Middlemarch (1871) adalah sebuah dunia yang begitu kaya dan rumit, seperti sebuah permadani yang ditenun dengan benang-benang detail yang tak terhitung jumlahnya. George Eliot melukiskan kehidupan di kota Middlemarch pada era pergolakan politik di Inggris, tahun 1830-an. Ia menelusuri lika-liku kehidupan berbagai keluarga, dari kaum bangsawan Brooke yang kaya raya hingga keluarga Garth dan Vincy yang terpandang di dunia perdagangan, serta keluarga Farebrother yang sederhana. Kehadiran Lydgate, seorang dokter muda yang penuh ambisi, menambah dinamika dalam kehidupan kota kecil ini.
Novel ini merangkum jalinan hubungan antar manusia, baik ikatan keluarga maupun pertemanan, yang terjalin erat di Middlemarch. Di permukaan, Middlemarch tampaknya mengisahkan percintaan dan pernikahan para tokohnya, seperti Dorothea Brooke, Mary Garth, Fred Vincy, Rosamond Vincy, dan Tertius Lydgate. Namun, Eliot menyelami lebih dalam dari sekadar romansa konvensional. Setiap karakter memiliki pergulatan batin, impian, dan tantangan hidup yang jauh melampaui soal cinta.
Kisah dimulai dengan Dorothea Brooke yang menikah dengan Tuan Casaubon, seorang pria yang jauh lebih tua. Pernikahan ini melibatkan Dr. Lydgate yang kemudian terjerat pesona Rosamond Vincy. Dari sini, plot berkembang dengan luar biasa, bercabang ke segala arah layaknya jaringan yang rumit, mencerminkan kegeniusan Eliot dalam merangkai narasi.
Middlemarch selalu memiliki tempat istimewa di hati saya. Novel ini begitu berkesan sehingga saya membacanya berulang kali, meskipun saya menyadari bahwa ia tidaklah sempurna. Justru dalam ketidaksempurnaan itulah terletak kehebatannya. George Eliot, dengan kecerdasan dan pengetahuannya yang luas, menciptakan sebuah dunia fiksi yang hidup dan bernafas. Setiap karakter, baik yang utama maupun yang muncul sesaat, terasa utuh dan kompleks, dengan motivasi dan perilaku yang meyakinkan.
Eliot dengan mahir menjalin jaringan hubungan antar karakter yang kaya dan berlapis, melibatkan dimensi sosial, ekonomi, dan emosional. Setiap adegan dihadirkan dengan detail yang memuaskan, membangun sebuah struktur narasi yang luas dan mengesankan. Alur ceritanya berkembang dengan ritme yang tenang namun pasti, menyerupai proses berpikir yang mendalam dan reflektif. Dan yang paling menakjubkan, Eliot menulis dengan gaya yang cerdas dan menawan, sehingga setiap kalimat menghasilkan kegembiraan tersendiri bagi pembaca.
Meskipun sering dianggap sebagai penulis yang kaku dan moralistik, Eliot sebenarnya memiliki sisi humor yang tajam dan ironis. Salah satu contohnya adalah pertemuan antara Dr. Lydgate dengan seorang aktris. Di tengah percakapan yang mengungkap kisah tragis kematian suami sang aktris, Eliot menyisipkan dialog yang menggelikan dan mengesankan: “Kamu datang jauh-jauh dari Paris untuk menemukanku?” tanya sang aktris dengan tatapan tajam dan liar, “Apakah semua orang Inggris seperti itu?”
Setelah pertemuannya dengan sang aktris, Lydgate bertekad untuk menghindari perempuan dan menganggap dirinya sudah kebal dari pesona Rosamond Vincy, yang sangat berbeda dengan Laure, “si gadis polos”. Di sisi lain, ada Tn. Brooke, paman Dorothea yang dangkal, yang memberikan saran bacaan kepada Casaubon, suami Dorothea yang kaku. Tn. Brooke dengan antusias merekomendasikan novel-novel karya Smollett, seperti Roderick Random dan Humphry Clinker. “Novel-novel itu memang agak vulgar,” katanya, “tapi sekarang dia sudah menikah, jadi boleh-boleh saja membaca apapun. Dulu saya tertawa terbahak-bahak membaca bagian tentang celana panjang seorang kusir. Sayang sekali kita tidak menemukan humor seperti itu lagi sekarang.” Casaubon tentu saja menanggapi rekomendasi itu dengan dingin.
Middlemarch mendapat pujian yang luar biasa dari para kritikus sastra. Virginia Woolf bahkan menyebutnya sebagai “satu-satunya novel Inggris yang ditulis untuk orang dewasa.” Banyak yang menganggapnya sebagai novel terbaik dalam kesusastraan Inggris, bahkan sebagai novel terbaik yang pernah ada. Middlemarch memang sebuah karya yang ambisius, dengan cakupan yang luas dan detail yang melimpah. Ia bersanding dengan novel-novel klasik lainnya seperti Anna Karenina, Our Mutual Friend, Moby-Dick, Don Quixote, dan The Past Recaptured. Semua elemen dalam Middlemarch, dari plot hingga karakter, dieksekusi dengan keindahan dan ketelitian.
Sebuah novel yang semakin panjang dan kompleks justru semakin sulit untuk mencapai kesempurnaan. Ibarat sebuah bangunan, semakin banyak ruangan yang ditambahkan, semakin besar kemungkinan koneksi antar ruangan tersebut menjadi lemah dan membingungkan. Hal ini juga berlaku pada novel. Semakin banyak detail dan alur cerita yang dimasukkan, semakin sulit bagi penulis dan pembaca untuk menjaga benang merah dan tetap terlibat dalam narasi.
