Dalam upaya memerangi penyebaran berita palsu yang semakin merajalela, Inggris mengambil langkah berani dengan mendeklarasikan perang terhadap hoaks. Pemerintah Inggris tengah melakukan survei menyeluruh terhadap kurikulum sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, dengan tujuan untuk mengintegrasikan literasi media ke dalam sistem pendidikan.
Rencana ambisius ini akan membekali siswa dengan kemampuan penting untuk mengenali situs web palsu saat pelajaran komputer dan mengidentifikasi informasi yang menyesatkan dalam laporan berita saat pelajaran bahasa Inggris. Para ahli menyambut baik inisiatif ini sebagai langkah strategis dalam menghadapi era disinformasi yang semakin mengkhawatirkan.
Inggris tidak sendirian dalam perjuangan ini. Berbagai negara lain juga telah menyadari pentingnya literasi media dan mulai menerapkan reformasi pendidikan serupa. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, negara mana saja yang telah mengambil langkah serupa? Dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan literasi media?
Insiden penikaman tiga gadis muda di Southport pada 29 Juli lalu menjadi pemicu meluasnya kemarahan publik di Inggris. Namun, di tengah emosi yang memuncak, informasi yang salah tentang latar belakang dan agama tersangka menyebar dengan cepat di media sosial, memicu kerusuhan di berbagai penjuru negeri.
Tragedi ini menjadi titik balik bagi Inggris dalam perang melawan berita palsu. Pemerintah mengambil tindakan tegas dengan melakukan investigasi terhadap pelaku penyebar hoaks secara online, memeriksa influencer yang dituduh menyebarkan kebencian, dan mengkaji regulasi media sosial yang lebih ketat. Namun, upaya tidak berhenti pada penanganan kasus yang sudah terjadi. Pemerintah Inggris juga berkomitmen untuk mencegah penyebaran hoaks di masa depan.
Salah satu strategi kunci adalah memperkenalkan literasi media sejak dini. Pemerintah berencana untuk membekali anak-anak sekolah dengan kemampuan untuk mengidentifikasi berita palsu dan mengenali konten ekstremis di dunia maya. Tujuannya adalah untuk melindungi generasi muda dari pengaruh “teori konspirasi busuk” yang dapat memecah belah masyarakat.
Bagaimana rencana ambisius ini akan diwujudkan? Pemerintah Inggris akan melakukan tinjauan menyeluruh terhadap kurikulum sekolah, dengan fokus pada pengembangan literasi media. Langkah ini diharapkan dapat membentuk generasi yang lebih kritis dan mampu menyaring informasi dengan bijak di tengah derasnya arus informasi di era digital.
Pemerintah Inggris tengah mengambil langkah proaktif dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan era digital dengan meluncurkan tinjauan komprehensif terhadap kurikulum sekolah, baik di tingkat dasar maupun menengah. Fokus utama dari perubahan kurikulum ini adalah untuk menanamkan literasi media, meskipun strategi implementasinya masih dalam tahap pengembangan.
Kurikulum baru ini akan menekankan pentingnya pemikiran kritis dalam menghadapi informasi yang mereka temui. Sebagai contoh, dalam pelajaran bahasa Inggris, siswa akan dilatih untuk menganalisis artikel surat kabar secara mendalam, membedakan antara laporan berita yang faktual dan cerita yang direkayasa.
Di kelas komputer, mereka akan dibekali dengan pengetahuan untuk mengidentifikasi situs web palsu yang berpotensi menyebarkan informasi menyesatkan. Bahkan dalam pelajaran matematika, siswa akan belajar menganalisis data statistik dan mengenali potensi ketidaksesuaian atau manipulasi data.
Menteri pendidikan Inggris menegaskan bahwa membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mempertanyakan informasi yang mereka temui di dunia maya merupakan hal yang sangat penting di era saat ini. Inggris tidak sendirian dalam upaya ini.
Di Amerika Serikat, 18 negara bagian telah mengadopsi standar pendidikan literasi media formal pada tahun ini, dan California diperkirakan akan segera menyusul. Langkah-langkah ini menunjukkan kesadaran global yang semakin meningkat akan pentingnya literasi media dalam membentuk masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap informasi.
Tidak hanya Inggris dan Amerika Serikat, negara-negara lain seperti India juga telah menyadari pentingnya literasi media. Di Kerala, siswa kelas 5 hingga 7 dibekali dengan pengetahuan untuk membedakan berita asli dari hoaks. Kurikulum mereka bahkan mencakup etika berinternet dan bermedia sosial.
Namun, beberapa negara sudah jauh lebih maju dalam hal ini. Finlandia, misalnya, telah meluncurkan inisiatif literasi media sejak tahun 2014. Di sana, anak-anak sekolah diajarkan untuk mengenali bot, manipulasi gambar dan video, informasi yang setengah benar, serta profil palsu. Tak heran jika Finlandia menjadi salah satu negara dengan tingkat literasi media tertinggi di dunia, diikuti oleh Denmark dan Belanda.
Para ahli menekankan bahwa pendidikan literasi media di sekolah sangatlah krusial, terutama di era di mana kepercayaan terhadap media sedang tinggi, anak-anak dan remaja banyak mendapatkan informasi dari media sosial, dan konten buatan kecerdasan buatan semakin menjamur. Literasi media bukan hanya tentang mengenali berita palsu, tetapi juga tentang memahami bagaimana media bekerja, bagaimana informasi dapat dimanipulasi, dan bagaimana kita dapat menjadi konsumen informasi yang cerdas dan bertanggung jawab.
Sebuah survei Stanford mengungkapkan fakta yang cukup mencengangkan: 80% siswa sekolah menengah menganggap konten bersponsor sebagai berita yang benar. Temuan ini menggarisbawahi betapa krusialnya literasi media di era digital saat ini. Literasi media bukan hanya tentang kemampuan untuk membedakan berita asli dari hoaks, tapi juga tentang memahami bagaimana media bekerja, bagaimana informasi dapat dimanipulasi, dan bagaimana kita dapat menjadi konsumen informasi yang cerdas dan bertanggung jawab.
Literasi media mengajarkan kita untuk berpikir kritis terhadap segala sesuatu yang kita lihat di layar, termasuk konten bersponsor yang seringkali disamarkan sebagai berita. Dengan literasi media yang baik, kita dapat menilai secara objektif pengaruh informasi yang kita konsumsi terhadap pembentukan opini dan pandangan kita.
Langkah Inggris untuk mengintegrasikan literasi media ke dalam kurikulum sekolah patut diapresiasi. Inisiatif ini menjadi contoh positif bagi negara-negara lain untuk mulai mengambil langkah serupa dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan dunia digital yang semakin kompleks.