Kamis, Oktober 10, 2024

Jorge Mendes: “Sahabat yang Dimintai Nasihat”

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.

Ketika Jose Mourinho dan Nuno Espirito Santo berpelukan usai hasil imbang 1-1 antara Manchester United dan Wolverhampton Wanderers, diiringi gerundelan yang tertahan di langit-langit Old Trafford, dan mungkin seringai bahagia jutaan pendukung Liverpool di depan layar televisinya masing-masing, ada seseorang yang menang banyak malam itu.

Dia tak terlihat di Old Trafford—itu sepertinya bagus untuk Sir Alex Ferguson, yang baru kembali ke box VIP-nya usai sakit akibat pendarahan otak. Mungkin dia sedang di duduk nyaman di kantornya di Lisbon, kantor pusat GestiFute, perusahaan agen pemain miliknya; boleh jadi sembari mengiming-imingi lewat telepon seorang bos klub besar yang sedang tidak sabar, di Barcelona atau Paris atau sisi lain Manchester: “Lihat aksi ‘Busquet baru’-ku di Old Trafford. Dan ia masih 21 tahun”.

Atau boleh jadi ia sedang nongkrong dengan rekan-rekan bisnisnya di Cina, tempat para bos Fosun International, perusahaan yang jadi pemilik Wolves, menonton klub mainannya dari kejauhan. Atau sedang di atap gedung pencakar langit di sebuah kota di tepian Laut Arab, mungkin tengah memulai pembicaraan pengambilalihan sebuah klub tua di divisi empat Liga Inggris dengan para pangeran yang sudah bosan dengan balap onta dan pulau buatan.

Atau di kantor yang nyaman di pusat metropolitan Sao Paolo atau Rio de Jeneiro, sedang berbincang santai dengan Pini Zahavi, tentang cara menjual seorang bocah Brazil miskin ke sebuah klub kaya di Eropa.

Atau tengah tiduran di sebuah hotel di Malta, sembari terus berhitung berapa persenan yang ia akan dapat dari penjualan kaos seorang pemainnya yang baru pindah dari Madrid ke Turin dalam tiga tahun ke depan.

Dia bisa saja di mana-mana, sebab dia memang ada di mana-mana: di antara gosip-gosip perpindahan pemain; di kontrak baru (dan lama) pemain-pemain paling mahal di klub-klub besar Eropa—dan belakangan di Cina; di saluran telepon para pemandu bakat yang menggigil karena kehujanan di pedalaman hutan Amazon atau di lereng Andes atas di kota kecil Meksiko yang dikendalikan mafia narkoba; di kotak kartu nama para direktur olahraga; di meja makan malam para pemilik klub; di sepasang kaki pemain-pemain muda yang baru memulai debut profesionalnya; di kening bocah-bocah berbakat yang baru berpindah dari sepakbola jalanan ke akademi-akademi klub di seantero Portugal.

Dia adalah Jorge Mendes.

***

Bekas pesepakbola gagal, Mendes adalah seorang DJ di klub malam miliknya sendiri ketika pada 1994 ia berkenalan dengan seorang kiper cadangan di klub semenjana Portugal, Vitoria Guimaraes. Kiper itu, namanya Nuno Espirito Santo, kemudian menjadi klien pertamanya ketika ia memutuskan untuk banting setir jadi agen pemain sepakbola dan mendirikan GestiFute pada 1996. Nuno dibantunya pindah ke Deportivo La Coruna pada 1997. Bisnisnya mulai terlihat menggiurkan saat ia ada di belakang perpidahan tiga pemain muda Portugal paling berbakat di awal 2000an: Hugo Viana ke Newcastle, Cristiano Ronaldo ke MU, dan Ricardo Quaresma ke Barcelona.

Namun, pecah telur kariernya sebagai agen tentu saja adalah perpindahan Jose Mourinho ke Chelsea pada 2004. Sebab, mengikuti perpindahan Mourinho, berbondong-bondonglah para pemain Portugal ke Chelsea, yang kesemuanya adalah pemain yang diageni Mendes. Dan semuanya berharga mahal di masanya.

Selain Chelsea, ia punya asosiasi kuat dengan pemain-pemain di MU. Setelah Ronaldo, ia memasukkan Nani dan Anderson ke Old Trafford. Keduanya berharga tak kurang dari 45 juta Pound. Meski demikian, yang mungkin paling fenomenal adalah ketika pada awal musim 2010 ia bisa membuat Sir Alex membeli pemain yang tak pernah dilihatnya dengan harga 7,4 juta Pound.

Pemain itu, Bebe namanya, beberapa bulan sebelumnya masih seorang bocah panti asuhan yang mencetak empat gol di Piala Eropa-nya para anak jalanan, dan bermain di klub semi amatir Estrela de Amadora di divisi dua Liga Portugal. Dan setelahnya adalah tawa dan garuk kepala. Kasus transfer Bebe, dan kisah kegagalannya, mungkin hanya kalah aneh dari transfer kocak Ali Dia di Southampton pada 1996.

