Tulisan saya Mengapa ISIS Mengebom Kota Suci di Bulan Suci? ditanggapi Husni Mubarok dengan judul Masihkah Madinah Dianggap Kota Suci? [Catatan untuk Iqbal Kholidi]
Membaca tanggapan tersebut, saya senang, Husni tidak mementahkankan opini saya bahwa pelaku bom di Madinah adalah ISIS. Sebab, hingga tulisan ini saya buat, masih ada saja sebagian kalangan yang melempar tuduhan bahwa pelaku bom di Madinah adalah non-Muslim. Mereka bilang memang selama ini orang Yahudi, Kristiani, Majusi, boleh masuk ke tanah suci Madinah?
Bahkan yang lebih ngawur lagi, ada yang menuding pelakunya kaum Syiah. Para penuding berkata: “Bom di Madinah adalah aksi balasan dari kaum Syiah di Qatif karena mereka baru saja dibom.” Tudingan ini sangat ngawur, justru persepsi semacam inilah yang ingin dibangun ISIS.
Seperti ulasan saya sebelumnya, tiga bom yang terjadi di Jeddah, Qatif, dan Madinah adalah satu paket. Kaum Syiah dalam tragedi ini juga menjadi korban, kenapa malah dituduh sebagai pelakunya.
Husni menilai argumen tulisan saya terasa ada yang kurang dan tidak cukup kuat saat mengungkap peristiwa kenapa ISIS nekat mengebom tanah suci Madinah. Kemudian Husni melempar beberapa pertanyaan. Kenapa baru Ramadhan ini mereka menyerang kota suci, bukan Ramadhan sebelumnya? Jika menaklukkan Madinah dan Mekkah adalah prioritas, kenapa baru kali ini mereka mewujudkannya? Jika mau menaklukkan, kenapa serangan bom bunuh diri yang dipakai sebagai metode, bukan serangan massif?
Untuk menjawab semua itu, Husni mengutip analisis Robert Pape, yang menegaskan alasan kuat kenapa ISIS menyerang berbagai negara adalah respons terhadap serangan militer asing (termasuk di antaranya Arab Saudi) terhadap wilayah kekuasaannya di Irak dan Suriah.
Intinya ISIS terdesak, mengalami kekalahan di mana-mana, kehilangan kontrol atas beberapa wilayah yang selama ini mereka kuasai sehingga menghalalkan serangan di mana pun, tak terkecuali di Madinah.
Menanggapi pertanyaan Husni kenapa baru Ramadhan ini mereka menyerang kota suci, bukan Ramadhan sebelumnya, saya kemukakan alasan lebih detail dari sebelumnya. Awalnya, ISIS melalui juru bicaranya Al-Adnani menjelang Ramadhan telah mendorong pengikutnya meningkatkan serangan di bulan Ramadhan pada tahun ini.
Bukankah Ramadhan tahun lalu juga ada seruan serupa? Apa bedanya? Yang membedakan pada Ramadhan kali ini, melalui medianya Maktabah al-Himmah, ISIS memproduksi propaganda tak hanya berisi seruan meningkatkan serangan di bulan Ramadhan dengan slogan “Ramadhan Bulan Penaklukan” tapi juga menyertakan fakta sejarah penaklukan (peperangan) yang dilalukan pada masa kenabian yang terjadi di tanah suci, mendorong umat Islam untuk meningkatkan jihad dan mencontoh fakta sejarah itu.
Untuk itulah saya berpendapat, pidato Al-Adnani dan rilisan Maktabah al-Himmah yang jaraknya berdekatan ini sangat terkait dan mungkin sekali mengilhami pengikutnya melancarkan serangan bom di tanah suci Madinah, atau setidaknya sebuah “lampu hijau” boleh menumpahkan darah di tanah suci atas nama penaklukan.
Husni juga mempertanyakan, jika mau menaklukkan, kenapa serangan bom bunuh diri yang dipakai sebagai metode, bukan serangan massif? Perlu saya tekankan, ISIS memang kerap menggunakan bahasa yang bombastis dalam propagandanya. Kenapa bom bunuh diri, bukan serangan massif, tentu itu sangat terkait dengan sumber daya ISIS. Tak bisa dibandingkan kemampuan ISIS di Suriah dan ISIS di Arab Saudi yang masih bergerak secara underground.
Faktanya adalah ISIS memiliki ambisi prestius menguasai dua tanah suci. Sebagaimana saya paparkan sebelumnya, dalam artikel buletin ISIS yang menyebut membebaskan Madinah dan Makkah itu lebih diprioritaskan dibanding Baitul Maqdis. Sekali lagi, lebih prioritas dibanding Baitul Maqdis. Dan saya menilai bom bunuh diri ISIS di Madinah ini adalah salah satu bukti ISIS ingin menunjukkan ambisi “prioritas” itu.
Terkait argumentasi Husni Mubarok yang mengutip Robert Pape, saya sependapat. Yaitu alasan kenapa ISIS mulai menyerang negara-negara luar Irak dan Suriah dengan bom bunuh diri karena mereka kini terdesak, terpojok, dan kehilangan wilayah. Meskipun sependapat, saya menilai analisa itu sudah umum. Karenanya, saya tidak memasukkan analisis itu dalam tulisan Mengapa ISIS Mengebom Kota Suci di Bulan Suci?
Sebagai catatan, saya pernah menggunakan analisa itu pada kolom lama saya di media ini dengan judul Kenapa ISIS Menyerang Eropa? Jika berkenan, silakan baca-baca.
Terakhir, saya rasa berlebihan menganggap ISIS selama ini bersikap tidak peduli dan masa bodoh dengan persepsi umat Islam. Jika tidak peduli, untuk apa mereka tekun memproduksi propaganda bertabur ayat-ayat suci dan hadits Nabi? ISIS tidak ingin aksi-aksi yang dilakukannya mutlak bisa disalahkan, karena ada dalilnya. ISIS tak ingin kehilangan dukungan dari pengikutnya, ISIS juga ingin mendapat tempat di hati umat Islam.