Namanya Abdul Somad, secara harfiah “Abdul” artinya “hamba” dan “Somad” dari “al-Shamad” artinya “Yang Menjadi Tumpuan”.
Sesuai namanya, ustaz yang lahir di Silo Lama, Asahan, Sumatera Utara, 18 Mei 1977, ini menjadi tumpuan jutaan orang, tak hanya dari Indonesia, juga dari mancanegara seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Bahkan pada Pilpres 2019, alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini direkomendasikan oleh Ijtima’ Ulama untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subiyanto. Dan saat ia menyuatakan tidak bersedia, namanya makin melambung, mengundang decak kagum, baik dari kawan maupun lawan.
Popularitas nama Abdul Somad sampai menyundul langit. Di mana pun ia hadir untuk menyampaikan ceramah akan disaksikan ribuan umat, atau bahkan jutaan, karena disiarkan—baik secara langsung atau tidak—di media sosial. Jutaan umat dari seluruh pelosok negeri ikut hanyut menikmati ceramah-ceramah Abdul Somad.
Yang khas dari ceramah Abdul Somad, selain dibumbui ungkapan-ungkapan yang jenaka, biasanya diakhiri dengan sesi menjawab pertanyaan-pertanyaan dari jemaah yang disampaikan secara tertulis. Pertanyaan yang muncul biasanya berkaitan dengan persoalan yang lekat dengan kehidupan sehari-hari.
Jawaban-jawaban Abdul Somad terkenal lugas, mirip dengan jawaban-jawaban Mamah Dedeh yang rutin ditayangkan salah satu televisi swasta nasional. Ada satu pertanyaan seseorang yang sekarang viral dan lagi banyak digunjingkan di berbagai grup WhatsApp, yakni: apa sebabnya kalau saya melihat salib menggigil hati saya? Dengan spontan Somad menjawab “Setan!” ditambah pula penjelasan bahwa di dalam patung salib terdapat jin kafir… bla bla… —yang intinya ustaz ini secara terang-terangan menghina simbol sakral yang paling dihormati umat Kristiani (Kristen dan Katolik).
Penghinaan Abdul Somad ini tidak main-main. Saya tidak bisa membayangkan jika itu terjadi pada tokoh agama lain yang menghina simbol Islam. Bisa menjadi gelombang tsunami demonstrasi yang berjilid-jilid, dan pelakunya bisa dituntut hukuman yang sangat berat.
Lantas bagaimana respons umat Kristen dan Katolik? Ada yang marah, tentu, karena mereka juga manusia biasa yang punya perasaan. Tapi, untuk sementara ini mereka belum berminat untuk menuntut Abdul Somad dengan tuduhan penistaan agama, apalagi melakukan demonstrasi seperti pada saat menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dituduh menistakan agama (Islam).
“Tidak usah ditanggapi, anggap saja yang bicara juga jin. Doakan saja Somad itu, atau paling banter laporkan ke polisi karena hate speech bukan karena penistaan agama, sebab menurutku, keyakinan agama tidak bisa ternistakan. Semua keyakinan mulia, sebab ia menghubungkan manusia dengan yang Maha Besar dan Mulia,” kata pendeta Sylvana Maria Apituley, Wakil Presiden World Communion of Reformed Churches (WCRC) yang berpusat di Hannover, Jerman.
“Tuhan Yesus tidak akan berkurang kemuliaannya dengan dihina. Jadi ya biarkan saja,” kata Sunarman Sukamto, penganut Katolik yang taat. Ia setuju Abdul Somad tidak perlu ditanggapi. “Kita lihat saja nanti siapa yang masuk surga,” tandas Sunarman.
Dalam Islam menghina agama lain sangat dilarang. Apalagi mengolok-olok atau menjelek-jelekkan sesembahannya. Dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikian Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka… (QS. al-An’am: 108).
Bercermin dari ayat ini, ketika Abdul Somad menghina Tuhan agama lain, sejatinya ia tengah menghina Allah SWT melalui mulut orang-orang yang telah ia hina Tuhannya. Jangankan menghina Tuhan, bahkan menghina sesama manusia pun dilarang keras. Pada saat Anda menghina orang lain, pada saat yang sama Anda tengah menghina diri Anda sendiri. Maka, sebelum melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu, ada baiknya berpikir dulu, tak perlu secara mendalam, cukup dengan membayangkan, misalnya, jika yang dihina itu diri Anda sendiri.
Untuk orang-orang yang gemar menghina kelompok lainnya, Allah mengingatkan: “Janganlah suatu kaum menghina kaum yang lain, (karena) bisa jadi yang dihina itu lebih mulia dari yang menghina..” (QS. Al-Hujurat: 11). Bahkan ayat yang sama juga melarang perempuan (yang sok cantik) menghina perempuan lainnya, karena bisa jadi yang dihina itu lebih cantik dari yang menghinanya.
Lantas apakah Allah bangga pada saat ada hambanya yang menghina Tuhan selain-Nya? Jawabannya pasti tidak. Tuhan itu Maha Mulia secara mutlak, tidak akan berkurang atau bertambah kemuliaan-Nya disebabkan karena ulah manusia.
Kasus Abdul Somad memberi kita pelajaran penting bahwa sehebat apa pun manusia tidak luput dari kesalahan. Kalau yang bersangkutan tidak merasa bersalah, itu masalah dia sendiri, bukan masalah kita. Mungkin suatu saat ia akan menyadari kesalahannya. Semoga saja.
Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bersama bahwa Tuhan antaragama tidak bisa dihinakan, bahkan dibandingkan satu sama lain pun tidak akan bisa, karena pada hakikatnya Tuhan itu Maha Esa, bahwa setiap umat memiliki ekspresi yang berbeda dalam menyembah Tuhan, hal itu tergantung pada syariat agama yang dipeluknya.
Islam punya cara sendiri bagaimana menyembah Tuhan. Agama-agama yang lain juga memiliki cara sendiri untuk menyembah Tuhan mereka. Sesama penyembah Tuhan, jangan saling merendahkan, apalagi menghina satu sama lain.
Baca juga
Umat Kristiani Itu Kaum Beriman, Bukan Kafir
Benarkah Ustadz Abdul Somad Dipersekusi?