Presiden Perancis Emanuel Macron melontarkan janji baru. Dia tidak ingin memediasi perang, tapi kali ini dia menunjukkan keberpihakan. Ini tentang hak aborsi di Perancis. Macron ingin mengabadikannya di Konstitusi Perancis tahun depan. Pertanyaannya, mengapa baru sekarang? Ini karena apa yang sedang terjadi di seluruh dunia.
Banyak negara mengesampingkan hak-hak perempuan untuk aborsi, menjatuhkan hak-hak perempuan untuk memiliki tubuh yang mereka inginkan. Perancis ingin menghindari situasi seperti itu. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menaungi hak ini secara legal, yakni dengan mengabadikan hak tersebut masuk ke dalam Konstitusi.
Saat Perang Dunia Pertama baru berakhir di Eropa, negara-negara membutuhkan peningkatan tingkat kelahiran. Jumlah populasi perlu diperbanyak. Karenanya Perancis melarang aborsi. Sejak saat itu larangan atas aborsi ini menjadi tantangan bagi perempuan di Perancis. Pelbagai protes dan demonstrasi terjadi di mana-mana dan wanita berjuang keras hingga akhirnya Perancis menyerah pada 1975. Negara mencabut kriminalisasi terhadap aborsi.
Sejak itu Perancis telah memberlakukan sejumlah hukum dan aturan. Semua itu dilakukan untuk memperbaiki kondisi aborsi dan meningkatkan perlindungan terhadapnya. Saat ini hukum aborsi di Perancis melindungi hak perempuan untuk melakukan aborsi dan menjamin kesehatan. Biaya aborsi tersebut ditanggung oleh Sistem Jaminan Sosial Perancis. Pada 2022 terdapat 234.000 aborsi yang dilakukan di Perancis. Perempuan berhak melakukan aborsi di negara itu.
Tetapi Emanuel Macron ingin membuat aturan ini tidak bisa diubah. Yang diinginkannya adalah mengabadikan hak ini di Konstitusi. Pemerintahannya akan mengrimkan rancangan teks Mahkamah Tinggi Perancis (Tribunal de grande instance de Paris). Tujuannya adalah untuk membuat hak aborsi tersebut konstitusional pada akhir 2024.
Tentu saja ini adalah langkah yang sulit. Mengubah Konstitusi Perancis adalah proses yang rumit. Ini hanya bisa dilakukan lewat referendum atau persetujuan oleh setidaknya 3/5 dari jumlah anggota parlemen. Resolusi didukung oleh Majelis Nasional pada November 2022. Pada Februari 2023 resolusi ini disahkan di Senat. Kubu sayap kanan berpendapat bahwa hak aborsi Perancis tidak berisiko, tetapi pemerintah ingin bergerak lebih jauh dengan mengabadikannya di Konstitusi.
Langkah Perancis ini tidak terjadi di ruang hampa. Ini merupakan dua langkah maju dan satu langkah mundur untuk hak aborsi global. Saat beberapa negara melegalkan aborsi, negara-negara lain seperti Amerika Serikat menghapusnya. Ini adalah pembalikan historis Row versus Wade, sesuatu yang membuat Perancis khawatir. Belum lagi bahwa perempuan di Perancis menginginkan adanya jaminan akan hak aborsi.
Sebuah survei terbaru mengatakan 89% perempuan menginginkan hak aborsi diabadikan di Konstitusi. Aborsi masih dilarang di 15 negara secara global. Negara-negara itu hanya mengizinkan aborsi dalam kasus-kasus spesifik, semisal pemerkosaan dan alasan medis. Beberapa negara bahkan menerapkan aturan opresif, seperti hukum detak jantung (heartbeat law)— jika Anda dapat mendeteksi detak jantung janin, maka aborsi tidak boleh dilakukan.
Saat ini hanya 35% perempuan dalam usia reproduksi tinggal di negara-negara di mana mereka dapat mengakses dan melakukan aborsi dengan aman. Banyak perempuan menghadapi pilihan sulit untuk melakukan aborsi, istilah ini dikenal dengan backstreet abortion. Kondisi ini merenggut banyak nyawa; 39.000 perempuan meninggal setiap tahun karena aborsi yang tidak aman ini. Ini adalah angka resmi, boleh jadi angka yang sebenarnya jauh lebih banyak atau lebih tinggi.
Maka pada saat tubuh wanita menjadi medan pertempuran dalam politik, bagi para penyokong aborsi langkah Perancis tersebut bergerak ke arah yang benar dengan mengabadikannya dalam Konstitusi Perancis. Ini akan membuatnya berstatus dan berkedukan permanen, artinya tidak ada upaya dan gerakan pembalikan lagi terlepas siapa yang memimpin Perancis ke depan. Kaum perempuan yang membela hak aborsi berharap aturan dan pengakuan tersebut akan menjadi resmi tahun depan. Tentu ini bakal membuat perempuan Perancis akhirnya bisa bernapas lega.