Rabu, Oktober 9, 2024

Duka Timnas Italia, Dagelan Liga Indonesia

Ribut Lupiyanto
Ribut Lupiyanto
Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Penggemar Sepakbola
Pemain Italia menangis usai pertandingan melawan Swedia di San Siro, Italia, Selasa (14/11/2017) dini hari tadi. Laga berakhir dengan skor 0-0, tapi Swedia pada pertandingan sebelumnya menang atas Italia 1-0, berhak lolos ke Piala Dunia 2018 Rusia (Agregat 1-0) [dailymirror]

Mendung menggelayuti Timnas Sepakbola Italia. Musibah besar baru saja menimpa. Sebagai salah satu raksasa sepakbola dunia, Timnas Italia mengubur mimpinya ikut berlaga pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Italia menyusul Belanda, Amerika Serikat, dan lainnya yang telah sejak awal memastikan gagal ikut serta.

Timnas Italia sebenarnya memiliki peluang lebih besar kala meladeni Swedia pada babak play off. Laga tandang Italia hanya kebobolan satu gol. Sayangnya, ketika menjamu Swedia, ia hanya menghasilkan skor kacamata. Banyak komentar berseliwearan di jagat maya. Piala Dunia tanpa Italia dan Belanda diprediksikan akan berlangsung hampa.

Sepakbola Mutakhir

Jalannya Pra Piala Dunia 2018 kali ini memang penuh kejutan. Timnas raksasa seperti Argentina dan Portugal harus mendapatkan tiket dengan terseok-seok. Timnas non unggulan justru beberapa berhasil mengantongi tiket dengan mulus, seperti Mesir dan Maroko.

Dinamika ini menggambarkan perkembangan mutakhir dunia sepakbola. Dikotomi timnas atau klub unggulan dan non unggulan sudah kurang relevan. Filosofi bola adalah bundar justru semakin menunjukkan realitanya. Peluang menang dalam setiap pertandingan lepas dari mana pun yang bertanding menjadi imbang dan sulit terprediksikan.

Senada dengan Italia, salah satu klub kasta tertinggi sepakbola Indonesia, yaitu Bali United, juga sedang berkabung. Impiannya mengangkat tropi juara Liga 1 terkubur dalam. Naasnya, skor akhir adalah sama dengan sang jawara Bhayangkara FC. Regulasi menilai berdasar rekor head to head, di mana Bhayangkara FC lebih unggul, meski selisih gol sebenarnya Bali United unggul..

Hal yang menyakitkan sekaligus menggelitik adalah proses penentuan juara. Dagelan yang tidak lucu dan justru memalukan kembali menghantui persepakbolaan nasional. Bhayangkara FC menjadi juara bukan ditentukan oleh kemenangan di lapangan, melainkan kemenangan di atas meja. Jalan kemenangan diberikan Komdis PSSI yang menyatakan Mitra Kukar terbukti melakukan pelanggaran pertandingan dan divonis kalah WO 0-3 atas Bhayangkara FC.

Penyebabnya adalah kenekatan Mitra Kukar memainkan Sissoko yang diganjar larangan bertanding. Kontroversi menyeruak lantaran sebelum pertandingan tidak disampaikan berita acara pelarangan tersebut. Banding Mitra Kukar justru dicabut di detik-detik akhir penentuan juara. Di atas kertas, demi alasan regulasi, kondisi ini bagaimanapun harus diterima semua pihak.

Bhayangkara FC [foto: liputan6.com]

Hanya memang nalar sehat pelaku dan pecinta sepakbola tanah air mayoritas memberikan cibiran. Kelucuan bertambah ketika situs AFC dan FIFA sempat menayangkan posisi akhir Liga 1 di mana Bali United yang bertengger di posisi teratas, meski akhirnya diralat atas pemberitahuan PSSI.

Dagelan belum berhenti. Bhayangkara FC sebagai juara semestinya otomatis akan berlaga di Liga Champion Asia. Namun, AFC menyatakan Bhayangkara FC tidak lolos penilaian tingkat profesionalitasnya. Akhirnya, tiket diberikan kepada Bali United. Sungguh-sungguh terjadi, klub terbaik tidak lolos penilaian dan nilainya dinyatakan lebih kecil dibanding klub di bawahnya.

