Madame Bovary (1857), karya Gustave Flaubert, mengeksplorasi beberapa tema, namun salah satu tema sentralnya adalah kekecewaan terhadap romantisme dan idealisme. Tema ini terutama digambarkan melalui karakter Emma Bovary sendiri. Emma digambarkan sebagai wanita yang tidak puas dengan realitas duniawi kehidupan daerahnya dan berusaha melarikan diri melalui fantasi romantis dan pemanjaan material.
Pada awalnya, idealisme romantis Emma dipicu oleh novel-novel yang dia baca, yang melukiskan kehidupan glamor dan penuh gairah yang jauh dari kehidupannya sendiri. Dia menjadi tergila-gila dengan gagasan cinta yang penuh gairah dan kehidupan yang mewah, percaya bahwa idealisme ini akan membawa kebahagiaan dan kepuasan baginya. Sosok Emma digambarkan sebagai pembaca novel romantisme yang rajin, yang memainkan peran penting dalam membentuk keinginan dan fantasinya. Meskipun judul novel tidak disebutkan secara eksplisit dalam novel, bahan bacaan Emma dideskripsikan secara umum.
Emma menyukai sastra sentimental dan romantis, yang menggambarkan versi ideal dari cinta, gairah, dan petualangan. Novel-novel ini sering menampilkan protagonis yang menjalani kehidupan glamor dan menarik, penuh dengan gairah, intrik, dan romansa. Emma terpikat oleh penggambaran cinta dan kebahagiaan yang tidak realistis dalam novel-novel tersebut. Dia mendambakan kehidupan yang mencerminkan fantasi romantis yang dibacanya.
Novel yang dibaca Emma berfungsi sebagai pelarian dari realitas duniawi kehidupan provinsinya, menawarkannya sekilas ke dunia yang penuh kegembiraan dan gairah yang dia dambakan. Namun, novel-novel tersebut juga berkontribusi terhadap kekecewaan dan ketidakpuasannya, karena dia semakin terputus dari realitas kehidupannya sendiri.
Meskipun tidak menyebutkan judul novel yang dibaca Emma, Gustave Flaubert memberikan detail yang cukup untuk menunjukkan bahwa novel-novel tersebut termasuk dalam genre sastra romantis yang populer pada abad ke-19, yang sering menampilkan tema cinta, petualangan, dan hubungan yang diidealkan. Novel-novel ini menjadi latar belakang fantasi dan keinginan Emma, memengaruhi tindakannya, dan pada akhirnya berkontribusi pada kejatuhan tragisnya. Saat mengejar fantasi romantisnya, Emma menemukan bahwa kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pernikahannya dengan Charles Bovary, seorang dokter desa yang bermaksud baik namun membosankan, gagal memenuhi hasratnya akan gairah dan kegembiraan.
Akibatnya, perselingkuhan Emma dengan pria lain. Perselingkuhan pertama Emma adalah dengan Rodolphe Boulanger, seorang pemilik tanah kaya yang mewakili fantasi romantis yang dia baca dalam novel. Rodolphe merayu Emma dengan pesona dan kecanggihannya, dan Emma menjadi tergila-gila padanya. Dia percaya bahwa Rodolphe dapat menawarkan cinta yang penuh gairah dan gaya hidup glamor yang didambakannya. Namun, Rodolphe pada akhirnya terbukti pria dangkal dan mementingkan diri sendiri seperti pria lain dalam kehidupan Emma. Tak pelak perselingkuhan mereka berakhir dengan pengkhianatan dan kekecewaan bagi Emma.
Kemudian Emma menjalin hubungan asmara lagi dengan Leon Dupuis, seorang pegawai yang dia temui di kota Rouen. Leon adalah sosok muda, tampan, dan idealis, dan Emma melihatnya sebagai pasangan romantis yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Hubungan mereka memberi Emma sedikit jeda dari kebosanan kehidupan sehari-harinya. Tetapi seperti hubungannya dengan Rodolphe, ini semua pada akhirnya gagal memberinya kebahagiaan dan kepuasan yang dia cari.
