Jumat, April 19, 2024

Habis Manis Ranieri Dibuang

Muhammad Qomarudin
Muhammad Qomarudin
Penikmat sepakbola layar kaca dan sesekali menulis tentang sepakbola
ranieri-oye
Pelatih Claudio Ranieri dan kiper Kasper Schmeichel mengangkat trofi juara Liga Utama Inggris yang pertama diraih Liecester City usai laga melawan Everton, Sabtu (7/5/2016) (Reuters)

Kisah perjalanan heroik Claudio Ranieri bersama Leicester City berakhir pilu. Petinggi klub juara bertahan Liga Premier Inggris itu secara mengejutkan memecat Ranieri pada Kamis (23/2) malam waktu setempat.

Keputusan Leicester City melepas Ranieri di tengah kompetisi yang masih bergulir sungguh di luar dugaan. Langkah petinggi klub yang bermarkas di King Power Stadium ini bisa dibilang sangat arogan dan terlampau tak tahu cara berterimakasih. Terlepas dari rentetan hasil buruk Leicester City di musim ini, Ranieri tetaplah sosok kunci di balik kesuksesan Leicester merengkuh trofi Liga Primer Inggris untuk pertama kalinya dalam sejarah 133 tahun berdirinya klub ini.

Kabar pilu yang dihembuskan sang juara bertahan mendapat respons negatif dari berbagai kalangan, terutama oleh rekan seprofesi dengan Ranieri. Manajer Manchester United Jose Mourinho merespons keputusan petinggi klub Licester dengan menulis komentar nyinyir di laman Instagram pribadinya.

“Juara Liga Inggris dan Pelatih Terbaik FIFA tahun ini dipecat. Begitulah sepakbola modern, Claudio. Tetap tersenyum kawan. Tak ada seorang pun yang bisa menghapus sejarah yang kau tuliskan,” tulis Mou.

Tak berhenti di situ, si special one itu juga sempat memberikan dukungan moril pada Ranieri. Dalam sebuah sesi konferensi pers, Mou memakai inisial CR (Claudio Ranieri) di sisi kanan atas kaos berkerah yang dia pakai. Dalam kesempatan berbicara di depan media itu, Mou juga kembali memberi sanjungan pada Ranieri dengan menyebutnya sebagai pelatih hebat yang akan dikenang hingga masa ke masa.

Benar kata Mou, dalam sepakbola modern, apa pun bisa saja terjadi. Tuntutan menghadirkan prestasi selalu akan jadi acuan utama demi menghadirkan dana segar. Karena dalam sepakbola modern yang lekat dengan aroma bisnis, sejarah secara konkrit tidak pernah mampu melahirkan pundi-pundi uang. Sejarah hanya akan dikenang. Sementara keuntungan akan terus dikejar dengan cara merawat prestasi.

Sebagai juara bertahan, Leicester memang tak selayaknya berada di papan bawah Liga Inggris. Catatan hanya meraih lima kemenangan dalam 25 laga di Liga Inggris tentu sangat mengecewakan. Keterpurukan Leicester juga berlanjut di kompesi lain. Baru-baru ini Leicester juga takluk dari Sevilla di leg pertama babak 16 besar Liga Champions. Kekalahan itu sekaligus menipiskan peluang klub berjuluk the Foxes ini untuk melaju ke babak berikutnya.

Catatan buruk itu kemudian dipakai sebagai dalih utama bagi petinggi klub untuk mendepak Ranieri. Vice chairman Leicester City Aiyawatt Srivaddhanaprabha kemudian angkat bicara dan menjelaskan alasan klub melepas pelatih berkebangsaan Italia itu.

“Ini adalah keputusan tersulit yang harus kami buat dalam kurun waktu tujuh tahun sejak King Power mengambil alih Leicester City. Namun, kami punya kewajiban menaruh kepentingan klub di atas segalanya, termasuk sentimen pribadi, tak peduli seberapa kuat itu,” ujar Aiyawatt di laman resmi klub.

