Tepatnya pada 26-29 Februari 2020, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menyelenggarakan sebuah perhelatan besar yaitu Kongres Umat Islam Indonesia yang ke VII. Babel telah menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah. Kongres ini, sebagaimana kongres-kongres sebelumnya, akan dihadiri oleh wakil wakil Ormas Islam, para tokoh dan pemimpin umat, ulama dan cendekiawan. Kongres akan membahas secara khusus tentang strategi perjuangan umat Islam mewujudkan NKRI yang maju, adil, dan beradab.
Hampir semua kongres sesungguhnya memang merupakan forum bersama umat Islam dimana enerji pemikiran didedikasikan untuk tidak saja sekedar mencermati persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat Islam, akan tetapi juga langkah-langkah penting apa yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk apa yang disebut dengan kejayaan, kemenangan (al-Falah) atau Majesty of Islam.
Seruan dan gagasan besar yang senantiasa dikumandangkan saat Adzan “hayya alal falah” haruslah diwujudkan secara nyata dengan syarat barisan (shof) umat Islam rapat lurus bersatu padu dalam pikiran, niat, cita-cita, tindakan di bawah sebuah leadership yang efektif, terpercaya, berkemampuan secara moral, spiritual dan intelektual dan patut diteladani.
Sholat Jamaah memang mengandung makna simbolik bagaimana leadership umat Islam seharusnya diwujudkan. Jamaah tak sekedar bermakna bersama atau kebersamaan, akan tetapi juga ada dimensi kohesivitas, saling memberikan respek, disiplin dan menjunjung tinggi prinsip prinsip keagungan atau kemuliaan, keteraturan, ketaatan, loyalitas dan dedikasi, serta equilibrium.
Ini gambaran atau tuntutan untuk sebuah kepemimpinan umat Islam yang ideal sebagaimana yang secara historis diwujudkan oleh Muhammad Rasulullah era Madinah. Ini juga yang selalu menginspirasi dan mendorong umat Islam untuk bergerak dan berjuang apalagi ditambah dengan kenyataan begitu kompleksnya masalah dan tantangan yang dihadapi umat Islam.
Islam, Puncak Peradaban
Di era klasik, umat Islam telah memberikan sumbangan peradaban penting kepada dunia yang bersumber kepada keluhuran ajaran Islam. Jejak jejak peradaban atau budaya ini telah digambarkan antara lain oleh Ismail Faruqi dalam salah satu buku terkenalnya “the Cultural Atlas of Islam.” Secara ringkas, jejak peradaban Islam bisa disumarikan sebagai berikut.
Pertama, ajaran Tauhid atau monoteisme. Ajaran ini sangat revolusioner tidak saja karena secara teologis mendeklarasikan Keesaan Tuhan dan mendekonstruksi kepercayaan Pagan dan politeisme yang sudah ada dan hidup secara turun temurun, akan tetapi juga mengintrodusir konsep kesederajatan manusia.
Konsep ini mengindikasikan bahwa Islam membawa misi pembebasan (liberasi) manusia dari segala bentuk diskriminasi, perbudakan, otoritarianisme, ketertindasan, kebodohan atau kejahilan dan kemiskinan. Kedaulatan manusia memperoleh perhatian kuat dalam Islam dengan mendasarkan diri kepada doktrin tauhid. Misi kemanusiaan Islam ini jugalah yang menjadi sumber penting konsep human right.
Beriringan dengan penegakan tauhid, hukum ditegakkan agar terwujud keteraturan sosial (social order). Hukum berlaku untuk semua secara adil, tidak ada pengecualian dan tidak ada diskriminasi.
Islam kini telah berkembang di mana-mana menjadi agama yang dianut masyarakat dunia dan bahkan berpengaruh kuat dalam sejarah dunia selain Kristen dan Yahudi. Begitu kuatnya pengaruh tiga agama ini, maka relasi antar umat tiga agama besar dunia ini juga unik, pasang surut, konflik-damai. Indonesia ditakdirkan menjadi negeri muslim terbesar di dunia.
Kedua, ilmu Pengetahuan. Bermula dari wahyu dan perjalananan Rasul Muhammad, berkembanglah ilmu pengetahuan (Ulum al-Din) yang begitu luas hingga saat ini. Karya intelektual dalam bidang keagamaan dan bidang lain seperti sains yang ditulis oleh para ulama dan ilmuan sejak zaman klasik Islam hingga hari ini sudah sangat mewarnai dan berpengaruh besar dalam kehidupan beragama umat Islam dan perkembangan intelektual secara umum.
