Kamis, April 18, 2024

Minangkabau Darurat Kemanusiaan

Dedi Mahardi
Dedi Mahardi
Penulis, Inspirator dan motivator

Sewaktu kecil tahun 70an, kami bangga sebagai orang Minangkabau, betapa tidak ranah Minang yang begitu indah secara fisik dijalankan dengan sistim atau software adat Minang yang begitu mulia atau bernilai tinggi.

Ketika kecil atau remaja, mendengar paman (kakak atau adik dari ibu) mendehem saja kami sudah takut dan berjaga-jaga jangan sampai paman marah karena kesalahan yang kami perbuat sebelumnya.

Begitu juga ketika ada tamu atau ada acara yang banyak tamu, bapak ibu kami tidak perlu mengeluarkan kata-kata untuk menyampaikan agar kami tidak disitu atau kami jangan melakukan itu, tetapi cukup dengan cara melirik atau melihat ke kami dengan cara berbeda.

Begitu juga dengan adat, bagaimana eloknya cara menghormat orang yang dituakan dalam makan bersama sehingga siapapun tidak akan berani cuci tangan walau sudah selesai makan, sebelum yang dituakan mencuci tangan. Apa tujuannya?

Disamping menghormati juga menjaga agar yang dituakan tersebut jangan sampai tidak selesai makannya karena yang lain sudah selesai. Itu salah satu contoh saja, banyak contoh lain yang membuktikan betapa mulia adat Minangkabau tersebut.

Kebanggaan kami terhadap Minang semakin tinggi lagi atau disempurnakan, ketika kami tahu dari pelajaran sekolah bahwa mayoritas pendiri atau pejuang yang mendirikan bangsa ini adalah tokoh Minang.

Bayangkan 3 dari 4 bapak pendiri bangsa ini adalah orang Minang yaitu Bung Hatta, Bung Sjahrir dan Tan Malaka, kecuali Bung Karno yang bukan orang Minang. Betapa hebatnya Minang kalau itu, bukan saja kami rasakan tetapi juga dikatakan oleh banyak tokoh dan budaya dari daerah lain.

Sayangnya, kemuliaan adat dan budaya yang begitu berharga menjadi modal utama melahirkan tokoh dan pemikir Minang serta menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Minang, sekarang sudah punah. Kenapa kami berani mengatakan sudah punah?

Karena sekarang Minang, jangankan bicara adat dan budaya untuk bicara tentang adab dan etika saja sekarang sudah susah, begitu juga bicara kepatuhan terhadap hukum dan aturan. Padahal adat dan budaya tersebut posisinya diatas adab dan etika, lalu posisi adab dan etika ada diatas kepatuhan hukum dan aturan.

Apa buktinya pelanggaran terhadap hukum dan aturan agama banyak yang dilanggar di Minangkabau sekarang? Data dari departemen kesehatan yang mengatakan bahwa kasus penyebaran HIV Aids termasuk tertinggi di sumatera barat, dan data kasus pelecehan seksual juga termasuk tertinggi. Begitu juga dengan kasus korupsi yang cukup tinggi, padahal zaman dulu jangankan korupsi atau mencuri, menjual harta pusaka saja yang jelas-jelas halal orang Minang malu.

Dulu harta pusaka hanya boleh digadaikan jika ada keperluan yang sangat mendesak dan tidak ada jalan lain, seperti untuk biaya pemakaman keluarga dan tidak ada alternatif lain.
Tetapi yang lebih dasyat dan mengganggu pikiran kami adalah peristiwa dua hari lalu dengan meninggalnya ibunda bapak Presiden, beberapa postingan menghina dan menghujat serta memfitnah sang ibunda dan presiden bermunculan dari Minang.

Sehingga kami yang sedang asik menikmati suasana social distancing dengan menyelesaikan beberapa buku, terganggu dengan whatsapp beberapa teman dari etnis lain yang mempertanyakan “Kenapa orang Minang begitu?” Secara bergurau dan spontan kami menjawab“ itu yang menulis bukan orang atau manusia karena manusia tidak mungkin sebiadab itu”.

Kelakuan mereka itu bertolak belakang dengan keluhuran dan kemulian budi alm Buya Hamka, yang telah dipenjarakan oleh Bung Karno tetapi ketika Bung Karno meninggal beliau melayat dan mensholatkan jenazah Bung Karno.

Kepada mereka yang menaruh dendam kesumat serta kebencian kepada pemerintah dan presiden ini, pernah kami pertanyakan: “Apa yang kalian dapat dari memfitnah dan membenci tersebut? Apakah keadaan akan berubah, apakah bikin orang yang kalian benci berubah, atau akan bikin diri kalian sendiri berubah?”.

Kami katakan, jika pemerintah atau presiden membalas kebencian kalian ini lalu menghentikan mengiriman dana anggaran ke Sumatera Barat maka seketika sumatera barat ini akan lockdown. Kenapa lockdown? Karena hampir 90 % kebutuhan anggaran Sumatera NBarat ini di drop dari pusat, dan sebagian besar rakyat Sumatera Barat yang pegawai ini tidak gajian.

Malah kebencian dan dendam tersebut telah menyebabkan mayoritas rakyat dirugikan, yaitu dengan penyesatan informasi bahwa bensin lebih baik dari pada pertalite, sehingga rakyat rela antri berjam-jam di spbu untuk bisa membeli premium atau bensin. Dan yang lebih lucu lagi rakyat rela membeli premium dari pedagang eceran pinggir jalan seharga 8 ribuan atau sepuluh ribuan.

Padahal pertalite dengan kualitas oktan lebih tinggi di SPBU dan tidak perlu antri dijual tidak sampai delapan ribu. Makanya antrin premium yang mengular dibanyak tempat hanya terjadi di Sumatera Barat, dan tidak terjadi di daerah lain. Usul kami untuk memberi efek kejut yang menyadarkan mereka, pertamina segera hentikan pengiriman premium kesana untuk beberapa bulan, karena bahan bakar bersubsidi tersebut telah disalah gunakan.

Usul kami kepada yang masih menaruh dendam kesumat dan kebencian, ubah dan manfaatkan energi dendam tersebut untuk berbuat sesuatu yang membuat kalian dibutuhkan oleh bangsa ini. Sehingga posisi kalian menjadi orang yang dibutuhkan, bukan seperti sekarang posisi kalian hanya seperti mentimun bungkuk yang masuk karung tetapi tidak dihitung.

Misalnya kalian mampu membuat energi terbarukan atau alternatif atau apa saja sehingga kalian semua menjadi orang penting yang dibutuhkan. Bagaimana memperbaiki kondisi ini?

Selama pilkada langsung masih berlaku di Sumatera Barat maka kondisi ini akan semakin parah, karena para calon kepala daerah tidak akan berani menyampaikan gagasan yang berlawanan dengan pola pikir masyarakat Minangkabau saat ini.

Usulan agak eksrim dan mungkin terdengar nyeleneh adalah pemerintah bersama DPR membuat undang-undang propinsi khusus Sumatera Barat yang kepala daerahnya sementara waktu ditunjuk oleh pusat atau cara lain yang bukan dipilih oleh masyarakat Sumatera Barat itu sendiri.

Demikian tulisan ini kami buat dengan harapan dapat membuka hati yang terus diselubungi dendam kebencian dan meluruskan logika yang tersesat karena merasa benar dan merasa bisa. Wallahu’alam

Jakarta, 27 Maret 2020

Dedi Mahardi
Dedi Mahardi
Penulis, Inspirator dan motivator
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.