Beberapa novelis hebat, seperti Leo Tolstoy dalam Anna Karenina atau Charles Dickens dalam Our Mutual Friend, berhasil mengatasi tantangan ini dengan menciptakan ketegangan emosional yang kuat dan menjaga pembaca tetap terpaku pada nasib para tokohnya. Namun, Middlemarch mengambil jalan yang berbeda. Eliot tidak terlalu fokus pada ketegangan plot, melainkan pada analisis psikologis yang mendalam terhadap hubungan antar karakter. Ia lebih tertarik untuk mengeksplorasi dinamika hubungan Dorothea dan Will, Lydgate dan Rosamond, serta Fred dan Mary, daripada menciptakan teka-teki yang menegangkan.
Alih-alih menghanyutkan pembaca dalam pusaran emosi, Eliot memilih untuk menjaga jarak dengan karakter-karakternya. Ia bertindak sebagai narator yang bijak, mengamati dan menganalisis perilaku mereka dengan tajam. Pembaca diajak untuk memahami motivasi, konflik batin, dan perkembangan para tokoh secara intelektual, bukan melalui keterlibatan emosional yang intens. Dengan demikian, Middlemarch menawarkan pengalaman membaca yang lebih mencerahkan pikiran daripada sekedar memberikan kepuasan emosional.
Meskipun Middlemarch menawarkan banyak hal, inti kisahnya berpusat pada tiga hubungan pernikahan yang digambarkan dengan ketajaman dan kedalaman yang luar biasa. Eliot menyajikan analisis yang menembus tentang pernikahan, mengungkap dinamika dan tantangannya dengan cara yang tak tertandingi oleh penulis lain.
Pernikahan Lydgate dan Rosamond, misalnya, menjadi studi kasus yang menarik tentang bagaimana ekspektasi dan penampilan dapat menjebak pasangan dalam ketidakbahagiaan. Rosamond yang cantik namun dangkal dan Lydgate yang ambisius namun naif terperangkap dalam pernikahan yang dibangun di atas fondasi yang rapuh. Eliot juga menjelajahi pernikahan Dorothea dengan Casaubon, seorang cendekiawan yang kering dan jauh lebih tua. Melalui kisah ini, Eliot mengungkapkan perjuangan seorang wanita idealis yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.
Yang menarik, pernikahan-pernikahan dalam Middlemarch tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga mencerminkan masalah yang abadi dalam hubungan manusia. Eliot menunjukkan bahwa pola-pola tertentu, seperti pria baik hati yang menikahi wanita cantik namun dangkal, atau wanita idealis yang salah menilai pasangannya, terus berulang sepanjang masa. Di sini, Eliot juga memperlihatkan ketajamannya dalam menggambarkan psikologi perempuan, sesuatu yang jarang ditemukan dalam karya-karya penulis pria sezamannya.
Lebih dari sekadar novel tentang pernikahan, Middlemarch juga merupakan potret sosial yang kaya. Eliot dengan cerdas mengintegrasikan perdebatan intelektual dan ilmiah yang mewarnai zamannya ke dalam narasi. Lydgate berambisi memajukan ilmu pengetahuan, Casaubon terobsesi mengungkap asal-usul mitos, dan Dorothea mendambakan kehidupan yang bermanfaat bagi sesama. Melalui karakter-karakter ini, Eliot menangkap semangat pencarian pengetahuan dan makna hidup yang menjadi ciri abad ke-19.
Menariknya, beberapa obsesi intelektual para tokoh dalam Middlemarch mencerminkan pencapaian nyata pada masa itu. Para ahli bahasa memang berhasil menghubungkan bahasa-bahasa modern dengan akar kunonya, sebagaimana yang dicita-citakan Casaubon. Para filsuf dan ahli etika terus bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kebajikan dan makna hidup, seperti halnya Dorothea. Dan para ilmuwan terus mengungkap rahasia alam semesta, menemukan lapisan-lapisan materi dan energi yang menyusun dunia kita.
Meskipun beberapa detail ilmiah dan sosial dalam Middlemarch mungkin sudah ketinggalan zaman, wawasan Eliot tentang dunia intelektual tetap relevan. Ia dengan brilian menunjukkan bagaimana kehidupan intelektual saling berhubungan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Eliot menggunakan kombinasi unik dari kecerdasan, kepekaan bahasa, pengetahuan yang luas, dan wawasan psikologis untuk menghidupkan dunia Middlemarch. Ia menulis dengan ambisi dan kewajaran, serta keberanian untuk mengeksplorasi tema-tema yang kompleks.
Mungkin Virginia Woolf menyebut Middlemarch sebagai “satu-satunya novel Inggris yang ditulis untuk orang dewasa” karena Eliot memperlihatkan bahwa kehidupan dan perjuangan para tokohnya berlanjut bahkan setelah novel berakhir. Lydgate, misalnya, akhirnya mencapai kesuksesan finansial sebagai dokter, tetapi harus mengorbankan cita-citanya. Fred Vincy dan Mary Garth, di sisi lain, menemukan kebahagiaan dalam pernikahan yang setara, di mana keduanya bekerja dan berkontribusi pada keluarga. Melalui kisah ini, Eliot menawarkan visi tentang pernikahan yang ideal, yang didasarkan pada kemitraan, kontribusi yang setara, dan pertumbuhan intelektual bersama.