Evaluasi Total

Sengkarut pengelolaan dan dinamika sepakbola nasional masih menjadi momok. Apalagi terkait prestasi yang masih jauh panggang dari api. Timnas junior hingga senior masih belum menunjukkan kemajuan berarti. Kegagalan di Piala AFF U-18, Sea Games 2017, dan Pra Piala Asia U-19 menjadi bukti kasar mata.

Tahun depan Indonesia akan memiliki hajat besar berupa Asian Games dan Piala Asia U-19. Kegagalan dan dagelan mesti dilupakan dan dievaluasi total demi menyongsong dwisukses prestasi dan penyelenggaraan.

Spirit nasionalisme dan profesionalisme mesti menjadi pondasi yang melekat erat pada setiap insan persepakbolaan, baik pengurus, pelatih, pemain, suporter, dan lainnya. Drama kegagalan Italia dapat dijadikan motivasi. Di balik itu ada kesuksesan Swedia, di lain tempat juga sukses diraih Tunisia, Mesir, dan Maroko yang sempat dianggap sebelah mata dalam sepakbola kancah dunia.

Indonesia memiliki kekuatan non teknis pada spirit nasionalisme. Nasionalisme menggelora dalam darah pemain dan suporter. Fanatisme pendukung dan dukungan total secara moril-material akan muncul untuk tim kesayangannya. Hansen (1998) menjelaskan fenomena ini dengan menyebutnya sebagai deindividulisasi. Artinya, sebagian dari identitas pribadi terkikis dan mereka mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari tim favoritnya.

Sepakbola adalah sebuah kultur atau cerminan dari suatu masyarakat (Havemann, 2014). Situasi organisasi sepak bola di suatu negara dapat menjelaskan banyak hal situasi politik maupun ekonomi masyarakat tersebut. Hal ini melengkapi apa yang dikemukakan oleh Giulianotti (1999) bahwa intervensi politik kerap hadir di lapangan.

Gelora nasionalisme di setiap laga telah membuktikan sepakbola sebagai perekat anak bangsa. Sekat-sekat politik, agama, dan lainnya melebur dan berbaur menjadi satu. Alangkah baiknya jika iklim ini dapat dipertahankan dan dilanjutkan hingga luar pertandingan.

Perjuangan  Timnas Indonesia seperti di ajang SEA Games dan Piala AFF dapat menjadi bahan pembelajaran dari semua pihak. Prestasi memang ukuran akhirnya, namun proses nasionalisme tentu tidak bisa dinomorduakan pentingnya.

Lepas dari dinamika sepakbola tanah air yang masih ternodai beberapa adegan dagelan, namun banyak hikmah dapat dijadikan pembelajaran. Ruh sportivitas dalam sepakbola dapat ditularkan ke politisi. Pembelajaran dari sepakbola dapat membalikkan budaya politik yang negatif. Menang ataupun kalah dalam sepakbola menjadi fenomena biasa dan selalu diakhiri dengan jabat tangan antar tim. Tidak ada dendam yang menghinggapi, apalagi konflik berkepanjangan, meski sekadar antar individu.

Tuntutan deras terus mengalir menyemangati semua insan persepakbolaan guna melakukan perbaikan. Rakyat Indonesia sudah merasakan dahaga dari prestasi dan kebanggaan dari sepakbola.

Manajemen kepengurusan, mulai PSSI, klub, dan kompetisi liga, benar-benar harus mencerminkan profesionalisme. Tren sepakbola dunia yang mengarah ke industri pelan tetapi pasti mesti diikuti. Hantu KKN di dunia sepakbola mesti dilenyapkan. Jika proses sudah dijalankan dengan jaminan profesionalisme dan integritas, maka tugas meningkatkan prestasi akan ,menjadi lebih mudah.

Mimpi sepakbola nasional berlaga di pentas Piala Dunia wajib dijawab dengan peta jalan sistematis dan  dijalankan secara optimal.

Kolom terkait:

Energi 212 untuk Garuda [Catatan untuk Timnas Sepakbola]

Mau Dibawa ke Mana Liga Kita, Jenderal?

Sulitnya Mengganti Ketua Umum [Catatan Sepakbola Indonesia 2016]

Jangan Mau Dibohongi Pakai Sepakbola

Ribut Lupiyanto
Ribut Lupiyanto
Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Penggemar Sepakbola
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.