Beberapa bulan sebelum menjual Bebe ke MU, Mendes mengantar Mourinho menjadi pelatih dengan gaji termahal di dunia ketika pindah dari Inter ke Real Madrid. Apa yang dilakukannya di Chelsea enam tahun sebelumnya, ia ulangi lagi di Madrid: membanjiri klub itu dengan pemain-pemain yang diageninya. Sudah ada Cristiano Ronaldo di situ, ia menambahkan Pepe, Ricardo Carvalho, Fabio Coentrao, Angel Di Maria. Sekali lagi semuanya berbandrol mahal.

Khusus di Madrid, ada cerita tentang Mendes yang pasti tak akan diakui kebenarannya olehnya, tapi terutama oleh Jose Mourinho. Diego Torres, seorang wartawan El Pais yang menulis biografi tak resmi berjudul The Special One: The Secret World of Jose Mourinho, membuat tuduhan serius atas apa yang duo Mourinho-Mendes lakukan di El Real. Tak cukup dengan memindahkan sebanyak-banyaknya pemain yang diageni GestiFute ke Valdebebas, keduanya ingin menegakkan dinasti di sana.

Di buku yang disebut “cuma ngarang” oleh Mou itu, Diego Torres menggambarkan betapa dalamnya pengaruh Mendes di Madrid hari-hari itu. Ia adalah satu-satunya agen pemain yang punya akses ke tempat latihan tim, berbagi lelucon dengan para pemain di kantin, sementara keluarga pemain saja mesti mengajukan izin tiga hari sebelumnya jika ingin melihat anak atau suami atau pacar mereka latihan. Dituturkan di situ, ketika para pemain Madrid tengah berlatih, Mendes akan duduk santai di kursi Mou dan melihat perkembangan para pemainnya dari balik jendela kaca. Mendes ada di belakang Mourinho ketika ia menantang presiden klub Florentino Perez untuk memilih dia atau Jorge Valdano, yang saat itu menjadi direktur olahraga Madrid; dan mereka menang.

Torres menyebut, upaya Mou mencincang karir Pedro Leon, seorang prodigi, yang dianggap akan menjadi hal besar berikutnya bagi Madrid dan sepakbola Spanyol, adalah untuk memberi tempat bagi Di Maria, klien Mendes. Mendes tak terpisahkan dari suasana skismatik yang membelah ruang ganti Madrid ketika Mou mulai menunjukkan sikap permusuhannya terhadap Iker Casillas, kapten sekaligus ikon Madrid selama bertahun-tahun.

Mourinho hanya memperoleh satu gelar Liga dan satu Copa del Rey di Madrid, dan ia memutuskan kembali ke Chelsea tiga tahun sebelum kontraknya habis. “Dinasti,” seperti yang diklaim Torres ingin ditegakkan Mendes dan klien tercintanya itu, tak pernah terwujud.

Mungkin apa yang dituduhkan Torres itu memang tak pernah terjadi. Tapi, mungkin juga karena Madrid terlalu besar untuk mereka. Sebab, di sebuah klub semenjana di pedalaman Inggris, Mendes tampak melakukan apa yang boleh jadi gagal dilakukannya di ibu kota Spanyol.

Mendes membawa konglomerat Cina beserta duitnya ke Wolverhampton Wanderers, sebuah klub tua di Inggris yang sudah sangat lama ditinggalkan kebesarannya. Dibawanya juga Nuno Espirito Santo, mantan kiper yang dulu menjadi klien pertamanya, yang kini telah menjadi seorang pelatih yang disegani di Portugal. Dan sejak itu, sampai di pertandingan terakhirnya melawan MU di Old Trafford akhir pekan lalu, sepak terjang Wolves tak bisa dipisahkan dari Jorge Mendes.

***

Wolverhampton Wanderers memang klub yang pernah besar. Tapi itu sudah sangat lama—maksudnya, sudah sangat lama … sekali. Mereka adalah satu di antara dua belas klub yang menjadi pendiri Football League pada 1888. Puncak kejayaan klub ini terjadi pada dekade 50an, setelah menjadi juara Liga pada musim 1953-1954, 1957-1958, dan 1958-1959. Trofi besar terakhir mereka dapatkan pada 1980, ketika mereka menjadi juara Piala Liga.

Ketika dalam sebuah pertandingan uji coba mereka mengalahkan Honved, klub Hungaria yang sebagian besar pemainnya adalah pemain nasional Hungaria, yang saat itu dianggap sebagai tim terbaik di dunia, Wolves dianggap mengilhami pembentukan apa yang sekarang disebut sebagai Liga Champions Eropa. Ketika kompetisi antarklub lintas negara Eropa itu akhirnya terselenggara pada 1955, Wolves adalah klub Inggris pertama yang ambil bagian.

