Minggu, November 24, 2024

Pendistribusian Perwira TNI ke Kementerian Tidak Realistis

Charles Honoris
Charles Honoris
Anggota Komisi I DPR RI.
- Advertisement -

Muncul usulan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk mendistribusikan perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi pejabat kementerian. Tujuannya untuk memberikan pos dan menyelamatkan karier lebih kurang 500 perwira tinggi yang saat ini terancam tidak punya jabatan di struktur internal TNI.

Namun, Panglima TNI Hadi Tjahjanto tidak menyebutkan secara jelas akan mendistribusikan para perwira tinggi tersebut ke kementerian mana. Sehingga, bisa diartikan distribusi dilakukan ke seluruh kementerian. Menurut saya, itu yang membuat usulan tersebut tidak realistis dan tidak efektif.

Pertama, karena berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Selama ini UU itu sudah mengatur pos sipil yang boleh diisi TNI, yaitu tertulis dalam Pasal 47 ayat (2). Bunyinya, “Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen, sandi negara, lembaga ketahanan, dewan pertahanan, SAR, narkotika nasional, dan mahkamah agung.”

Apabila ingin menduduki jabatan sipil di luar yang telah disebutkan, maka, seperti termaktub pada ayat (1) pasal yang sama, personel TNI aktif harus “mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas aktif.”

Artinya harus dilakukan revisi UU TNI jika usul tersebut tetap ingin dilaksanakan. Menurut saya mustahil dalam waktu dekat. Karena, masa jabatan DPR periode ini akan segera habis dan revisi UU tersebut belum masuk ke prolegnas. Antrean UU lain untuk diselesaikan Komisi I pun masih banyak, seperti UU terkait dengan pelindungan data pribadi. UU tentang penyiaran juga belum disahkan. Lagi pula, setiap tahun satu komisi hanya boleh membahas maksimal dua UU.

Kalaupun ingin disandarkan pada Pasal 7 ayat (2) poin (b) tentang operasi militer selain perang (OMSP), pun harus memenuhi 14 poin yang diperbolehkan di dalamnya, yaitu:

Mengatasi gerakan separatis bersenjata; Mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme; mengamankan wilayah perbatasan; mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; mengamankan presiden dan wakil presiden; memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; membantu tugas pemerintahan di daerah, membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam UU; membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencairan pertolongan dalam kecelakaan; dan membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.

Dalam melaksanakan OMSP juga tidak bisa sembarangan. Harus melalui keputusan politik negara yang diwujudkan dalam Keputusan Presiden (Kepres). Bukan seperti selama ini yang hanya mengandalkan surat permohonan atau MoU antara TNI dan institusi negara lainnya. Guna memperketat itu, menurut saya, harus dibuat UU Perbantuan TNI. Memakan waktu lama lagi.

Kedua, berpotensi menjadi kebijakan yang percuma. Karena, menempatkan personel TNI di tempat yang tidak sesuai bidangnya, seperti di Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, atau Kementerian Pertanian, hanya membuat kinerja mereka tidak efektif. Sangat mungkin pula menganggu kinerja kementerian-kementerian tersebut secara keseluruhan.

Sangat disayangkan kalau itu terjadi, kan? Negara menyekolahkan dan melatih para perwira tinggi tersebut dengan harga mahal, tapi hanya menempati posisi yang mereka tidak bisa bekerja dengan maksimal. Padahal mereka bisa ditempatkan di pos lain sesuai kemahirannya, seperti pada pos-pos yang telah ditetapkan UU TNI.

- Advertisement -

Ketiga, usulan tersebut berpotensi membangkitkan anggapan pemerintahan saat ini ingin mengembalikan Dwi Fungsi ABRI yang telah dihapus sebagai hasi reformasi. Jika anggapan itu meluas dan menimbulkan protes dari masyarakat, potensi distabilitas politik meningkat. Apalagi saat ini sedang memasuki tahun politik. Sangat rawan pihak-pihak tertentu memanfaatkannya untuk mendelegitimasi pemerintah dan menciptakan kekacauan, yang akhirnya menciptakan distabilitas keamanan.

Selain tentu saja, sudah menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menjaga amanat reformasi demi terus berlangsungnya demokrasi di negeri ini.

Lebih Baik Merevisi Blueprint Pertahanan dan Mereformasi Struktur TNI dan Kemenhan

Dalam hal ini, saya mengusulkan lebih baik TNI dan Kementerian Pertahanan merevisi blueprint pertahanan nasional. Tidak hanya fokus pada perang semesta atau perang konvensional saja, tapi juga memperhatikan jenis-jenis perang baru, seperti perang siber dan perang biologis.

Karena, hemat saya, perang konvensional sudah hampir tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Sebaliknya, perang siber dan perang biologis semakin menjadi ancaman nyata dan harus diantisipasi. Cara mereformasi struktur di institusi TNI dan Kementerian Pertahanan melalui pembuatan divisi-divisi atau kesatuan khusus berkaitan dengan ancaman baaru tersebut.

Surplus perwira tinggi bisa menjadi stok sumber daya untuk mengisi divisi-divisi dan kesatuan khusus baru tersebut. Baik di TNI, maupun di lingkungan Kementerian Pertahanan. Sehingga, mereka bisa tetap bekerja sesuai dengan bidangnya dan kedaulatan negara bisa tetap dijaga.

Langkah ini lebih realistis karena tidak membutuhkan revisi UU TNI. Mengingat tugas dan tanggung jawab baru tersebut sudah sesuai dengan tupoksi TNI. Maka, cukup melalui Keppres atau bahkan Instruksi Panglima TNI yang bisa dilakukan dengan segera. Hal ini jika memang dianggap pendistribusian para perwira tinggi sangat mendesak dilakukan segera.

Kesimpulan saya, sebagai sebuah wacana, pendistribusian perwira tinggi TNI ke kementerian tidak salah. Namun, kementerian tersebut harus sesuai dengan tupoksi TNI yang telah diatur UU TNI. Kalau tidak, ya, wacana tersebut tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat dan akan merugikan TNI sendiri.

Charles Honoris
Charles Honoris
Anggota Komisi I DPR RI.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.