Melalui pengalaman Emma, Flaubert mengkritik kesembronoan dan kekosongan romantisme dan idealisme. Pengejaran Emma terhadap idealisme ini pada akhirnya mengarah pada kejatuhannya, karena dia dikuasai oleh keinginan dan kehilangan kontak dengan realitas. Novel ini menunjukkan bahwa menjalani kehidupan yang hanya berdasarkan fantasi romantis dan idealisme yang tidak realistis dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan, menonjolkan pentingnya menghadapi realitas dan menemukan makna dalam aspek kehidupan sehari-hari yang biasa.
Emma sebetulnya memiliki keluarga. Dia adalah putri dari Monsieur Rouault, seorang petani, duda, dan bisa dikatakan nyaris buta huruf. Dia adalah satu-satunya karakter penting dalam novel yang benar-benar hangat dan tidak mementingkan diri sendiri. Selain itu, Emma memiliki seorang putri bernama Berthe dengan Charles. Berthe disebutkan secara sporadis di sepanjang novel, tetapi dia tidak memainkan peran penting dalam cerita. Hubungan Emma dengan Berthe tidak dijelaskan secara rinci, tetapi tersirat bahwa Emma yang terbenam dengan keinginan dan fantasinya sendiri sering membuatnya lalai dalam tanggung jawab sebagai ibu.
Meskipun anggota keluarga Emma muncul dalam novel, mereka tidak memainkan peran penting dalam cerita seperti Emma sendiri dan karakter lain yang berinteraksi dengannya. Fokus narasi ini terutama pada pengalaman, emosi, dan hubungan Emma saat dia menghadapi tantangan kehidupan daerahnya dan mengejar fantasi romantisnya.
Saya ingin juga menyoroti kehampaan jiwa dalam novel ini. Madame Bovary merujuk pada perasaan hampa, ketidakpuasan, dan kerinduan mendalam yang dialami para karakter, terutama Emma Bovary. Kekosongan ini menjadi tema sentral novel, yang mencerminkan ketidakmampuan para karakter untuk menemukan makna dan kepuasan hidup meskipun mereka mengejar kekayaan, kesenangan, dan fantasi romantis.
Emma Bovary, khususnya, mengalami perasaan hampa dan ketidakpuasan yang mendalam sepanjang novel. Meski secara lahiriah hidup nyaman sebagai istri dokter desa, Emma merasa terjebak dalam kehidupan provinsial yang gagal memenuhi cita-cita romantisme dan hasratnya akan gairah serta kegembiraan. Ia berusaha mengisi kekosongan batinnya melalui perselingkuhan, pemanjaan materi, dan fantasi pelarian, namun hal-hal tersebut justru semakin memperdalam ketidakpuasan dan keputusasaan.
Karakter lain dalam novel juga bergulat dengan”kekosongan jiwa mereka sendiri. Charles Bovary, misalnya, berjuang dengan perasaan tidak mampu dan ambisi yang tak terpenuhi, ia mendambakan kehidupan yang lebih berarti di luar perannya sebagai dokter desa. Demikian pula, karakter seperti Monsieur Homais dan Monsieur Lheureux mengejar kekayaan, status, dan pengakuan sosial, namun tetap merasa kecewa dan tidak puas meski tampak sukses.
Kekosongan jiwa dalam novel ini mencerminkan keresahan eksistensial dan kemerosotan spiritual para karakter saat mereka menghadapi keterbatasan dan kekecewaan dalam hidup. Gustave Flaubert mengeksplorasi tema-tema eksistensial tentang keterasingan, ketidakpuasan, dan pencarian makna dalam dunia yang sering terasa hampa dan acuh tak acuh. Novel ini menjadi komentar pedih tentang kondisi manusia dan perjuangan universal untuk menemukan kepuasan dan tujuan dalam dunia yang tidak sempurna dan seringkali tak kenal ampun.