Sabtu, April 20, 2024

Islam Memuliakan Kristen

Zuhairi Misrawi
Zuhairi Misrawi
Ketua Moderate Muslim Society, Alumnus Universitas al-Azhar, Kairo Mesir. Intelektual Muda Nahdlatul Ulama. Ketua Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia. Menulis sejumlah buku: Al-Quran Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (2008), Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Keindonesiaan dan Keumatan (2012), Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim (2010), Madinah: Kota Suci, Piagam Madihan, dan Teladan Muhammad (2011), Al-Azhar: Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan (2013).
paus-azhar
Paus Francis berpelukan dengan Imam Besar Masjid Al Azhar, Syeikh Ahmed al-Tayeb, di Vatikan, Senin, 23 Mei 2016. FOTO REUTERS

Kalau melihat cara pandang umat Islam terhadap Kristen pada umumnya penuh dengan kecurigaan dan kebencian. Suasana konfliktual yang mengatasnamakan agama-agama di masa lalu dan masa kini telah mengubur hidup-hidup pandangan mulia Islam terhadap Kristen. Lalu, secara serampangan kita menyimpulkan orang-orang Kristen semuanya sebagai kafir, sesat, musyrik, dan sebutan pejoratif lainnya.

Penolakan atas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta karena menganut agama Kristen, saya kira juga akibat nalar “bawah sadar” yang dibangun dari pemahaman yang salah terhadap Kristen dan umatnya. Pertanyaannya, benarkah Islam mengajarkan kebencian dan penolakan terhadap Kristen?

Saya sedari awal akan menjawab, Islam justru memuliakan Kristen. Sekali lagi, pandangan negatif terhadap Kristen harus dipahami konteks konfliktual pada zamannya. Dalam konteks damai, kita harus menggunakan cara pandang yang mencerminkan toleransi dan harmoni, khususnya pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Andai kita merenung sejenak dan menyerap kandungan Rukun Iman yang diajarkan sejak kecil di madrasah dan pesantren, kita akan menemukan cahaya keramahan Islam terhadap Kristen. Di dalam Rukun Iman, umat Islam diminta untuk meyakini Alkitab dan Isa (Yesus) sebagai utusan Tuhan. Pesan yang tersirat di balik Rukun Islam adalah hidup damai dengan orang-orang Kristen. Kenapa Islam begitu memuliakan Kristen?

Saya akan mulai dari sejarah sederhana yang biasa ditulis dalam buku-buku sejarah, tapi sekarang justru tak terdengar karena kabutnya awan politik dalam negeri dan politik global. Ada dua kisah yang maklum bagi umat Islam, yaitu kisah Pendeta Buhaira dan Pendeta Waraqah bin Naufal. Keduanya adalah Pendeta Kristen.

Dua kisah ini semestinya membangunkan kesadaran bahwa Islam lahir bukan di ruang hampa. Islam hadir di Mekkah di tengah komunitas orang-orang Kristen. Bahkan dalam sejarah disebutkan Mekkah sebagai salah satu kota Kristen di Timur Tengah.

Pendeta Buhaira adalah sosok penting dalam perjalanan kenabian Muhammad SAW. Ia justru yang meminta agar Abu Thalib menjaga Muhammad baik-baik karena suatu saat nanti Muhammad akan menjadi Nabi bagi umatnya. Begitu pula Pendeta Waraqah bin Naufal adalah sosok yang memberitahu Khadijah bahwa Muhammad menerima wahyu dari Tuhan melalui malaikat Jibril.

Saat Nabi Muhammad dan para pengikutnya mendapatkan ancaman dari kaum Quraish di Mekkah, justru Nabi hijrah ke Habsyah (Etopia), yang dipimpin oleh raja yang menganut Kristen. Nabi mendapatkan perlindungan dari mereka.

Di Madinah, sebagaimana dikisahkan dalam Sirah Ibnu Hisyam, Nabi pernah menerima rombongan Kristen Najran pada hari Minggu di dalam Masjid Nabawi. Nabi mempersilakan kepada mereka untuk melakukan kebaktian di masjid. Para sahabat Nabi memprotes Nabi, kenapa mereka diperkenankan melakukan kebaktian di dalam masjid. Nabi hanya menjawab, “biarkan mereka beribadah.”