Dalam kehidupan beragama, keislaman umat terawetkan dan dikembangkan dalam tradisi Islam Madzhab, organisasi dan gerakan-gerakan Islam pusat pusat pengajian dan gilda-gilda tarekat serta dalam tingkat tertentu dalam produk hukum positif.
Sementara, secara intelektual Islam terjelaskan dan terkembangkan dalam begitu banyaknya buku karya para ulama, sarjana dan saintis. Sejalan dengan pelembagaan Ilmu ilmu keislaman, maka berkembanglah centers of exellence, pusat-pusat pendidikan, riset, penerbitan Islam yang secara kuantitatif sangat besar jumlahnya.
Di berbagai centre of exellence Islam (antara lain Haramain dan Mesir) inilah lahir banyak Ulama dan sarjana yang berkelas yang berasal dari berbagai negeri dengan latar belakang Madzhab keislaman yang berbeda-beda. Merekalah yang kemudian secara intens membangun jaringan intelektual Islam dan menjadi trend setter Islam di negeri asal mereka.
Yang menarik adalah bahwa tradisi atau budaya intelektual Islam ini antara lain juga diwarnai oleh perdebatan tajam antar ulama yang berbeda Madzhab dan itu terekam secara baik dalam Kitab-kitab mereka. Artinya, dialog-dialog intelektual Islam ini tumbuh dengan subur di lingkungan umat Islam. Bahkan, perdebatan ini juga berkembang dengan melibatkan para orientalis dan Islamisis Barat dengan motif yang beragam.
Pusat-pusat kajian Islam di negara negara Barat seperti the Institilute of Islamic Studies McGill University di Montreal Kanada dan lain-lainnya yang ada di Amerika, Eropa dan Australia misalnya adalah gambaran kongkrit betapa secara intelektual Islam telah sangat besar berpengaruh dan berkontribusi terhadap tumbuh dan menguatnya tradisi keilmuan di negara negara Barat.
Dua artikel yang misalnya ditulis oleh Constan Mews yang berjudul “Explainer: What Western Civilization Owes to Islamic Culture” dan “Western Civilization as We Know it Wouldn’t Exist Without Islamic Culture” cukup menarik antara lain karena penulis berkeyakinan bahwa Islam memang benar berkontribusi terhadap peradaban Barat.
Ketiga, lembaga politik. Salah satu jejak peradaban umat Islam yang sangat penting ialah kepemimpinan dan lembaga politik. Sebetulnya di dalam al-Qur’an tidak disebutkan sistim kepemimpinan politik seperti apa yang harus dibangun dan dianut oleh umat Islam.
Akan tetapi, ada preseden historis sistim politik yang diterapkan oleh umat Islam dan berkembang hingga saat ini adalah produk riil peradaban umat. Produk politik umat yang bervariasi ini menunjukkan berkembangnya “Ijtihad” bidang politik.
Karena itu, membangun dan memperkuat kepemimpinan politik bagi umat Islam adalah sebuah keniscayaan Ijtihadi atau kewajiban Aqli dalam rangka kerahmatan dan kemaslahatan umum. Bentuk atau sistim politik apa yang dianut oleh umat, akan diputuskan melalui proses Ijtihad.
Dalam realitasnya, umat pernah memiliki beberapa model: model negara Madinah era Rasul Muhammad, model Kekhalifahan empat Sahabat utama, model era Kekhalifahan Monarki sejak Daulah Bani Umayah hingga kerajaan Utsmaniyah dan model era Demokrasi saat ini.
Demokrasi yang diterapkan oleh negara-negara berpenduduk muslimpun tidak seragam. Jadi, sebagaimana mozaik pemikiran dan paham keagamaan Islam serta tradisi umat Islam, model kepemimpinan politik Umat Islampun tidak tunggal dan tidak monolitik. Seiring dengan berbagai model dan sistim politik umat Islam, berbagai karya intelektual para Ulama dan sarjana muslim tentang politik atau pemerintahan juga mengalami perkembangan. Jadi, di bidang politik ini, ada dua warisan penting umat Islam yaitu pemikiran teoritis atau konseptual dan lembaga politik Islam.