Ketika Fosun Internasional, sebuah konglomerasi Cina, mengambil alih klub ini pada 2016, Wolves ada di peringkat 14 Championship. Dan ketika peringkat mereka tak membaik di musim berikutnya, setelah melewati dua pergantian pelatih, datanglah Nuno Espirito Santo, pelatih yang di musim sebelumnya mengasuh Porto di Liga Champions. Lalu, pola yang dulu terjadi di Chelsea dan Madrid, kini terjadi di Wolves. Masuknya Nuno sebagai pelatih segera diikuti oleh membanjirnya pemain-pemain Portugal yang diageni Mendes.
Di antara mereka adalah Ruben Neves, pemain 20 tahun yang digadang-gadang sebagai Sergio Busquet baru. Menjadi kapten Porto di usia 18, dan telah tampil untuk timnas Portugal, Neves dianggap layak untuk pindah ke klub-klub besar di Eropa. Maka, ketika ia memilih bergabung ke Wolves di level dua Liga Inggris (“Ini klub yang sangat besar,” katanya), para pengamat sepakbola mengernyitkan dahi—sekaligus segera mengerti siapa yang bekerja di baliknya.

Ketika mereka akhirnya promosi di Premier League di akhir musim 2017-2018 (seperti yang diperkirakan semua orang), banjir bandang pemain Portugal menenggelamkan Stadion Molineux markas mereka. “Liga Portugal cabang Inggris”, begitu The Guardian menulis. Tak kurang dari sembilan pemain berkebangsaan Portugal ada di tim ini. Sebagian besar mereka berlabel tim nasional, atau setidaknya tim nasional junior. Dua di antara mereka, Rui Patricio dan Joao Moutinho (pencetak gol penyeimbang ke gawang David De Gea), adalah juara Piala Eropa edisi dua tahun silam.

Tapi itu masih belum selesai. Raul Jimenez (Meksiko), Willy Boly (Prancis), dan Leo Bonatini (Brazil), meskipun berasal dari negara yang lain, adalah pemain-pemain yang datang dari Liga Portugal. Sebagaimana para pemain Portugal itu, mereka semua adalah pemain-pemain yang berasosiasi dengan Mendes.

***

Ketangguhan Wolves—dengan bayang-bayang Mendes ada di belakangnya—mengarungi musim pertamanya di Premier League setelah delapan musim absen telah banyak diperkirakan. Tidak mengherankan mereka menahan imbang juara bertahan Manchester City di kandang dan menahan imbang United di Old Trafford. Ditambah aktivitas di pasar transfernya yang lincah, di antara tim promosi, Wolves dianggap yang paling aman. Bahkan, mungkin saja bisa membuat kejutan.

Tindak-tanduk Wolves (dan Mendes) telah menjadi persoalan bahkan sejak masih di Championship. Meski EFL, pihak penyelenggara liga kasta dua, telah menyatakan bahwa tak ada yang dilanggar oleh Wolves, gerundelan dari para pesaingnya mengiringi promosi mereka yang gemilang. Sementara, di awal musim ini, berita bahwa Fosun International memiliki saham di GestiFute, menimbulkan kecurigaan dan berpotensi melanggar peraturan FA tentang larangan klub punya kepentingan di perusahaan agen.

Pihak Wolves, seperti sebelum-sebelumnya dengan kalem menyatakan bahwa mereka tak melanggar peraturan. Bagi mereka, Mendes hanya “sahabat yang dimintai nasihat”. Sementara pihak Mendes merasa tak perlu menjelaskan apa-apa, sebab sebagian pemain Portugal yang dianggap didatangkan karena pengaruh Mendes itu terdaftar di FA di bawah naungan perusahaan agen lain.

Ketika para penonton di Old Trafford masih menggerundel oleh gol indah Joao Moutinho, sementara para pundit dan pemandu bakat mulai menghitung-hitung berapa harga yang akan dibayarkan klub kaya untuk Ruben Neves pada akhir musim depan, atau dua musim ke depan, boleh jadi Mendes sedang ada di pantai selatan Wales, memosisikan diri sebagai “sahabat yang dimintai nasihat” di depan perwakilan klub kota yang sedang terpuruk.

Mulai dari peminjaman Renato Sanches yang terasa ganjil dari Bayern Munchen pada di musim lalu, Swansea City—klub dengan nama merdu dan seragam indah itu—sempat menunjuk Carlos Carvalhal untuk menyelamatkan klub. Sanches dan Carvalhal adalah pemain dan pelatih yang ada di bawah naungan Mendes. Sanches telah kembali ke Munchen, sementara Carvalhal yang gagal menyelamatkan Swansea digantikan Graham Potter. Namun, konon, nasihat Mendes masih tersisa di sana.

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.