Situasi damai sama sekali dan tidak menjadi halangan bagi Nabi Muhammad SAW untuk menghormati dan menghargai orang-orang Kristen. Nabi merasakan langsung perlindungan dari orang-orang Kristen sejak di Mekkah, Etopia, dan Madinah. Maka dari itu, Nabi menyebut mereka dengan ahl al-dzimmah. Yaitu orang-orang yang harus dilindungi. Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Barang siapa menyakiti orang-orang Kristen dan Yahudi yang berada di bawah perlindunganku, maka sesungguhnya ia telah menyakitiku.”

Beberapa kisah tersebut mengantarkan kita pada sikap al-Qur’an terhadap orang-orang Kristen. Saya akan menyebutkan tiga ayat al-Qur’an, yang dapat dijadikan landasan agar kita menghormati dan menghargai orang-orang Kristen, bukan sebaliknya membenci dan mendiskriminasi mereka.

Pertama, surat al-Baqarah ayat 62: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, Yahudi, Kristen, dan Sabian, yang beriman kepada Tuhan, Hari Akhir, dan beramal shaleh, mereka akan mendapatkan pahala dari Tuhan, mereka tidak akan punya rasa takut dan tidak pula bersedih.”

Kedua, surat Ali ‘Imran ayat 113-115: “Tidaklah sama, di antara orang-orang Kristen dan Yahudi (Ahlul Kitab) adalah mereka yang terjaga, membaca ayat-ayat Tuhan di tengah malam sembari bersujud. Mereka beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir, menyerukan pada kebajikan, menjauhi kemunkaran, mengutamakan kebaikan. Mereka adalah orang-orang saleh.”

Ketiga, surat al-Maidah ayat 82: “Dan sungguh kamu mendapatkan orang-orang yang lebih dekat dengan orang-orang mukmin, yaitu mereka yang menyatakan sesungguhnya kami Kristen.”

Al-Qur’an secara eksplisit menyebut orang-orang Kristen dengan Ahlul Kitab. Yaitu, mereka yang berpegang teguh kepada Kitab Suci. Itu sebuah penghargaan al-Qur’an terhadap orang-orang Kristen. Bahkan al-Qur’an menegaskan hendaknya orang-orang Kristen yang meyakini Injil sebagai Kitab Suci hendaknya menegakkannya, dan barang siapa tidak menegakkan Injil, maka ia tergolong orang-orang yang munafik (QS. al-Maidah: 47). Al-Qur’an menyebut Injil sebagai petunjuk dan cahaya (QS. al-Maidah: 46).

Islam hadir bukan di ruang hampa, melainkan dalam komunitas agama-agama. Dalam bahasa al-Qur’an, Tuhan telah menciptakan syariat yang beragam. Setiap umat mempunyai syariatnya masing-masing. Maka, hendaknya setiap agama melaksanakan syariatnya tanpa ada paksaan (QS. al-Maidah: 48).

Memang terdapat beberapa ayat yang secara eksplisit berisi tentang konflik dan ketegangan. Biasanya ayat yang kerap digunakan adalah surat al-Baqarah ayat 120, “Dan orang-orang Yahudi dan Kristen tidak akan pernah rela kepadamu, sehingga kamu mengikuti ajaran mereka. Katakanlah, bahwa petunjuk Tuhan adalah petunjuk yang sebenar-benarnya.”

Sekali lagi, ayat ini harus dipahami dalam konteksnya (sabab al-nuzul), bahwa ayat tersebut terkait dengan perubahan arah kiblat dari Jerusalem ke Masjidil Haram di Mekkah. Di samping itu, ayat tersebut juga terkait dengan gencatan senjata dalam situasi perang.

Maka, kita harus kembali kepada esensi Islam sebagai agama yang menebar rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Hendaknya kita tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan untuk bersikap tidak adil dan menebarkan kebencian kepada mereka yang berbeda agama dengan kita. Kita harus menjaga hidup damai dalam keragaman agama, bukan kembali ke zaman kegelapan yang ditandai dengan perang dan konflik yang kerap mengatasnamakan agama.

Baca:

Apakah Muslim dan Kristen Menyembah Tuhan Yang Sama?

Umat Kristiani Itu Kaum Beriman, Bukan Kafir

Zuhairi Misrawi
Zuhairi Misrawi
Ketua Moderate Muslim Society, Alumnus Universitas al-Azhar, Kairo Mesir. Intelektual Muda Nahdlatul Ulama. Ketua Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia. Menulis sejumlah buku: Al-Quran Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (2008), Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Keindonesiaan dan Keumatan (2012), Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim (2010), Madinah: Kota Suci, Piagam Madihan, dan Teladan Muhammad (2011), Al-Azhar: Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan (2013).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.