Tentu masih banyak bukti nyata jejak peradaban Islam yang hingga hari ini bisa disaksikan antara lain sistim kekeluargaan (family system), sistim hukum, lembaga keagamaan dan pusat-pusat peribadatan umat Islam, seni dan berbagai festival Islam, fashion dan lain sebagainya.
Warisan di Indonesia
Tak ayal, jejak jejak peradaban Islam juga nampak nyata di Indonesia. Melalui pergumulan yang sangat kompleks dan panjang sejak era formatifnya hingga hari ini, kehadiran Islam sangatlah terasa dan bahkan mewarnai kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pertama, secara keagamaan meskipun Hindu adalah agama awal yang masuk dan berkembang di Indonesia dan telah melahirkan kerajaan kerajaan besar bercorak Hindu, akan tetapi Islam justru menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Perkembangan kehidupan beragama masyarakat Islam sangat terasa.
Hal ini antara lain bisa dilihat dari ketersediaan sarana ibadah (masjid dan mushola) untuk menampung gairah sholat berjamaah, semarak ibadah selama bulan ramadhan, animo besar masyarakat melaksanakan ibadah Umroh dan Haji dari masa ke masa, berkembangnya berbagai pengajian, Majelis Ta’lim dan festival keIslaman lainnya.
Daya pikat agama dan juga simbol-simbol keagamaan semakin atraktif, ditambah dengan tersedianya sumber-sumber informasi keagamaan yang juga semakin terbuka luas dan mudah diakses melalui berbagai media sosial. Bahkan dunia fashion bagi muslimah juga menampakkan kegairahannya yang cukup tinggi sehingga spirit keagamaan ini juga berdampak secara positif terhadap ekonomi ummat. Maraknya fenomena Hijabers dan Komunitas Hijrah, adalah sejalan dengan menguatnya spirit keagamaan sekaligus pemberdayaan ekonomi ummat ini.
Indonesia saat ini tidak sekedar merupakan bangsa muslim terbesar di dunia, akan tetapi sekaligus menjadi pusat penting bagi tumbuh dan berkembangnya industri pakaian muslimah, perbankan Syariah, wisata relijius dan sebagainya. Pengakuan secara hukum terhadap Ekonomi Syariah dengan berbagai implikasinya menjadi kekuatan penting bagi Indonesia sebagai negara muslim yang patut diperhitungkan.
Tidak semua aspek keberagamaan Islam memang diakomodasi secara hukum dan politik oleh negara. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri kenyataan bahwa secara kultural dan struktural Islam telah sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan bangsa.
Kedua, mengikuti apa yang terjadi di era klasik Islam, jejak peradaban umat Islam di Indonesia juga terbuktikan dengan hadir dan berkembangnya pemerintahan berbagai kerajaan Islam menggantikan kerajaan bercorak Hindu.
Kerajaan kerajaan Islam Nusantara ini tentu saja tidak sekedar menunjukkan adanya supremasi politik dan hukum kepemimpinan umat Islam, akan tetapi sekaligus juga menggambarkan pola dan arah peradaban Umat Islam seperti apakah yang dirawat dan dikembangkan di Nusantara.
Sejak mengalami berbagai interupsi politik akibat kolonialisme yang cukup panjang dan sejak terwujudnya kemerdekaan, ijtihad politik umat Islam memutuskan perubahan sistim politik dari Monarki Islam ke Republik dengan demokrasi sebagai pilihan hingga saat ini. Kemerdekaan dan pilar-pilar Kebangsaan hemat penulis adalah juga merupakan hasil Ijtihad untuk mencapai puncak peradaban umat Islam Indonesia bidang politik. Tentu, ijtihad politik begini masih terbuka lebar untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih baik.
Ketiga, sebagaimana yang digambarkan oleh Azyumardi Azra dalam karyanya “Jaringan Ulama” perkembangan intelektual Islam yang diprakarsai oleh para Ulama Nusantara setelah perjumpaan dan berjejaring dengan Ulama-ulama di Mekah dan Madinah ini sangatlah cepat, berpengaruh dan tentu impresif.
Tidak sedikit buku atau Kitab yang dihasilkan oleh para Ulama Nusantara dalam berbagai bidang. Karya-karya yang secara terus menerus dibaca menjadi rujukan anak-anak muslim terdidik ini, ada yang ditulis dalam Bahasa Arab, ada juga ditulis dalam Bahasa Melayu atau bahasa lokal lainnya dengan menggunakan skrip Arab. Ini yang disebut dengan Kitab Melayu Pegon, Arab Pegon dan Jawa Pegon.