Konglomerat asal Thailand itu juga mengatakan jika the Foxes musim ini tak mematok target muluk-muluk pada Ranieri. Aiyawatt menyebut jika petinggi klub hanya berharap Ranieri mampu membawa Leicester musim ini bertahan di kasta tertinggi Liga Inggis. Dia juga mengaku sadar jika catatan prestisius musim lalu tak mungkin bisa terulang dua kali. Namun target itu terancam berantakan setelah Leicester hingga pekan ke-25 terjerembab di papan bawah klasemen.

“Tak pernah kami berharap bisa meraih kemenangan luar biasa tahun lalu harus diulangi tahun ini. Namun, mampu bertahan di Liga Premier Inggris adalah target kami satu-satunya. Sayangnya sekarang kami menghadapi perjuangan sulit untuk meraih hal tersebut dan merasa perlu perubahan untuk memaksimalkan kesempatan dalam 13 laga terakhir,” tambah Aiyawatt.

Berada satu strip di atas zona degradasi tentu jadi mimpi buruk bagi petinggi klub. Terlebih secara permainan Leicester belum menunjukkan progres yang menjanjikan. Ancaman terlempar ke kasta kedua terpampang nyata di depan mata. Situasi di internal klub semakin memperparah situasi. Belakangan terdengar kabar kalau ruang ganti the foxes sudah tidak harmonis. Bahkan keputusan petinggi klub untuk melengserkan Ranieri semakin bulat setelah beberapa pemain penting secara terang-terangan mendukung keputusan itu.

Laman The Times mengabarkan jika beberapa pemain senior mulai berani mengkritik skema permainan Ranieri. Sang juru taktik dinilai terlalu sering mengubah skema permainan dengan cara bongkar pasang pemain. Puncaknya terjadi di pagi hari setelah Leicester takluk 1-2 dari Sevilla. Dalam sebuah pertemuan tertutup antara beberapa pemain senior dan petinggi klub, laporan tentang sisi negatif seorang Ranieri tertumpah ruah.

Tidak hanya soal perubahan taktik, keluhan para pemain senior terhadap Ranieri juga menyentuh persoalan aturan baru di luar lapangan. The Times menyebut jika persoalan pembatasan menu makanan sebagai bagian dari program diet juga turut dikeluhkan. Wow, sungguh terlalu.

Tapi begini. Terlepas dari segala macam rentetan hasil buruk serta catatan negatif seorang Ranieri, dia tetaplah pahlawan yang layak diperlakukan spesial. Seorang Ranieri sudah selayaknya diberi pemakluman-pemakluman. Toh, dia belum terbukti gagal sepenuhnya. Musim ini masih menyisakan 13 laga. Jika target klub hanya sekadar bertahan di kasta tertinggi, sekelas Ranieri saya pikir masih mampu. Kalah dengan selisih satu gol atas Sevilla juga bukan akhir dari perjalan the Foxes di Liga Champions. Di leg kedua nanti, menang dengan skor tipis 1-0 saja sudah bisa mengantarkan Leicester ke babak berikutnya.

Namun, semuanya sudah telanjur diputuskan. Sebagai publik sepakbola yang berjarak ribuan kilo meter dengan King Power Stadium, kita hanya bisa memprotes sembari sesekali menghujat. Dari sekian banyak komentar, cuitan dari legenda hidup sepakbola Inggris, Gary Lineker, sepertinya bisa mewakili kita.

“Setelah semua yang dilakukan Claudio Ranieri untuk Leicester City, memecat dia saat ini adalah sesuatu yang tak mungkin bisa dijelaskan, sesuatu yang tak bisa dimaafkan dan sungguh menyedihkan,” tulis Gary Lineker di akun Twitter pribadinya.

Muhammad Qomarudin
Muhammad Qomarudin
Penikmat sepakbola layar kaca dan sesekali menulis tentang sepakbola
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.