Satu tantangan pelaksanaan reforma agraria khususnya redistribusi tanah adalah penyediaan “fresh land” [tanah yang belum pernah diletakkan hak sebelumnya] dari pelepasan kawasan hutan.
Ini amanah rencana pembangunan untuk mengurangi kesenjangan akses pada tanah, yang sudah menjadi program strategis nasional dari pemerintahan Presiden Jokowi sejak periode pertama (2014-2019) dan dilanjutkan lagi di periode kedua (2019-2024).
Meski sudah dicanangkan sejak 2014, dari target 4,1 juta ha, eksekusinya masih sangat rendah pada akhir 2019 dengan hanya 0,6 persen, meski sekarang di pertengahan 2020 sudah bisa digenjot hingga 4 persen. Tetap masih relatif rendah.
Satu faktor kunci rupanya adalah perlunya kolaborasi dan kerja sama lebih intensif dua kementerian: ATR/BPN dan KLHK. ATR/BPN yang mengurus pemberian hak atas tanah, KLHK yang menyediakan tanahnya yang dilepaskan dari hutan.
Ada tantangan dari kami masing-masing, prosedur yang njelimet bikinan sendiri, kesiapan untuk bekerja ekstra terlebih di situasi pandemi begini, tetapi terutama komunikasi yang belum efektif di antara kedua kementerian ini.
Untuk itulah sejak dilantik akhir Oktober 2019 lalu, saya bersama Wamen KLHK pak Alue Dohong bersama para Direktur Jenderal (eselon 1) dan Direktur (eselon 2) kami dan jajarannya, bahu membahu untuk sama-sama menemukan “bottleneck” yang ada.
Untuk kemudian sama-sama melaksanakan giat-giat untuk “de-bottlenecking” guna mengeksekusi program strategis nasional yang penting ini.
Kolaborasi intensif terus dilaksanakan, seperti di foto minggu lalu saya temui langsung Dirjen Planologi KLHK pak Sigit Hardwinarto di kantor beliau, dan saya ditemani Direktur dari Deputi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian.
Mulai ada kemajuan, tantangan-tantangan prosedural, kelembagaan, maupun regulasi juga sudah mulai terpetakan. Tetapi masih banyak yang harus dikebut, untuk mengejar ketertinggalan.
Ini adalah amanat mulia pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria tahun 1960, yang akan genap 60 tahun usianya di tahun ini.
Sudah 60 tahun rakyat menunggu, kalau harus ditambah empat tahun lagi saya mengabdi untuk setidaknya mempersiapkan kendaraan untuk eksekusinya, saya ikhlas.
Kun fayakun!