Tidak sedikit juga karya yang ditulis dalam Bahasa Jawa dengan Huruf Jawa atau Babasa Jawa (Bahasa Melayu bahasa lokal lainnya) dengan Huruf Latin. Diantara kitab kitab itu, banyak juga yang merupakan terjemahan dari Babasa Arab. Perkembangan intelektualisme Islam ini terus bergerak dan bahkan hingga saat ini.
Berbeda dengan perhatian dan corak pemikiran yang dikembangkan era klasik dan pertengahan Islam, produk pemikiran ulama dan para ilmuan muslim sudah mengalami perkembangan yang sangat signifikan bahkan dalam masalah-masalah keislaman sekalipun.
Dialog dan perdebatan yang terjadi di kalangan para Ulama dan ilmuan muslim, sebagaimana yang juga terjadi di era klasik dan pertengahan, juga menjadi salah satu ciri khas dari tradisi intelektual dan peradaban Islam kontemporer. Dinamika intelektualisme Islam terjadi dengan pengaruhnya yang juga luas.
Keempat, penyebaran kitab kitab karya keilmuan atau intelektual para Ulama dan sarjana muslim ini sejalan dengan perkembangan pondok-pondok pesantren, pusat-pusat studi Islam lainnya (lembaga lembaga pendidikan Islam) dan juga mejelis majelis Ta’lim. Jadi, jejak peradaban Islam lain yang juga mengalami perkembangan hingga saat ini ialah lembaga lembaga pendidikan Islam dengan berbagai bentuk dan ragamnya.
Dimulai dari serambi masjid, Surau, Langgar, Majelis Ta’lim, dan kediaman Ulama atau pemimpin umat, pusat pendidikan Umat berkembang dan mengalami transformasi menjadi pondok Pesantren, Madrasah, sekolah, kampus kampus perguruan tinggi Islam baik negeri maupun swasta di mana-mana. Transformasi keilmuan, kelembagaan dan SDM bidang pendidikan Islam di Indonesia terjadi secara meyakinkan. Sebagaimana Hukum atau Syariat Islam, Pendidikan Islam juga telah menjadi bagian penting dari Sistim Pendidikan Nasional dan karena itu memiliki posisi dan peran strategis ke depan.
Berbagai pranata seperti sistim keluarga (marriage and family system), sistem kewarisan, Zakat, Waqaf dan persoalan perdata dan pidana lainnya juga menjadi perhatian dalam Islam dan terwujud secara empirik dalam kehidupan masyarakat.
Semenjak persoalan-persoalan Muamalah, al-Akhwal al-Syakhsiyah dan Jinayat terakomodasi menjadi hukum positif, dan apalagi sudah ada Peradilan Agama Islam, maka semakin benderang bahwa Hukum Islam secara politik dan hukum sudah berlaku di Indonesia, dengan berbagai kekurangannya, tanpa harus merubah Indonesia sebagai Negara Islam. Menguatnya sistim perbankan dan dan gagasan serta gerakan Ekonomi Syariah, juga merupakan sinyal kuat bahwa arus peraban Islam tetap memiliki ruhnya.
Gambaran yang sama tentang elan vital dan potensi besar peradaban Islam di Indonesia bisa dijumpai dalam berbagai bentuk karya seni Umat. Dari semenjak Seni Khot (Kaligrafi Islam), Qiroat dan Tilawatul Qur’an yang mendorong munculnya tradisi MTQ, kemudian berkembang seni musik dan senandung Islam, hingga seni arsitektural, sastra, sandiwara/drama atau seni pentas teatrikal termasuk Wayang, film dan seni pahat/patung. Di tengah kritik antara lain yang dilontarkan oleh kalangan muslim konservatif, seni Islam terus mengalami perkembangan dan akomodasi-akomodasi kritis.
Akhirnya, Islam sejak diturunkan untuk pertama kalinya kepada Rasul Muhammad hingga saat ini telah merupakan sebuah agama yang menyediakan doktrin yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dengan berbagai implikasinya. Namun demikian, doktrin Islam ini juga sekaligus menjadi sumber inspirasi dan etik untuk mewujudkan kemuliaan manusia dan peradabannya. Tak berlebihan untuk dikatakan bahwa Islam adalah “Din Wa Hadloroh” agama dan peradaban yang jejak-jejaknya terasakan. Wallahu a’lam.