: Milik Pickles, Korea Utara, dan Geoff Hurst
Piala Dunia 1970: Perang, Skandal, dan Sejarah Brasil
Piala Dunia 1974: Aksi Mwepu, Sejarah Dua Jerman, dan Menguapnya Total Football
Piala Dunia 1978: Konspirasi, Salah Kostum, Hilangnya Johan Cruyff
Piala Dunia 1982: Kontroversi, Kalahnya Jogo Bonito, dan Gelar Ketiga Italia
Piala Dunia 1986: Kejutan Denmark dan Maroko, Rekor Batista, Piala Dunia Maradona
Piala Dunia 1990: Dongeng Kamerun, Insiden Ludah, dan Air Mata Gazza
Piala Dunia 1994: Duka Escobar, Piala Dunia Terakhir Maradona, dan Final Dua Tim Pragmatis
Piala Dunia 1998: Sepakbola Kalahkan Politik, Sensasi Kroasia, dan Misteri Ronaldo
Piala Dunia 2002: Kejutan, Kontroversi, dan Kamerun yang Tanpa Lengan
Artikel ini pertama kali terbit di: LigaLaga.ID